Ruby meneliti kaca yang ada di hadapannya dari atas ke bawah, dari kiri ke kanan dengan sepenuh hati, dan terus melakukan itu selama beberapa kali. Ia takut meninggalkan sebutir debu pun di sana seperti pesan Beatrice kemarin. Saat ini, ia tengah membersihkan kamar Claire setelah wanita itu pergi. Dan kini, ia sedang membersihkan pintu kaca besar yang membatasi kamar dan balkon.
Ya, Ruby memutuskan untuk membersihkan kamar Claire setelah majikannya itu bangun. Karena, ia takut akan membangunkan Claire jika ia nekat untuk membersihkan kamar tersebut di saat wanita itu belum bangun. Dan karena itu pula, pekerjaannya di taman telah selesai.
“Apa yang kau lakukan?” tanya Claire yang tiba-tiba muncul di balik pintu hingga membuat Ruby tersentak kaget.
“A, aku sedang membersihkan kaca,” jawab Ruby terbata.
“Kau tidak perlu membersihkannya sampai seperti itu. Lagi pula, kau juga akan membersihkannya setiap hari,” ujar Claire sembari berjalan menuju meja rias untuk mengambil dompetnya yang ketinggalan.
“Tapi, Beatrice berpesan agar aku membersihkannya sampai benar-benar bersih tanpa meninggalkan sebutir debu pun,” ucap Ruby membuat Claire terkekeh. Sementara Ruby bingung melihat Claire terkekeh seperti itu. Memangnya ada yang lucu dari kalimatnya barusan?
“Jangan terlalu percaya pada Beatrice. Dia memang suka menjahili pelayan baru sepertimu,” ujar Claire. “Bersihkan saja sampai kau merasa kalau itu sudah bersih. Tidak perlu sampai seperti tadi. Nanti pekerjaanmu yang lain jadi tertunda hanya gara-gara kaca itu,” lanjutnya kemudian berlalu dari sana.
“Apa? Jadi, kemarin aku dijahili?” gumam Ruby tak habis pikir setelah Claire menghilang dari sana.
Padahal ia sudah sangat serius mendengarkan semua penuturan Beatrice. Jika tahu kalau ia telah dijahili, ia tidak akan membersihkan kaca di hadapannya ini dengan sepenuh hati seperti tadi. Ia sungguh terlihat seperti orang i***t.
“Menyebalkan,” dengus Ruby. Padahal ia sudah susah payah menahan dirinya untuk berhenti mengagumi kamar yang sangat luas dan indah tersebut.
Ia lantas beranjak dari kaca yang sejak tadi ia bersihkan lalu beralih ke meja rias dan yang lainnya untuk ia bersihkan. Untung saja tadi ia sudah merapikan tempat tidur.
Setelah membersihkan dan merapikan kamar Claire, Ruby keluar dari sana menuju ruang kerja Jack. Kata Beatrice, pria paruh baya itu hanya akan berada di sana saat malam hari.
“Tapi, tunggu! Bagaimana kalau aku dijahili lagi dan ternyata Mr. Smith berada di ruang kerjanya?” gumam Ruby, mengantisipasi agar ia tak melakukan yang hanya akan membuatnya malu seperti tadi. Ia pun segera mencegat seorang pelayan yang kebetulan hendak lewat di depannya.
“Ada apa? Apa kau membutuhkan sesuatu?” tanya pelayan itu.
“Aku mau bertanya. Apa sekarang Mr. Smith berada di ruangannya?” tanya Ruby.
“Kau pelayan baru itu, ya?” tanya pelayan itu yang diangguki oleh Ruby. “Pantas saja. Jam begini, Mr. Smith sudah berada di kantor. Beliau hanya akan berada di ruang kerjanya setelah pulang dari kantor dan setelah makan malam,” jelasnya.
“Baiklah. Terima kasih,” ucap Ruby. Setelahnya, pelayan itu pun berlalu dari sana.
“Syukurlah. Setidaknya dia tidak berbohong kali ini,” gumamnya.
“Siapa yang berbohong?” Seketika Ruby terkejut mendengar pertanyaan tiba-tiba itu. Tanpa berbalik melihat orang itu dan hanya mendengar suaranya pun Ruby dapat menebak kalau orang itu adalah Beatrice.
“Siapa yang berbohong, Ruby?” tanya Beatrice lagi yang kini telah berada di hadapan Ruby dengan aura ketegasannya. Ruby lantas menelan ludahnya begitu matanya bertemu dengan mata Beatrice.
“Mmm ... bukan siapa-siapa,” jawab Ruby berbohong untuk menyelamatkan dirinya.
“Kalau begitu, apa yang kau lakukan di sini? Kau tidak bekerja?” tanya Beatrice dengan nada yang lebih tegas dari sebelumnya.
“Aku baru mau ke ruang kerja Mr. Smith setelah membersihkan kamar Miss Smith,” jawab Ruby.
“Lalu, apa lagi yang kau tunggu? Kenapa masih berdiri di sini?” tanya Beatrice.
“Ah, iya. Aku pergi ke sana sekarang,” pamit Ruby kemudian segera kabur dari sana bersama peralatan kebersihannya. Ia bahkan sampai menghela napas lega meski jantungnya masih berpacu dengan sangat cepat karena hampir ketahuan telah merutuki Beatrice oleh orangnya langsung.
-------
“Ruby,” seru Maia seraya menghampiri Ruby yang tengah memotong rumput. Ia pun segera ikut membantu Ruby dengan sebuah gunting besar di tangannya.
“Oh! Kau juga bertugas di sini?” tanya Ruby yang diangguki oleh Maia. “Bukankah kau bertugas di dapur?” tanyanya lagi.
“Aku memang ditugaskan bekerja di dapur. Tapi, karena tugasku sudah selesai, jadi aku harus ikut membantu pekerjaan yang lain. Karena, pelayan di sini harus terus bekerja saat jam kerja. Dan saat melihatmu di sini, aku memutuskan untuk membantu pekerjaan di taman saja,” jelas Maia.
“Ah, begitu,” gumam Ruby. “Tapi, kenapa kemarin-kemarin aku tidak melihatmu keluar dari dapur?” tanyanya.
“Karena, aku baru bebas sekarang. Dan sepertinya aku juga baru melihatmu bekerja di taman jam begini,” ujar Maia.
“Kau benar. Kemarin-kemarin, aku selalu menyelesaikan pekerjaan di taman lebih dulu dari pada pekerjaan yang lain,” ucap Ruby.
“Dan saat itu, aku masih sibuk bekerja di dapur,” sahut Maia yang diangguki oleh Ruby seraya tersenyum.
Setelahnya, kedua wanita tersebut terdiam dan melanjutkan pekerjaannya mereka dengan alat masing-masing. Hingga Maia kembali membuka percakapan, “Ruby, di mana kau bekerja sebelum diterima di sini?”
“Aku bekerja part time sebagai pencuci piring di restoran dan karyawan di sebuah supermarket. Sebelumnya, aku sudah mencoba berbagai pekerjaan. Tapi, kedua pekerjaan itulah yang aku tekuni sebelum akhirnya pindah ke sini,” jawab Ruby.
“Pindah ke sini? Memangnya kau dari mana?” tanya Maia.
“Dari Perth,” jawab Ruby seadanya.
“Perth?!” seru Maia terkejut yang diangguki oleh Ruby. “Wow! Dan kau jauh-jauh datang ke sini hanya untuk jadi pelayan?” tanyanya membuat Ruby terkekeh.
“Andai aku tidak dipecat di kedua tempat itu, mungkin kita tidak akan bertemu di sini,” ujar Ruby seraya tersenyum kecil.
“Ah, jadi kau dipecat,” gumam Maia. “Maaf, aku tidak bermaksud menyinggung perasaanmu,” lanjutnya merasa bersalah.
“Tidak apa-apa. Lagi pula aku bersyukur bisa bekerja di sini. Setidaknya gajiku lebih besar dari pada harus bekerja di dua tempat tapi gajinya bahkan tidak sebesar di sini,” ujar Ruby seketika membuat Maia tersenyum.
“Iya, ‘kan? Gaji di sini sangat besar untuk ukuran pelayan seperti kita. Dan lagi, kita juga sudah disediakan kamar sendiri,” ucap Maia.
“Kamar sendiri? Jadi semua pelayan di sini memiliki kamar tidur sendiri?” tanya Ruby cukup terkejut.
“Kau tidak tahu? Bukankah kau juga tidur sendiri di kamarmu?” tanya Maia balik.
“Ya, aku memang tidur sendiri. Tapi, kupikir karena aku tidur di kamar bekas pelayan sebelumnya dan pelayan yang lain tidur paling tidak berdua dalam satu kamar,” ungkap Ruby membuat Maia terkekeh.
“Kau bercanda? Rumah seluas ini membiarkan pelayannya tidur berdua dalam satu kamar?” tanya Maia.
“Aku memang sudah menduga kalau rumah ini sangat besar. Tapi, aku tidak menduga kalau Mr. Smith akan menyediakan kamar sendiri untuk masing-masing pelayan seperti kita,” jelas Ruby.
“Mr. Smith? Tidak. Justru Mrs. Smith yang mengusulkan ide itu. Dia tidak mau kalau ada pelayan yang merasa tidak nyaman kalau harus tidur bersama orang lain. Dan lagi, itu adalah keputusan terbaik yang diambil Mrs. Smith karena tidak semua pelayan di sini akrab seperti kau dan aku. Tapi, bukan berarti kita saling membenci. Ya, sekadar saling menyapa saja sudah cukup. Selebihnya, kita mengerjakan pekerjaan masing-masing,” jelas Maia.
“Wow. Kupikir Mr. Smith yang mengatur semuanya,” gumam Ruby. “Aku tidak menyangka kalau Mrs. Smith sebaik itu,” lanjutnya.
“Sangat baik. Aku bahkan rela mengabdikan diriku untuk bekerja di rumah ini hanya untuk Mrs. Smith,” ucap Maia membuat Ruby terkekeh.
“Bekerjalah yang benar atau Beatrice akan datang dan menegur kalian,” celetuk Bierce yang tiba-tiba datang hingga mengejutkan kedua wanita itu.
“Astaga, kau mengejutkanku!” seru Ruby seraya mengusap dadanya karena terkejut.
“Lain kali, berilah tanda-tanda kalau kau mau datang. Jangan muncul seperti hantu di siang bolong,” dengus Maia membuat Bierce terkekeh dengan reaksi kedua wanita itu.
“Kalian yang terlalu asyik bercerita sampai tidak menyadari kedatanganku. Padahal aku sempat berdeham sebelum menegur kalian,” ujar Bierce.
“Lagi pula, kenapa kau datang ke sini? Tempatmu hanya di dapur. Pergi sana,” usir Maia.
“Di dalam dapur sangat sesak. Aku bosan berada di dalam sana, jadi aku ingin mencari angin segar di sini. Dan lagi, ada koki lain yang bekerja di dalam,” ucap Bierce.
“Jadi, kau hanya ingin makan gaji buta?” tanya Ruby.
“Bisa dibilang begitu,” jawab Bierce enteng.
“Kau benar-benar berbeda dari yang Leo ceritakan. Dia bilang, dapur adalah rumah keduamu. Tapi, kau bahkan merasa sesak di dalam rumahmu sendiri,” sindir Ruby membuat Bierce terkekeh.
“Dari kemarin aku ingin menanyakan ini, siapa itu Leo?” tanya Maia bingung seraya menatap Ruby.
“Leo adalah salah satu koki di restoran tempatku bekerja dulu. Kami sangat akrab layaknya saudara. Dia juga yang menawariku untuk bekerja di sini setelah aku dipecat dari restoran,” ungkap Ruby yang dibalas dengan Maia yang mengangguk-anggukan kepalanya sebagai tanda bahwa ia mengerti.
“Ya. Dia memang sudah menganggapmu sebagai adiknya sendiri, karena dia juga punya seorang adik perempuan yang seumuran denganmu,” celetuk Bierce.
“Kau benar. Dia pernah memberitahuku tentang hal itu. Dia bilang kalau adiknya berada di Seattle. Dan anehnya, adiknya sangat mirip denganku,” ungkap Ruby.
“Kau mau tahu yang lebih aneh lagi?” tanya Bierce yang mengundang rasa penasaran Ruby dan Maia. “Aku juga memiliki adik perempuan yang seumuran denganmu. Dan, wajahmu juga mirip dengannya,” ungkapnya.
“Benarkah?!” seru Ruby. “Jadi, kami bertiga kembar yang terpisah?” tanyanya tak percaya.
“Tidak. Mereka berdua memang mirip denganmu. Tapi, adikku dan adik Leo sama sekali tidak mirip. Bisa dibilang, wajahmu adalah perpaduan dari mereka berdua,” bantah Bierce. “Lagi pula, adikku sudah meninggal satu tahun yang lalu,” gumamnya membuat Ruby seketika merasa bersalah dan sedih.
“Maaf,” ucap Ruby membuat Bierce terkekeh.
“Kenapa kau minta maaf? Kau tidak melakukan kesalahan apa pun,” ujar Bierce. “Sudahlah, aku masuk dulu. Aku harus memasak, karena sebentar lagi jam makan siang,” lanjutnya.
“Bekerjalah yang rajin agar kau bisa bekerja lama di sini,” gumam Bierce sembari mengacak rambut Ruby kemudian berlalu dari sana.
“Melihatnya memperlakukanmu seperti itu, dia pasti juga sudah menganggapmu seperti adiknya sendiri,” bisik Maia membuat Ruby menoleh padanya. Menatap bingung pada wanita itu.
“Selama aku bekerja di sini, dia tidak pernah bersikap manis seperti itu pada pelayan wanita lain. Sejak adiknya meninggal, dia sudah jarang bercanda gurau seperti dulu lagi. Dia pasti sangat sedih, karena adiknya meninggal saat dia berada di sini,” ungkapnya.
“Memang di mana adiknya?” tanya Ruby.
“Di Perth, kota asalmu,” jawab Maia.
Ruby seketika terdiam. Benaknya lantas mengingat saat Leo mengambil cuti selama dua hari tahun lalu. Pria itu mengatakan kalau ia harus menghadiri pemakanan adik temannya.
‘Jadi, yang Leo maksud waktu itu adalah adik Bierce?’ batin Ruby.
-------
“Ruby!” panggil Claire saat melihat Ruby yang tengah membersihkan sebuah vas bunga di ruang tamu.
“Ada yang bisa kubantu, Miss?” tanya Ruby menghampiri Claire yang baru saja datang bersama seorang pria bertubuh tegap juga tinggi dengan berbagai jenis paper bag di kedua tangannya.
“Ambil ini,” pinta Claire seraya memberikan sebuah paper bag pada Ruby. “Saat belanja tadi, aku tiba-tiba mengingatmu lalu membeli ini untukmu. Ukuran kita tidak jauh berbeda, jadi baju itu pasti pas di tubuhmu,” ungkapnya.
“Tidak, tidak. Aku tidak bisa menerima ini, Miss,” tolak Ruby sembari mengembalikan paper bag tersebut seraya menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Aku tidak menerima penolakan. Ambil ini. Aku membelikannya untukmu dan kau harus menerimanya,” paksa Claire seraya meletakkan paper bag tersebut kembali di tangan Ruby. “Beritahu aku apa kau menyukainya atau tidak, aku akan membelikanmu yang lain kalau kau tidak suka,” ujarnya kemudian berlalu dari sana bersama pria yang berstatus sebagai bodyguard-nya tersebut.
Sepeninggal wanita itu, seketika Ruby merasa tidak enak pada Claire. Ia hanya seorang pelayan. Tapi, kenapa majikannya itu malah membelikannya pakaian yang sudah pasti sangat mahal ini? Menolak pun ia dilarang.
Ia lantas segera beranjak dari sana menuju kamarnya untuk menyimpan paper bag tersebut sebelum ada yang melihatnya dan menyangka kalau ia mencoba untuk mencari perhatian pada Claire.
Sesampainya di dalam kamar, Ruby tak langsung melihat isi paper bag tersebut karena ia masih memiliki pekerjaan yang belum ia selesaikan. Ia juga tak mau dianggap besar kepala hanya karena satu hadiah yang Claire berikan.
Setelah semua pekerjaannya selesai dan para pelayan kembali ke kamar masing-masing, barulah Ruby memeriksa isi paper bag yang Claire berikannya padanya. Dengan enggan, ia meraih sebuah baju dari dalam sana. Lebih tepatnya sebuah mini dress berwarna keemasan dengan lengan bertali serta renda pendek yang berada diujung roknya. Bagian d**a dan punggungnya tak terlalu terbuka hingga membuat dress tersebut tampak lebih anggun.
“Cantik sekali,” gumam Ruby terpukau oleh keindahan dress tersebut.
Ia lantas segera berdiri dan mencocokkan dress itu pada tubuhnya di depan cermin panjang. Tak puas hanya dengan cara itu, ia segera mengganti pakaiannya dengan dress tersebut. Dan benar saja, dress itu sangat pas di tubuhnya seperti ucapan Claire.
“Dress ini sangat indah,” gumam Ruby sembari memutar-mutar tubuhnya di depan cermin dengan gembira. Baru kali ini ia memakai pakaian seindah dan semahal ini. Bahkan, mungkin ia harus menghabiskan gajinya selama setengah tahun untuk membeli dress semahal itu.
Sesaat kemudian ia langsung terdiam dengan tatapan yang masih tertuju pada dress yang ia kenakan melalui pantulan cermin.
“Tapi, ... apa aku layak memakai dress seindah dan semahal ini? Sadarlah, Ruby. Kau hanya seorang pelayan. Dan lagi, ke mana kau akan memakai dress sebagus ini?” tanyanya menatap kasihan pada dirinya sendiri. Ia lalu berbalik dan duduk di tempat tidurnya dengan lesu.
Tak lama kemudian, ia memutuskan untuk kembali mengganti pakaiannya dengan baju tidur yang tadi ia kenakan lalu menyimpan dress tersebut dengan rapi di dalam lemari. Meski ia tidak akan pernah menggunakan dress itu, setidaknya ia harus menjaganya dengan baik. Karena, dress itu adalah pemberian dari majikannya yang baik hati.
-------
Love you guys~