Ketika Dylandra baru masuk ke dalam kamar, dia terkejut melihat kondisi Natalia yang sedang terduduk diatas lantai dengan wajah yang sudah basah oleh air matanya.
Tubuhnya gemetar hebat dan kondisinya sangatlah mengkhawatirkan.
“Natalia! Ka-kamu ....” Dylandra langsung berlari ke arahnya dan secepatnya, dia berjongkok sambil menaruh semua barang-barang ditangannya disisinya.
“Natalia, kamu kenapa? Mengapa kamu seperti ini? A-apakah ... Apakah ada orang yang membuat kamu ....” Belum selesai dia bicara, Natalia langsung memeluknya.
“N-Natalia ... Ka-kamu ....” Dylandra tak bisa melanjutkan ucapannya, karena dia merasakan seluruh tubuh Natalia bergetar dan pakaiannya terasa basah, karena dia kembali menangis.
“Menangislah sepuasnya,” ucapnya sambil mengelus lembut punggung Natalia, Dylandra tak berani banyak bicara lagi, dia ingin memberi ruang untuk Natalia menumpahkan segala rasa sakit yang sedang dia rasakan.
Sehingga, untuk sejenak. Di dalam kamar itu terasa sunyi hanya ada suara isak tangis Natalia yang memeluk erat tubuh Dylandra sebagai satu-satunya sandaran yang dia miliki saat ini.
Sedangkan Dylandra, dia yang belum pernah memenangkan wanita yang sedang sedih, dia hanya bisa memberikan pelukan dan tak tahu cara membujuknya.
“Sial, aku hanya bisa melakukan sampai disini saja, aku bingung harus bagaimana lagi setelah ini?” gumam Dylandra, dia terus berpikir keras untuk menghibur Natalia, apalagi dia masih terus menangis sambil memeluk erat tubuhnya.
“Apa yang harus aku lakukan sekarang? Kalau wanita sedang sedih seperti, aku harus menghiburnya kan? Tapi bagaimana caranya? Aku ....” Tiba-tiba Dylandra teringat saat ayahnya sedang menghibur ibunya yang sedang bersedih, dia melihat sang ayah sama persis seperti dirinya, memeluk erat tubuhnya dan mengusap lembut punggungnya.
“Cara seperti ini sudah benar! Aku ingat papa memeluk mama seperti ini dan juga, mengelusnya seperti ini, tapi ....” Dylandra merasakan ada perasaan tidak nyaman dalam hatinya, perasaan yang membuat jantungnya berdegup kencang.
“Duh! Kenapa disaat seperti ini, aku tiba-tiba merasakan perasaan seperti ini? Please, jangan dulu memiliki pikiran kotor dulu deh! A-Natalia... Dia sedang sedih, bagaimana bisa aku memiliki perasaan ingin ....” Dylandra merasakan benda lembut menempel pada dadanya dan pelukan Natalia, membuat hasrat liarnya mulai terbangun.
“Sial! Aku tidak boleh memiliki pikiran kotor seperti ini padanya! Dia gadis yang sangat baik, aku tidak boleh ....” Dylandra terus menggelengkan kepalanya, dia terus berusaha menekan perasaan itu agar tidak lepas kendali.
“Sial! Kalau terlalu lama seperti ini, aku takut menerkam dia!” umpat Dylandra, dia menggigit geram bibirnya dan untuk keamanan dia pun langsung melepas pelukannya.
“N-Natalia, sudah ya! Jangan terus menangis, sa-saya ... Ahemm! Saya bingung harus bagaimana, emmm ... Lebih baik kamu makan dulu ya! Pasti terlalu banyak menangis akan menghabiskan tenaga kamu, ya kan?” ucap Dylandra dengan nada gagap, dia pun menatap Natalia dan dia baru menyadari, jika Natalia hanya memakai handuk seperti saat dia pergi meninggalkannya.
Mata Dylandra melotot tajam dan dia ....
Glek!
Menelan kasar ludah berkali-kali, dia akhirnya mengerti kenapa saat Natalia memeluknya, dia merasakan hasratnya terbangunkan dan itu semua karena, tubuh Natalia yang hanya memakai handuk saja.
“Sial! Pantas saja aku tiba-tiba menginginkan dia! Bahaya! Kalau dibiarkan seperti, bisa bahaya’ untuk aku dan dia juga!” gumam Dylandra, dia segera mengalihkan pandangannya.
“Na-Natalia, ka-kamu pakai baju dulu ya! Emmm ... Saya sudah membelikannya,” ucap Dylandra dengan nafas berat, dia susah payah menahan pikiran yang semakin liar.
Natalia yang masih terisak pun berusaha untuk menghentikan tangisannya.
“Mas Dylan, terima kasih sudah membantu saya, sa-saya ....” Natalia kembali memeluknya dan membuat Dylandra melotot karena terkejut.
“N-Natalia apa yang sedang kamu lakukan? Ka-kamu harus pakai pakaian kamu dulu!” teriaknya karena terlalu panik.
Natalia menyentuh kedua pipi Dylandra dan dia menatapnya dengan wajah yang masih penuh air mata.
“Mas Dylan, saya mau bertanya sesuatu, apakah boleh?” tanyanya.
Deg!
Jantung Dylandra berdetak semakin cepat ketika melihat wajah Natalia yang sangat dekat dengannya.
“Sial! Dia cantik sekali! Bibirnya ....” Dylandra menatap bibir Natalia yang berwarna pink pucat, mungil dan sangat menggemaskan.
Glek!
“Pasti manis sekali! Kalau dicicip sekali saja, tidak apa-apa kan?” gumamnya lagi sambil terus menelan ludahnya berkali-kali.
Sedangkan Natalia, dia terus menatap wajah Dylandra dengan pikirannya yang saat ini sangatlah berisik.
“Percuma kamu menjaga diri kamu tapi nyatanya pria yang kamu cintai tetap saja memilih wanita lain, ambil kesempatan bagus! Kapan lagi kamu bisa bertemu pria setampan di depan kamu itu!” Ucapan itu terus terngiang di dalam pikiran Natalia, membuat Natalia yang sedang putus asa pun mulai terbawa arus oleh ucapan itu.
“Mas Dylan! Belum menjawab, apakah saya boleh bertanya?” ulangnya lagi.
Dylandra langsung tersentak.
“Emmm ... Iya! Boleh kok, silahkan kamu tanya ke saya, kalau saya mampu pasti saya mau menjawabnya,” jawab Dylandra.
Natalia tersenyum kecil dan tatapan sayunya sudah berubah lebih cerah dari sebelumnya.
“Mas Dylan, sudah punya kekasih, tunangan atau istri?” tanya Natalia.
Deg!
Sekali lagi, jantung Dylandra berdetak kencang, karena dia terkejut mendengar pertanyaan Natalia.
“Ke-kenapa kamu tiba-tiba bertanya seperti itu? Apakah kamu takut setelah keluar dari kamar ini, kamu ....” Belum selesai Dylandra bicara, Natalia tiba-tiba mengecup bibirnya.
Membuat mata Dylandra melotot tak percaya.
“Na-Natalia apa yang sedang kamu lakukan?” tanyanya dengan tatapan tak percaya, walaupun dalam hatinya tersenyum bahagia, karena bisa menyentuh bibir yang dia inginkan.
“Manis sekali bibirnya! Harusnya lebih lama, supaya aku bisa mengisapnya,” gumam Dylandra dengan senyuman liciknya.
Natalia menatap Dylandra dan kembali mengusap kedua pipinya.
“Mas Dylan jawab dulu, apakah mas Dylan punya kekasih, tunangan atau istri?” tanyanya lagi.
Dylandra langsung memegang salah satu tangan Natalia yang menyentuh pipinya.
“Kalau tidak punya, apa yang mau kamu inginkan?” tanyanya sambil mengecup tangan Natalia.
Desir!
Tubuh Natalia terasa merinding dan tubuhnya seolah terkena serangan tegangan listrik.
“Ma-mas Dylan jomblo?” tanyanya dengan nada kikuk.
“Ya, tidak punya satu pun yang tadi kamu tanyakan,” jawabnya yang kembali mengecup tangan Natalia.
Secepatnya Natalia menarik tangannya.
“Tidak mungkin mas Dylan jomblo! Mas Dylan sangat tampan dan pasti banyak perempuan yang ....” belum selesai bicara, tangannya langsung ditangkap oleh Dylandra.
“Memangnya pria tampan tidak boleh jomblo?” tanyanya dengan senyuman menggodanya.
Deg’ deg’ deg’
Jantung Natalia berdetak sangat cepat, dia tidak tahan dengan tatapan Dylandra.
“Emmm ... Boleh saja kok mas! Hanya saja, saya merasa aneh kalau ....”
“Mengapa harus aneh? Saya sungguh tidak memiliki satu pun yang kamu tanyakan itu, ya walaupun ....” Dylandra menghentikan ucapannya dan melanjutkan ucapannya dalam hatinya.
“Wanita yang tidur denganku sudah banyak dan semuanya hanya sekali pakai! Tidak ada yang berarti sama sekali,” gumamnya yang kemudian menatap Natalia dengan tatapan bersalah.
“Maaf! Aku bukan pria baik, tapi jika untuk wanita sebaik kamu, mungkin aku bisa berubah jadi lebih baik,” gumamnya lagi.
Natalia tersenyum kecil mendengarnya.
“Kalau benar mas Dylan jomblo dan tidak ada yang akan tersakiti, kalau begitu aku ....” Natalia mendekati wajah Dylandra lalu berbisik didekat telinganya.
“Mas Dylan, bolehkah malam ini kita ....” Natalia menghentikan ucapannya, lalu mengecup leher Dylandra.
“ Saya mau, hari ini mas Dylan jadi milik saya! Hanya hari ini saja, setelah itu ... Mas Dylan boleh melupakan saya!” ucapnya dengan suara menggoda.
Mendengar itu, Dylandra melotot karena terkejut sekaligus tak percaya dengan apa yang dia dengar saat ini.