Setelah menemukan toko pakaian wanita.
Dylandra pun masuk ke dalam dan mulai melihat satu persatu pakaian itu sambil melihat harga yang tertera dan setelah itu, menghela napas sangat panjang.
“Harganya murah-murah sekali dan ... Merknya ....” Dia menatap remeh semua pakaian di dalam toko itu.
“Pakaian di sini tidak ada yang mewah dan harganya juga sangat murah sekali, apakah dia mau memakainya nanti?” ucapnya dengan nada putus asa.
“Tapi kalau mencari di tempat lain, jaraknya juga sangat jauh, kasihan dia kalau harus menunggu lama, tapi ... Ah sudahlah! Beli dulu saja, kalau dia tidak suka, minta Nevan saja yang membelikannya,” Dylandra pun segera mengambil satu celana panjang dan kaos polos berwarna hitam.
“Aku tidak tahu selera wanita seperti apa, biasanya aku hanya memberi mereka uang setelah habis memakainya dan ya, sekali pakai langsung buang jadi tak tahu apa pun tentang mereka ini,” ucapnya sambil menghela napas panjang kembali.
Dylandra mengambil satu set pakaian yang seperti dikatakan oleh Nataliaia.
Dia memberikan itu pada kasir yang kebetulan seorang wanita.
“Mbak, kalau ini apakah cukup untuk ukuran M dan ukuran celananya apakah cukup di nomor dua puluh sembilan?” tanyanya.
Wanita penjaga kasir pun segera mengambilnya dan melihat pakaian itu.
“Emmm ... Cukup kok mas! Anda memiliki selera yang sangat bagus, pakaian ini paling terbaik di toko kami, pasti wanita yang anda belikan menyukainya,” ucapnya dengan nada memuji, agar Dylandra membeli pakaian itu.
“Oh, syukurlah kalau cukup! Ya sudah saya beli ini saja, oh ya! Saya mau yang warna merah dan ungu, sepertinya wanita saya cocok memakai warna ini,” ucapnya sambil tersenyum membayangkan Natalia menggunakannya.
“Pasti semakin manis dia,” gumamnya sendiri.
Kasir itu tersenyum penuh semangat.
“Baik mas, saya ambilkan! Anda benar-benar memiliki selera yang sangat hebat!” Pujinya yang langsung mengambilnya.
Dylandra terus tersenyum sendiri.
“Semoga saja dia mau memakainya, tapi kalau dia tak mau, aku belikan yang lebih mahal dari ini, “ ucapnya sendiri.
Tidak lama kemudian kasir itu datang kembali membawa barang pesanan Dylandra.
“Ini mas,” ucapnya sambil memberikan pada Dylandra.
“Langsung hitung saja!” ucapnya.
Kasir itu segera memasukkannya ke dalam kantong plastik dan menghitung semuanya dengan penuh gembira.
“Jadi dua ratus lima puluh ribu mas,” ucapnya.
Dylandra terkejut mendengarnya.
“Hah! Murah sekali, anda serius kalau ....”
“Iya mas,” jawab sang kasir.
Dylandra segera mengeluarkan kartu miliknya dan memberikannya pada si kasir dan mengambil kantong plastik itu dari tangannya.
Si kasir pun menggesek kartu itu dan p********n pun berhasil.
“Terima kasih mas, semoga puas dan bisa kembali lagi ke toko kami,” ucapnya sambil mengembalikan kartu Dylandra serta kertas tanda bukti p********n.
“Ya!”
Dylandra pun segera mengambilnya dan bergegaslah pergi meninggalkan toko itu, lalu pergi ke restoran yang kebetulan dekat dengan toko itu.
Dylandra pun memesan makanan sesuai permintaan Nataliaia dan menunggu pesanan itu selesai sambil duduk di kursi tempat para customer biasa menikmati hidangan di tempat itu.
Namun, saat Dylandra baru duduk beberapa menit saja, tiba-tiba datang Bryan yang sedang mencari Natalia.
“Permisi, apakah kalian ada yang melihat wanita ini? Dia memakai gaun pengantin berwarna putih,” tanyanya pada salah satu pelayan di restoran itu.
“Tidak pernah melihatnya mas,” jawab pelayan itu.
“Oh terima kasih,” ucapnya dengan nada lemas, Bryan sudah terlihat sangat putus asa.
“Lia sayang, kamu ada di mana sih? Apakah kamu sudah tidak mencintai aku lagi? Andai saja aku ... Arghhh! Sialan! Semua gara-gara mama,” gerutunya dengan kesal.
Setelah itu, Bryan pun pergi meninggalkan restoran dan melanjutkan pencariannya lagi.
Sedangkan Dylandra, dia menertawakan tingkah Bryan.
“Mau sampai mati pun, kamu tidak akan pernah bisa menemukannya! Dasar pria bodoh! Bisa-bisanya kamu menyia-nyiakan wanita sebaik dan secantik dia!” gumam Dylandra, dia terus tertawa sendiri.
“Jadi penasaran bentuk wanita semacam apa yang bisa membuat si bodoh itu memilih untuk menduakan wanita manisku itu?” gumam Dylandra, dia terus tertawa sendiri dan terus menatap ke arah pintu tempat Bryan pergi.
“Dasar bodoh!” umpatnya, dia terus tertawa sampai dia terkejut saat, seorang pelayan menepuk bahunya.
“Eh!” Dylandra menghentikan tawanya, lalu menoleh ke arah pelayan yang menepuk bahunya.
“Mas, pesanan anda sudah selesai,” ucapnya dengan senyuman ramah.
“Ah iya!” Dylandra segera mengambil dua kantong plastik berisi makanan dan satu kantong berisi minuman.
“Ini!” Dia memberikan kartu miliknya.
Pelayan itu menggesekkan kartu itu untuk menyelesaikan p********n.
“Sudah mas, terima kasih sudah mengunjungi restoran kami.” Ucapnya sambil memberikan kartu itu kembali pada Dylandra.
Dylandra mengambilnya dan memasukkannya ke dalam saku.
“Sama-sama!” jawabnya.
Setelah itu dia bergegas pergi meninggalkan restoran dan secepatnya kembali ke kamar tempat Nataliaia berada saat ini.
Di dalam kamar.
Natalia berdiri di depan jendela, air matanya terus mengalir karena rasa sakit itu masih sangat menyesakkan dadanya.
Mungkin tadi, saat ada Dylandra dia masih bisa merasa terhibur dan bisa melupakan rasa sakit dikhianati sekaligus dipermalukan di depan orang banyak.
“Bryan, kenapa kamu jahat sekali! Hiks ... Hiks ... Mengapa kamu bisa setega ini sama aku? Kapan! Sejak kapan kamu memiliki hubungan dengan Jessica? Bukannya kamu tidak pernah menyukainya? Kamu bilang mau dia menyerahkan tubuhnya pun kamu tidak akan sudi menyentuhnya? Ta-tapi ... Tapi kenapa dia sampai hamil seperti itu? Bahkan kamu tega mau menikahi dia dihari pernikahan kita dan gilanya kamu ... Kamu mau menikahi kami berdua sekaligus dan menjadikan aku istri kedua kamu,” Natalia tergugu, hatinya sungguh sangat hancur dan rasanya dia sangat menyesal karena sudah mencintai pria yang dia kira sangatlah baik, tapi nyatanya dia adalah pria b******k dan tak tahu malu.
“Hiks ... Hiks ... Jahat! Bryan kamu orang yang sangat jahat! Aku menyesal pernah mencintai kamu teramat dalam, sampai aku tidak membuka ruang sedikit pun untuk pria lain, karena aku pikir kamu sudah sangat sempurna, tapi nyatanya kamu ... Kamu ... Hiks ... Hiks ... Kamu lebih parah dari ayahku! Kamu sama bajingannya dengan dia dan kamu sama jahatnya dengan Kakak laki-laki aku!” Natalia terus menangis, suaranya semakin keras menumpahkan rasa sakit yang sungguh menyesakkan jiwanya.
“Sakit! Sakit sekali! Ya Tuhan! Mengapa semua pria yang ada dalam hidupku tidak ada yang tulus?! Mengapa? Apakah aku dan mama tidak layak mendapatkan cinta tulus dari seorang pria?” Natalia terus mengeluh, air mata mengalir semakin deras sampai tubuhnya terasa semakin lemas dan akhirnya tubuhnya jatuh ke lantai, meratapi nasib kehidupannya.
Natalia tenggelam dalam kesedihan serta kesakitannya, seolah dunianya terasa sangat menyesakkan.
Namun.
Tiba-tiba saja.
Ceklek!
Suara pintu pun terbuka, membuat Natalia yang masih tenggelam dalam kesedihannya pun langsung terkejut dan dia menghentikan tangisannya saat itu juga.