Chapter 13 - Angker

1097 Kata
“Hmm,” Anton mengrenyitkan dahinya dan melepas rokok yang terselip di bibirnya. Untuk sekilas tadi, dia melihat sesuatu berdiri di sudut pagar tembok rumahnya. Dengan perasaan curiga, Anton berdiri dan berjalan ke sudut pagar di dekat tepian kolam renang sana. Anton melihat ke sana ke mari dengan waspada. Pandangannya dengan liar menyapu dari sudut satu ke sudut lainnya tapi dia tak menemukan apa-apa. “Mungkin halusinasiku saja,” gumam Anton sambil kembali berdiri tegak dan menghisap rokoknya. Dia lalu memutar badannya dan berencana kembali duduk di kursi terasnya yang nyaman. Tapi… Saat Anton memutar badannya, sebuah wajah tepat berada di depannya. Wajah yang hancur dan sebagian besar berwarna hitam. Ada sedikit kapas yang sudah berubah warna kekuningan menyembul di sela-sela kain putih lusuh yang menutupi bagian tepi wajah itu. Kain putih lusuh yang sekaligus membungkus kepala dan badan dari ujung kepala hingga bawah. Di bagian atas kepala dan beberapa bagian tubuhnya, terlihat ikatan yang membuat kain putih lusuh yang membungkus sosok itu seperti tersimpul. Anton juga tiba-tiba saja mencium bau busuk bangkai yang menyengat dan menusuk hidungnya. Seingat Anton tak pernah sekalipun seumur hidupnya dia mencium bau yang lebih busuk dari bau yang diciumnya saat ini. Anton seolah masih belum sepenuhnya sadar dan masih melihat wajah mengerikan itu dengan muka datar tanpa ekspresi seperti orang linglung sebelum akhirnya seluruh tubuhnya mengejang kaku di sertai bulu kuduk yang berdiri tegang seketika. “Pocoooooonngggggggggg!” Anton ingin berteriak sekuat-kuatnya agar bisa melepaskan semua otot-otot tubuhnya yang kaku dan tak mau diajak untuk segera melesat lari dari tempat ini. Tapi tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut Anton yang berusaha terbuka tapi tetap mengunci itu. Begitu juga tubuhnya sendiri. Di saat genting seperti ini, di saat alam bawah sadarnya berteriak-teriak agar segera meninggalkan tempat ini secepatnya, tubuhnya justru berkhianat dan tetap terpaku di tempatnya. Alhasil, Anton bisa melihat dengan jelas wajah mengerikan dari sosok yang mengeluarkan bau busuk tak tertahankan itu. “Pa!!” sebuah suara tiba-tiba terdengar menggelegar di telinga Anton dan membuat tubuhnya yang kaku dan wajah mengerikan itu menghilang di waktu yang bersamaan. Tiba-tiba saja seraut wajah cantik yang sangat dia kenal sedang berada di depan wajahnya sendiri menggantikan wajah mengerikan dari mahluk yang disebut oleh orang-orang dengan nama pocong itu. “Papa ngapain kok pucet gitu?” tanya Lina ke arah suaminya. “Papa cuma kecapean aja terus ketiduran sebentar di sini,” jawab Anton berusaha menghindar. Lina hanya mengrenyitkan dahinya keheranan tapi segera membuang pikiran macam-macam dari kepalanya, “Mama udah buatin kopinya, Pa.” “Makasih, Ma,” jawab Anton sambil meraih segelas kopi panas yang masih mengepulkan uap di atas meja. Tak lama kemudian, mereka berdua duduk bersebelahan dalam diam. Masing-masing larut dalam pikirannya sendiri, terutama Anton. Dia masih tak habis pikir dengan mimpi yang dia alami tadi. Ini pertama kalinya dia mengalami hal itu. Anton dapat mengingat dengan jelas semua urutan kejadian dari awal sampai akhir. Hal yang mungkin tak bisa dia lakukan ketika biasanya bermimpi. Seingatnya tadi, dia sama sekali tak merasa mengantuk atau pun terlelap. Dia terjaga sepanjang waktu. Anton yakin kalau dia tadi sedang menikmati rokoknya ketika melihat sekelebat bayangan di sudut halaman dekat pagar tembok rumahnya. Karena curiga itu adalah pencuri yang berniat jahat kepada keluarganya, Anton pun memutuskan untuk mengejarnya. Dan dia tak menemukan apa-apa di tempat itu. Tapi kejadian setelahnya? Anton tak bisa mencernanya. Dia tak pernah bertemu dengan hantu yang terkenal dengan nama pocong itu. Dia juga tak suka menonton film horror ataupun mendengar cerita hantu. Anton bahkan tak punya bayangan seperti apa sosok hantu pocong yang ditakuti oleh orang-orang itu. Yang ada di kepala Anton sebelum ini, hantu pocong hanyalah seperti sosok orang mati yang dikafani dengan kain mori putih bersih lalu diikat di beberapa bagian tubuhnya. Lagipula, Anton tak percaya hantu jadi dia tak pernah peduli seperti apa sosok hantu bernama pocong itu. Tapi tadi ketika Anton berada tepat di depan si mahluk itu, Anton yakin kalau mahluk inilah yang disebut pocong. Sosoknya juga jauh berbeda dari gambaran yang ada di kepalanya selama ini. Sosok asli pocong lebih menakutkan dan ketika dia menatap mata si pocong tadi, seluruh tubuhnya kaku membeku. Belum lagi aroma bau bangkai menusuk hidung yang bahkan seolah masih tercium di hidungnya sampai sekarang. “Aku kan tak pernah tahu soal bau busuk atau penampilan si hantu pocong itu. Darimana khayalan bawah sadarku bisa menciptakan halusinasi atau mimpi seperti tadi?” gumam Anton dalam hati. “Ma…” panggil Anton. “Iya?” tanya Lina sambil menoleh ke arah suaminya. Anton terlihat menelan ludah dan ragu-ragu untuk mengatakan sesuatu tetapi Lina tetap sabar menunggu. Lina tahu dia harus memberikan kesempatan dan waktu agar suaminya mengumpulkan tekadnya terlebih dahulu. Sekalipun itu juga membuat Lina sedikit tegang. “Apa gerangan yang mau dibicarakan suamiku?” teriak Lina dalam hati. “Anu… Kata orang-orang, kalau ada pocong apakah disertai bau busuk menyengat gitu? Seperti bangkai?” tanya Anton dengan suara pelan. Lina jelas kaget dengan arah pertanyaan Anton yang tak sesuai dugaannya. Tapi dengan cepat Lina menutupi kekagetannya dan menjawab, “Kata orang-orang sih gitu Pa. Emang kenapa, Pa?” “Kalau begitu, Papa rasa tadi, Papa barusan ketemu sama yang namanya hantu pocong itu,” jawab Anton. “Ha?” Lina jelas kaget, “Papa jangan bercanda dong Pa! Seriusan ah.” Anton hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban dan tak berkata apa-apa lagi. Dia lebih memilih menikmati rokok di tangannya ditemani segelas kopi panas seduhan istrinya. Lina tak bisa berkata apa-apa dan hanya bisa menggunakan kedua telapak tangannya untuk menutupi kedua mulutnya sendiri. Dia masih menatap tak percaya ke arah suaminya. “Pas Papa mimpi buruk tadi?” tanya Lina beberapa saat kemudian. “Kayaknya gitu sih. Tapi Papa ndak tahu apakah itu mimpi buruk ataukah sesuatu yang lain. Tapi ada beberapa hal yang tak masuk logika dan Papa harus akui kalau tadi itu mungkin benar-benar pengalaman mistis Papa untuk yang pertama kali,” jawab Anton. “Terus… Jadi… Gimana? Kenapa kok sekarang Mama tiba-tiba kepikiran kalau rumah ini angker ya, Pa?” gumam Lina sambil merapatkan diri ke arah suaminya. “Bisa jadi. Kalau tidak, tak mungkin rumah sebesar dan semewah ini dijual dengan harga semurah itu. Dan tentunya sudah banyak orang-orang sebelum kita yang tertarik untuk membelinya,” jawab Anton. “Ish Papa! Terus kita harus gimana dong?” tanya Lina dengan raut muka cemas. “Ya nggak gimana-gimana. Kita tetap tinggal di sini. Kita dah keluar duit banyak untuk beli rumah ini. Ini rumah kita! Sekalipun angker atau apa pun itu, tak ada yang bisa mengusir kita dari rumah milik kita sendiri!” kata Anton tegas.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN