Liam terduduk di balik meja kerjanya yang megah, jari-jemarinya tak henti mengetuk-ngetuk lengan kursi kulitnya. Pandangannya kosong, menatap suatu titik di kejauhan, tetapi pikirannya berputar kencang layaknya badai. Napasnya tampak teratur, namun di balik itu, gelombang kegelisahan menggerogoti relung jiwanya. "Saya benar-benar tidak mengerti," ucap Dokter Elise tadi pagi masih terngiang di telinganya. Suara wanita itu penuh keheranan. "Nadine selalu tampak begitu bersemangat. Dia mengatakan ini memberikannya tujuan. Lalu tiba-tiba ... dia mengundurkan diri tanpa penjelasan yang jelas." Liam menutup matanya, mencoba meredam rasa bersalah yang menghantam. Dia tahu. Dia tahu pasti alasan di balik tindakan Nadine. Itu karena dirinya. "Kami sangat kehilangan," lanjut Dokter Elise, suarany

