Setelah hari di mana Ruby menerima ajakan pertemanan Claire, hubungan keduanya mulai sedikit terbuka dan lebih akrab satu sama lain. Entah karena Ruby yang memang friendly atau Claire yang terlampau manja hingga membuatnya lebih gampang untuk akrab dengan orang lain.
“Ruby,” panggil Claire saat ia baru saja menuruni tangga dan menemukan Ruby yang hendak lewat di depannya.
“Ada yang bisa kubantu, Miss?” tanya Ruby sopan seraya menghentikan langkahnya di hadapan Claire. Keduanya memang sepakat untuk bicara lebih formal saat berada di ruangan umum seperti ini. Karena, Ruby tidak ingin menimbulkan kesalahpahaman kepada pelayan lain.
“Kau mau ke mana?” tanya Claire.
“Aku mau ke dapur untuk membantu menyiapkan makan malam, Miss,” jawab Ruby.
“Aku ikut,” ujar Claire.
Sontak, Ruby membulatkan matanya mendengar ucapan Claire. Ia lantas lebih melihat sekeliling yang sangat sepi kemudian memajukan sedikit tubuhnya pada Claire. “Kau gila? Bagaimana mungkin seorang majikan bekerja di dapur?” bisik Ruby.
“Memang kenapa? Ini ‘kan rumahku. Terserah aku mau melakukan apa di rumah ini,” ujar Claire.
“Tetap saja. Bagaimana bisa kami membiarkanmu bekerja?” bisik Ruby lagi, mencoba untuk mencegah Claire pergi ke dapur dengan dalih ingin membantu.
“Tapi, aku bosan di rumah. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Kau sibuk bekerja, teman-temanku juga sedang sibuk. Lalu, aku harus apa?” rajuk Claire.
“Kau bisa melakukan kegiatan favoritmu. Kau bisa berenang, menonton, atau apa pun itu,” bujuk Ruby.
“Aku sudah melakukan itu selama 21 tahun aku hidup di dunia ini dan menurutmu aku tidak bosan melakukannya?” ujar Claire seraya memutar bola matanya. “Sudahlah. Ayo, kita pergi ke dapur,” ajaknya membuat Ruby kembali memutar otak untuk mencegah Claire untuk pergi ke dapur.
“Ah! Tapi, di sana akan lumayan panas dan sesak. Semua orang bergerak dengan sangat cepat dan teliti. Nanti kau kepanasan dan kelelahan,” cegah Ruby.
“Lalu kenapa kalau panas? Memangnya kau menganggapku apa? Aku juga hanya manusia biasa yang pernah kepanasan. Aku juga bisa bergerak cepat dan sangat teliti. Jadi, kau tenang saja,” ucap Claire. “Ayo,” ajaknya sembari merangkul lengan kiri Ruby kemudian menariknya menuju dapur.
“Kau benar-benar yakin mau ikut ke sana?” tanya Ruby meyakinkan.
“Kenapa kau terus meragukanku?” tanya Claire balik.
Meski Claire telah menjawab seperti itu, tapi Ruby tetap saja tidak merasa yakin untuk tetap mengajak Claire ke dapur. Menurutnya, membiarkan Claire pergi ke dapur bukanlah keputusan yang tepat.
Hal itu pun terbukti saat mereka sampai di dapur yang langsung menjadi hening. Seluruh pelayan dan koki seketika berhenti dari pekerjaan mereka dan membungkuk untuk memberi hormat pada Claire, sang majikan.
“Apa ada yang Anda butuhkan, Miss?” tanya seorang pelayan pada Claire.
“Tidak ada. Aku hanya ingin ke sini. Kalian lanjutkan saja pekerjaan kalian,” pinta Claire membuat semua pelayan saling menatap bingung sekaligus ragu.
Bierce dan Maia sontak menatap Ruby meminta penjelasan. Ruby pun hanya membalas tatapan kedua orang itu dengan gelengan kepala sebagai jawaban kalau ia tidak mengajak Claire ke sana. Ia pun akan menjelaskannya secara langsung nanti pada kedua temannya itu.
“Apa yang kalian lakukan? Kenapa tidak bekerja?” tanya Claire yang sontak membuat semuanya langsung kembali bekerja.
“Ruby, apa yang akan kau kerjakan?” tanya Claire.
Ruby sontak menatap Maia yang biasa memberitahunya mengenai apa yang harus ia kerjakan. Menyadari tatapan Ruby, Maia lantas melirik sebaskom sayur yang belum dibersihkan.
“Aku akan membersihkan sayur, Miss,” jawab Ruby sembari menunjuk sayur yang Maia maksud tadi.
“Kalau begitu, ayo. Aku akan membantumu,” ajak Claire seraya melangkah menuju sayur yang Ruby tunjuk tadi, membuat suasana dapur kembali menjadi hening.
Begitu banyak pertanyaan yang muncul di dalam kepala para pelayan saat ini. Namun, mereka tidak berani untuk mengemukakan pertanyaan-pertanyaan itu. Dan alasannya hanya satu. Mereka takut bersikap lancang di hadapan Claire.
Mereka bukannya tidak mengetahui tentang Ruby yang dekat dengan Claire. Tapi tetap saja, mereka tidak habis pikir dengan Claire yang sampai masuk ke dalam dapur untuk membantu Ruby bekerja. Sungguh, itu adalah suatu kejadian langka yang pernah terjadi di kediaman Smith.
“Tunggu sebentar. Anda mau apa, Miss?” tanya Ruby menahan tangan Claire yang hendak menyentuh sayur di baskom tersebut.
“Membantumu membersihkan sayur,” jawab Claire polos yang membuat suasana dapur yang tadinya hening menjadi semakin senyap.
“Anda mau ... ikut membantu pekerjaan di dapur?” tanya Ruby memperjelas.
“Iya,” jawab Claire. “Memangnya kenapa? Tidak boleh? Ini ‘kan dapurku,” tanyanya yang dibenarkan oleh semua pelayan, bahkan para koki yang biasanya paling berkuasa di dapur pun ikut membenarkan dalam benak mereka.
“Bukankah tadi Anda hanya ingin melihat-lihat, Miss?” tanya Ruby.
“Aku berubah pikiran,” jawab Claire. “Sekarang, cepat katakan, apa yang harus kulakukan dengan ini?” tanyanya antusias membuat Ruby menghela napas pasrah.
“Sayurnya harus dicuci dulu,” ucap Ruby pada akhirnya seraya menghampiri Claire. Ia lalu mengambil baskom yang berisi sayur tersebut lalu membawanya ke wastafel kemudian mulai mencucinya.
Sementara itu, Claire hanya mengamati cara Ruby mencuci sayur-sayur itu dari samping. Ia lalu mengangguk saat merasa sudah mengerti bagaimana cara mengerjakannya. Ia pun mengambil beberapa sayur yang lain kemudian mulai mencucinya dengan mengikuti cara Ruby.
“Seperti ini?” tanya Claire yang diangguki oleh Ruby membuat Claire memasang senyum lebarnya.
“Eh, tunggu sebentar,” tahan Ruby kemudian segera mengambil sepasang sarung tangan lalu memberikannya pada Claire. “Gunakan ini,” pintanya.
“Tapi, kau dan yang lainnya tidak menggunakan benda itu,” ujar Claire.
“Itu karena kami sudah biasa. Nanti kalau kau sudah terbiasa, kau juga bisa mencuci sayur tanpa ini,” ucap Ruby sedikit berbohong. Ia hanya tak ingin kalau tangan halus dan lembut Claire menjadi kasar setelah keluar dari dapur nanti.
“Benarkah?” tanya Claire yang diangguki oleh Ruby. “Baiklah,” ujarnya kemudian memakai sarung tangan yang diberikan oleh Ruby. Keduanya pun lanjut mencuci sayur-sayuran itu hingga bersih.
Di saat Ruby dan Claire asyik mencuci sayur, pelayan lain justru sibuk menggosipi mereka berdua dengan berbisik satu sama lain. Terlebih Claire yang baru pertama kali menginjakkan kakinya di dapur bahkan sampai mengerjakan pekerjaan mereka. Hal itu tentu saja menggemparkan seluruh pelayan yang ada di dapur.
Kejadian itu sudah pasti akan menjadi topik hangat untuk para pelayan di kediaman Smith dan akan bertahan selama berhari-hari sampai mereka menemukan jawaban kenapa Claire mau masuk dan bekerja di dapur.
Dan satu-satunya tempat mereka bisa menemukan jawaban itu adalah dengan bertanya pada Ruby yang bahkan jarang diajak bicara oleh pelayan lain, selain Maia dan Bierce.
Jadi, siklus yang akan terjadi adalah para pelayan akan bertanya pada Maia dan Bierce, lalu Maia dan Bierce akan bertanya Ruby. Setelah mendapat jawabannya, barulah Maia dan Bierce akan menyebarkannya ke pelayan yang lain.
Sungguh sangat merepotkan.
-------
“Uhuk ... uhuk ...” Jack dan Jennifer serentak tersedak makanan mereka saat mendengar bahwa putri semata wayang mereka baru saja bekerja di dapur.
“Sayang, apa aku salah dengar?” tanya Jack, menatap kosong pada Jennifer.
“Sepertinya iya, Sayang,” jawab Jennifer yang sama terkejutnya.
“Dad! Mom!” seru Claire kesal.
“Kau benar-benar bekerja di dapur? Putri Mommy yang bahkan tidak pernah menginjakkan kaki di dapur?” tanya Jennifer memastikan.
“Putri Daddy yang bahkan malas hanya untuk mengambil air di dapur?” tambah Jack.
“Putri Mommy yang bahkan tidak peduli bagaimana makanannya diproses di dalam dapur?” tambah Jennifer yang membuat Claire mendengus.
“Apa kalian tidak bisa langsung memujiku saja? Kenapa harus menanyakan hal tidak penting begitu? Kalau kalian tidak percaya, tanya saja sama mereka,” ketus Claire seraya bersedekap.
“Sore ini, Miss Claire memang sudah banyak membantu di dapur, Sir, Ma’am,” ujar salah seorang pelayan membenarkan yang membuat Jack dan Jennifer semakin terkejut.
“Ehem ... bukan begitu, Little Baby. Kami hanya terkejut karena kau melakukan hal yang tidak pernah kau lakukan sebelumnya,” ujar Jennifer yang mewakili benak para pelayan lain.
“Terserah, aku malas bicara dengan kalian,” rajuk Claire kemudian langsung memakan makanannya.
“Iya, iya. Mommy sama Daddy percaya,” ujar Jennifer lembut kemudian membujuk sang putri untuk tidak merajuk lagi. Begitu pula dengan Jack yang ikut membantu sang istri untuk membujuk Claire.
Di sisi lain, Ruby tersenyum tipis di tempatnya. Dari reaksi kedua paruh baya tersebut, ia bisa menyimpulkan kalau Claire memang tidak pernah akrab dengan dapur.
-------
“Ada apa Dad? Paul bilang Daddy mencariku,” tanya Claire setelah menutup pintu ruang kerja Jack yang berada di rumah.
“Duduk dulu, Baby,” pinta Jack. Claire pun menurut dan duduk di sofa yang berada tak jauh dari meja kerja sang Ayah.
“Besok malam, Daddy diundang ke pesta rekan kerja Daddy. Dan kebetulan, besok malam Daddy punya acara lain. Jadi, Daddy mau memintamu untuk mewakili Daddy datang ke pesta itu,” ungkap Jack.
“Besok malam? Tidak bisa, Dad. Aku sudah janji akan datang ke pesta ulang tahun Selena. Aku tidak bisa datang ke pesta itu dan membatalkan janjiku pada Selena begitu saja,” tolak Claire.
“Sekali saja, Baby. Kau bisa merayakan ulang tahun Selena lain kali. Daddy yang akan menanggung semua biayanya. Ok?” bujuk Jack.
“Hari ulang tahun hanya akan menjadi spesial di hari itu, Dad. Tidak ada lain kali. Pokoknya aku tidak akan datang ke pesta itu. Titik. Daddy suruh Paul saja atau siapa pun untuk menggantikan Daddy,” tolak Claire dengan tegas seraya bersedekap d**a.
“Claire,” ujar Jack lembut. “Yang diundang adalah Daddy, Jack Smith. Dan satu-satunya orang dengan nama belakang Smith yang bisa mewakili Daddy adalah kau, Claire Smith,” bujuknya lagi.
“Aku tidak mau, Daddy. Pokoknya tidak mau!” seru Claire sedikit merajuk.
“Claire Smith,” ucap Jack. “Daddy sudah berjanji akan mengganti perayaan ulang tahun Selena di lain hari. Jadi, kau akan pergi mewakili Daddy, bukan orang lain. Mengerti?” tegasnya yang membuat Claire tak bisa berkutik jika sudah mendengar Jack berbicara tegas seperti itu.
Meski selama ini ia selalu bersikap manja dan suka membantah pada orang tuanya, tapi ia tetap takut jika mereka sudah bersikap tegas seperti itu padanya. Bagaimanapun, orang tuanya juga pasti memiliki batas kesabaran terhadap setiap kenakalannya. Hingga mau tidak mau, Claire terpaksa setuju untuk pergi ke pesta itu.
Tanpa berkata apa pun lagi, Claire berdiri dari duduknya kemudian beranjak meninggalkan ruangan Jack dengan menghentak-hentakkan kakinya. Jack lantas menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah putri semata wayangnya itu.
Sebenarnya, Claire tak harus pergi ke sana untuk mewakilinya. Ia bisa saja mengirim salah satu direktur di perusahaannya untuk pergi mewakilinya. Namun, ia melakukan itu agar Claire bisa belajar untuk mulai menghadiri pesta-pesta seperti itu sebelum menggantikan posisinya di perusahaan nanti.
-------
“Apa jadwalku hari ini?” tanya Axellion begitu Nelli –salah satu sekretaris Axellion- masuk ke dalam ruangannya.
“Hari ini, jadwal Anda hanya menghadiri rapat bulanan, Sir,” jawab Nelli.
“Baiklah,” ucap Axellion.
“Dan ini, Sir,” ujar Nelli sembari meletakkan dua buah undangan di atas meja Axellion. “Kedua undangan ini di antar kemarin sore setelah Anda pulang,” jelasnya.
Axellion lantas mengambil kedua undangan tersebut dan melihat nama pengundang yang tertera di sana. Tak lupa ia melihat tanggal pelaksanaan kedua pesta tersebut. Dan entah disengaja atau tidak, keduanya diadakan di tanggal dan waktu yang bersamaan.
Selama beberapa saat, Axellion memandangi kedua undangan itu sebelum memutuskan pesta mana yang akan ia hadiri.
“Aku akan menghadiri yang ini,” ucap Axellion seraya memberikan salah satu undangan yang ia pilih pada Nelli. “Dan kirim Fritz ke sana,” pintanya sembari memberikan satu undangan lainnya.
“Baik, Sir,” ujar Nelli kemudian pamit dari ruangan Axellion.
“Siapa saja yang mengundangmu?” tanya Jay begitu bayangan Nelli benar-benar menghilang dari sana. Karena, sejak tadi ia hanya berdiri di belakang Axellion sebagai formalitas.
“Bukankah kau sudah melihatnya?” tanya Axellion.
“Bagaimana aku bisa melihatnya kalau kepalamu yang besar menutupinya?” ketus Jay seraya melangkah ke sofa lalu duduk di sana.
“Dari Husein dan Hernandez,” ucap Axellion.
“Lalu, kau akan menghadiri undangan siapa?” tanya Jay.
“Husein,” jawab Axellion.
“Kenapa bukan Hernandez?” tanya Jay seraya mengetuk-ngetukkan jarinya di lengan sofa.
“Aku lebih suka Husein,” jawab Axellion.
“Jawaban apa itu? Apa sekarang kau sudah mulai pilih kasih terhadap mitra kerjamu?” goda Jay.
“Mungkin. Aku tidak suka sikap Hernandez yang sombong,” jawab Axellion jujur.
“Aku tidak akan menyudutkanmu lagi kalau itu alasannya. Karena, aku juga tidak menyukai si tua bangka itu. Dia selalu menatapku dengan tatapan yang merendahkanku. Dasar bangkotan yang menjijikkan,” maki Jay.
“Jangan memaki seperti itu, Honey,” ujar Axellion. Seketika Jay merinding mendengar panggilan Axellion untuknya. Ia bahkan merasa mual dan bereaksi seakan ingin muntah. Itu bukan sekadar akting, tapi ia benar-benar ingin muntah saat mendengar Axellion memanggilnya dengan panggilan itu.
“Axel, sialan!” rutuk Jay yang membuat Axellion terkekeh pelan. “Sekali lagi kau memanggilku seperti itu, aku akan mengundurkan diri secara sukarela,” ancamnya.
“Mama tidak akan membiarkanmu pergi dari sisiku,” ucap Axellion percaya diri.
“Benarkah? Kemarin Aunty bilang kalau dia akan menjodohkanku dengan salah satu putri kenalannya jika aku sudah siap untuk menikah. Dan setelah menikah nanti, Aunty berjanji kalau aku bisa berhenti dan memulai hidup baru dengan istriku,” ungkap Jay dengan senyum kemenangannya.
“Sebenarnya, bosmu itu aku atau Mama?” tanya Axellion.
“Tentu saja, kau. Tapi, aku lebih menyukai Aunty,” jawab Jay membuat Axellion menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Ya, terserah kau. Aku hanya ingin memberimu satu nasihat,” ucap Axellion.
“Nasihat?” tanya Jay dengan sebelah alis terangkat.
“Jangan menikah dengan putri kenalan Mama,” ujar Axellion.
“Kenapa?” tanya Jay.
“Aku takut mereka akan cemburu dengan kemesraan kita nanti,” jawab Axellion yang langsung mendapat timpukan bantal dari Jay.
-------
Love you guys~