Bab 7

1359 Kata
Masalah dengan Megacontruction akhirnya selesai, untungnya Radja menutupi kesalahanku saat diadakan Rapat Umum Pemegang Saham dan kak Rabian serta ayah tidak tahu tentang masalah itu dan aku masih bisa bekerja di perusahaan mereka dengan tenang, untuk saat ini. "Tumben ibu lihat kamu sejak beberapa hari ini masih belum selesai membaca novel itu?" tanya ibu saat membawakan buah potong serta jus ke kamarku. Aku tersenyum dan meletakkan novel Cattaleya yang sedang aku baca di sampingku. "Nggak tahu nih, biasanya aku bisa menyelesaikan satu novel dalam sehari tapi novel ini berbeda bu. Aku sengaja baca perlahan dan lucunya setiap paragraf berhasil membuat dadaku sesak, ibu tahu kenapa?" tanyaku bingung dengan novel satu ini. Jujur aku sangat menikmati setiap bagiannya tapi entah kenapa setiap aku selesai membaca dadaku sesak, kepalaku sakit dan ujung-ujungnya aku menitikkan air mata. Baru kali ini aku hanyut dalam kisah yang terbilang langka ini. "Mungkin karena kamu terlalu menggunakan perasaan atau penulis sengaja menulis cerita ini supaya kamu bisa masuk ke dalam kisahnya dan kamu tahu apa yang terjadi dengan tokoh wanitanya, lucunya nama tokoh wanitanya sama kan dengan namamu," balas ibu. Masuk akal sih, mungkin aku hanyut terbuai karena nama tokoh wanitanya sama dengan namaku dan aku merasa dirikulah yang sedang berperan. "Ya sudah, ibu keluar dulu. Jangan lupa makan buahnya," ibu lalu berdiri dan meninggalkan kamarku. Aku kembali mengambil novel itu dan melanjutkan kisahnya. Di dalam novel ini hubungan Cattaleya dan laki-laki tanpa nama itu masih layaknya anjing dan kucing, setiap hari mereka bertikai bahkan untuk hal kecil, ditambah persaingan dalam menentukan peringkat. Walau nakal laki-laki tanpa nama itu tidak kalah pintarnya dibandingkan Cattaleya dan itu semakin menambah persaingan di antara mereka. "Dasar egois, seharusnya laki-laki itu mengalah," kataku ketus. Aku pun melanjutkan kisah mereka, perlahan-lahan hubungan bagai kucing dan anjing itu mulai membaik. Cattaleya mulai menerima laki-laki tanpa nama itu sebagai teman serta saingannya. Cattaleya semakin giat belajar agar laki-laki tanpa nama itu tidak mengalahkannya. Sayangnya kali ini Cattaleya kalah dan kedudukannya sebagai peringkat nomor satu di sekolah diambil laki-laki tanpa nama itu. Marahkah Cattaleya? Tidak, Cattaleya akhirnya sadar kalau laki-laki tanpa nama itu hanya memakai kedok sebagai anak nakal untuk mencari perhatian orangtuanya. Orangtua laki-laki tanpa nama itu terlalu sibuk dan mengabaikan dia makanya dia menggunakan kenakalannya agar orangtuanya mau memperhatikannya. Hubungan mereka pun semakin dekat dan saat acara perpisahan laki-laki tanpa nama itu menyatakan cintanya. "Ya ampun, seru banget!" teriakku girang. Aku mengatur posisi agar lebih nyaman sambil memakan buah potong yang disiapkan ibu. Will you be my princess? Tanya laki-laki tanpa nama itu di bawah terangnya bulan. Cattaleya tersipu malu dan langsung mengangguk setuju. Astaga ... astaga ... aku juga mau! Dalam mimpi-mimpiku ada pangeran berkuda putih mengatakan hal yang sama, sayangnya aku tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas. Huwaaaaa, aku cemburu dengan Cattaleya di novel ini. Cattaleya dan laki-laki tanpa nama itu akhirnya pacaran. Hubungan mereka sangat dekat dan laki-laki tanpa nama itu sangat mencintai kekasihnya itu. Setiap hari mereka belajar bersama supaya bisa masuk ke universitas yang sama. Perubahan sikap laki-laki tanpa nama itu menarik perhatian orangtuanya dan suatu hari orangtuanya menemui Cattaleya. Nah loh, orangtua mulai ikut campur. Aku yakin orangtua laki-laki tanpa nama itu jahat dan menyuruh Cattaleya meninggalkan kekasihnya. Cerita semakin seru dan tanpa terasa buah potongku habis, aku menutup novel dan berniat mengambil buah potong lagi di dapur tapi kisah Cattaleya lagi seru-serunya dan aku mengurungkan niatku keluar dari kamar. "Bu, aku mau buah lagi dong," teriakku agar ibu membawakan sepiring buah potong lagi. "Bu ... Ibu sayang ... Ibu oh Ibuuuuu, anakmu pengen buah potong," teriakku lagi dengan nada sengaja dibikin mendayu-dayu agar ibu tidak mengutukku jadi batu. Sayangnya ibu tidak menjawab panggilanku. Aku membuang napas dan mau tidak mau aku pun berdiri dari posisi ternyamanku. Tok tok tok "Ya elah si ibu pakai acara ketok pintu segala, masuk saja sih bu," ujarku dengan senyum manis. "Catta, ini buah potong buat kamu. Tante Wida pergi arisan ke rumah sebelah dan nyuruh aku antarkan ini," aku melihat Pangeran di pintu masuk dengan tangan membawa sepiring buah potong. "Lah kok elo?" tanyaku kaget. "Lah kan sudah dijelaskan, tante mulai pikun ya? Atau salah tingkah berada satu kamar dengan cowok secakep aku. Ya ampun tan, jangan mancing bisa nggak? Tahu saja kalau aku doyan cewek berkutang," ujarnya sambil melihatku dari atas sampai bawah. Aku reflek ikut dan mataku langsung membesar saat sadar kini aku hanya memakai tanktop dengan belahan rendah dan hotpan pendek. "Arghhhhhh! Pangeran gila!" teriakku sambil berlari menuju ranjang lalu menutup seluruh tubuhku dengan selimut. "Ya elah, biasa aja reaksinya tan. Tante Wida bisa salah sangka dan menyuruhku menikahi tante nih," aku menggigit bibirku, ingin rasanya aku menendangnya tapi aku nggak mungkin keluar dari selimut ini. "Keluar! Keluar!" teriakku. "Sabar tan, orang sabar pantatnya lebar. Dari dulu doyan banget ngusir aku, takut ya pesona seorang Pangeran membuat tante akhirnya jatuh cinta lagi?" ujarnya masih dengan rasa percaya dirinya. Heh, jatuh cinta lagi? Sok tahu banget, jangankan jatuh cinta lagi. Cinta pertama saja aku tidak punya, rasanya. "Tan, aku lapar." "Bodo! Memangnya di sini warung! Keluar!" usirku lagi. "Tan, aku bisa mati kalau nggak makan," aku merasakan tangannya memegang selimutku. "Hey jangan coba-coba!" "Makannnnnn," rengeknya manja. Astaga! Emosiku kian meluap, aku tidak peduli dengan penampilanku seseksi ini. Aku membuka selimut dan melihat Pangeran terduduk di lantai sambil memegang perutnya. Wajahnya penuh dengan peluh dan bibirnya membiru. "Astaga, elo kenapa?" aku lalu membantunya berdiri dan membawanya ke ranjangku. "Makan ..." rengeknya lagi. Kenapa sih Pangeran seperti mau mati setiap aku tidak memberinya makan? Jangan-jangan Pangeran sedang sakit? "Tunggu, gue ambilkan dulu," aku pun meninggalkan kamarku dan langsung menuju dapur, untungnya ibu sempat masak sebelum pergi arisan. Aku mengambil sepiring nasi dan lauknya, setelah itu aku langsung menuju kamarku lagi. Aku melihat Pangeran menutup matanya, peluh masih membasahi wajahnya. "Katanya makan, eh malah tidur. Kapan sih elo berhenti gangguin hidup gue," aku meletakkan piring di atas nakas dan memegang keningnya. "Ya ampun, panas banget." Baju Pangeran mulai basah oleh keringat, aku membuka satu persatu kancing bajunya agar dia tidak masuk angin. Mataku terpaku pada bekas operasi dibagian perutnya, bekas itu sangat panjang seolah Pangeran pernah mengalami hal tragis dalam hidupnya. "Elo sakit apa sih? Kenapa lukanya seperti ini," aku menyentuh bekas operasi itu dan tubuhku langsung bergetar hebat. Hatiku langsung tertusuk sembilu seakan aku penyebab Pangeran mendapatkan luka itu. Tiba-tiba aku teringat ucapan Alex soal Pangeran pernah ke neraka dan pasti itu ada hubungannya dengan luka ini. "Tan, kamu jijiknya dengan luka ini?" aku melihat Pangeran membuka matanya. Aku kaget dan langsung mengangkat tanganku dari perutnya. "Apaan sih," aku membuang muka. "Tante jijik ya dengan luka itu?" tanyanya lagi. "Biasa saja, aku juga punya luka." Aku teringat akan luka besar di punggungku, entah kenapa luka itu ada di sana. Aku lupa pernah jatuh atau cedera dan ibu bilang luka itu didapat saat aku masih kecil. Ya mungkin karena itu aku tidak ingat kapan dan bagaimana luka itu bisa ada di punggungku. "Bisa lihat?" tanyanya sendu. "Nggak! Lo jangan ambil kesempatan dalam kesempitan!" tolakku. "Lah tante saja seenaknya buka-buka bajuku, itu p********n loh! Tante mau aku lapor polisi?" ancamnya. Shit! Aku kejebak ulahku sendiri. "Terus elo mau gue buka baju juga?" "Bukan, aku hanya mau melihat luka di punggung tante. Aku janji nggak akan cabulin tante," pintanya lagi. Aku melihat ketulusannya dan reflek memutar tubuhku, pelan-pelan aku membuka tanktopku dan memperlihatkan bekas luka yang cukup besar di punggungku. Aku menunggu beberapa saat dan tubuhku memberi reaksi aneh saat merasakan tangan hangat Pangeran menyentuh luka itu. "Luka ini ... luka ini membuatku sedih," ujarnya. Aku langsung memakai kembali tanktop dan memutar tubuhku agar dia segera bangun dari ranjangku, tapi aku melihatnya menghapus airmatanya secara diam-diam. "Puas? Jadi berhenti bilang gue mencabuli elo!" aku ingin berdiri tapi Pangeran langsung menarikku ke dalam pelukannya. "Lepaskan! Elo mau apa!" aku meronta sekuat tenaga agar dia melepaskan pelukannya. "Sebentar saja ... tolong izinkan aku memeluk kamu. Aku sangat merindukan kamu, Cattaleya," bisiknya pelan di telingaku. Anak ini kenapa sih, kenapa jadi melow seperti ini. Bulu kudukku langsung berdiri, jangan bilang Pangeran mau memperkosaku di kamarku sendiri? Tidak! ****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN