Bab 3

1529 Kata
"Sebelum ke apartemen kita bisa mampir ke suatu tempat?" tanya pak Radja sebelum kami meninggalkan bandara, aku meliriknya dari kaca spion lalu mengangguk pelan. "Bisa pak, hari ini ibu Missye memberi tugas ke saya untuk menemani bapak ke mana saja, jadi saya akan mengantar ke mana pun bapak mau," balasku sedikit berbohong. Ibu Missye hanya menyuruhku menjemput pak Radja lalu mengantarnya ke apartemen. Lain cerita kalau pak Radja sendiri yang memintaku mengantarnya ke tempat lain. Ini kesempatan langka, kapan lagi bisa menghabiskan waktu berduaan dengan laki-laki setampan pak Radja. "Terima kasih, ini alamatnya ..." pak Radja menyerahkan sebuah memo dan lokasinya lumayan jauh dari bandara. Tuhan sepertinya sudah menakdirkan pertemuan kami, aku bisa menghabiskan waktu berjam-jam dengannya. "Tolong bangunkan saya sesampainya di alamat itu," pintanya lagi, aku kembali melirik dari kaca spion lalu mengangguk pelan. "Baik pak," balasku pelan. Ya ampun melihatnya dari kaca spion saja rahimku langsung menghangat. Ini kah yang namanya jatuh cinta pada pandangan pertama? Rasanya begitu indah seperti bayanganku selama ini. Ternyata laki-laki sesempurna tokoh novel yang selalu aku impikan ada dan kini sedang tidur di belakangku. Setelah puas melihatnya barulah aku mengemudikan mobil menuju alamat yang diberikan pak Radja, untungnya kawasan itu sangat aku kenal. Alex pernah membawaku ke daerah sana beberapa minggu yang lalu. Sepanjang perjalanan entah sudah berapa kali aku melirik pak Radja yang tertidur lelap, sepertinya dia sangat kelelahan. Biasanya aku paling benci jalanan macet tapi kali ini aku berdoa semoga macet semakin parah dan aku bisa berlama-lama mengagumi makhluk sesempurna pak Radja. Sesampainya di alamat yang diberi pak Radja aku pun membangunkan pak Radja, entah kenapa rasanya aku pernah ke rumah ini. "Pak, kita sudah sampai," panggilku pelan. "Hmmmm," jawabnya dingin. Aku menghidupkan lampu agar suasana gelap bisa sedikit terang. Pak Radja membuka kacamatanya dan melihat ke arah luar. Beberapa kali aku mendengarnya membuang napas seolah tempat ini tidak menerima kedatangannya. "Maaf saya lancang, ini rumah siapa pak?" tanyaku penasaran. "Rumah keluarga saya, ayo turun," ajaknya. Aku hanya bisa mengucapkan huruf o setelah tahu kalau rumah ini adalah rumah orangtuanya. Aku pun ikut turun dan jalan di belakang pak Radja, aku masih mengagumi kesempurnaan pak Radja. "Sepertinya kamu suka melamun," aku berhenti tepat di depan pak Radja, hanya sejengkal jarak kami dan reflek aku langsung mundur beberapa langkah. "Maaf," aku menundukkan kepala saking malunya. Tak lama aku mendengar suara pintu dibuka. "Cattaleya?" aku mengangkat kepala saat mendengar suara yang tidak asing memanggil namaku. "Sandra? Loh kok kamu di sini?" tanyaku bingung. Aku melihat ke sekeliling rumah ini dan akhirnya ingat kalau rumah ini adalah rumah Sandra, pantasan rasanya aku pernah ke sini. Rumah ini terasa tidak asing dan ternyata aku pernah datang ke sini saat dulu Alex menjemput Sandra. "Loh kok kamu di sini?" tanya Alex, aku melihat Alex berdiri di samping Sandra dengan wajah sama bingungnya dengan Sandra. "Aku ngantar bos baru yang baru datang dari Hongkong," balasku. "Oh, jadi abang kerja di kantor papi?" tanya Alex. "Ya begitulah, kalian nggak mau mempersilakan kami masuk dulu?" tanya pak Radja tanpa basa basi. Fix pak Radja ada hubungan dengan keluarga Sandra, mungkinkah sepupunya Sandra atau hanya keluarga jauh? "Kalian saling kenal?" tanya pak Radja bingung sesaat setelah kami duduk di ruang tamu. "Catta ini adiknya papi, bang," balas Alex. Bang? "Ooooo, ternyata kamu adiknya pak Rabian. Ternyata dunia itu sempit ya. Saya Radja, kakak tertua Sandra," ujar pak Radja memberitahuku apa hubungannya dengan Sandra. Ooooo dunia ternyata sempit dan aku sungguh tidak menyangka kalau Radja adalah kakaknya Sandra dan bocah rese itu. Aku melihat foto keluarga Sandra di dinding dan sama sekali tidak menemukan keberadaan pak Radja di foto itu, di foto itu hanya ada Sandra dan si bocah rese dengan senyum menyebalkannya. "Pasti kamu heran kenapa saya nggak ada di foto itu? Saya anak haram keluarga ini dan haram hukumnya memajang foto saya," ujarnya memberitahuku. Aku melihat kesedihan di wajahnya dan ternyata ini jawaban kenapa pak Radja seakan enggan datang ke sini. "Bang, bisa nggak jangan bahas itu lagi. Nggak ada satu pun orang di rumah ini menganggap abang seperti itu, kasihan mami kalau dengar," ujar Sandra dengan wajah murung. Aku sedikit tidak enak dengan pembahasan mereka mencoba memberi kode ke Alex agar mengubah topik pembahasan agar suasana tegang antara Sandra dan pak Radja bisa mencair. Alex menggelengkan kepalanya dan menyuruhku memulai topik lain. "By the way di mana bocah rese itu? Tumben wajah menyebalkannya nggak nampak dari tadi," ujarku mengalihkan topik. Sandra membuang napasnya lalu mencoba untuk bersikap biasa, "Pangeran? Lagi ke Paris, ada konser di sana," ujarnya sambil menunjukkan video konser yang berisi Pangeran KW dengan dandanan ekstrem berteriak menyenandungkan lagu yang membuat kupingku sakit. Kenapa mereka sangat berbeda, yang satu sangat sempurna dan yang satu lagi jauh dari kata sempurna. Kalau bisa dibilang Pangeran itu produk gagal dan pak Radja produk limited edition. "Anak itu kapan dewasanya?" tanya pak Radja dengan nada dingin. Ternyata raja dan pangeran tidak akur, sepertinya kisah di novel-novel tidak berlaku di keluarga Sandra. "Abang masih marah ya sama Pangeran?" "Seharusnya dia melupakan impiannya tentang musik dan belajar menjalankan perusahaan jadi papi nggak perlu merecoki hidup abang lagi. Seharus dia yang mengambil posisi ini bukannya abang," "Bang, bisa kita bahas nanti saja. Abang nggak kangen aku?" Sandra mencoba menenangkan pak Radja yang kini berapi-api. Aku hanya bisa diam dan penasaran kenapa pak Radja bisa seperti itu. Pak Radja membuang napasnya lalu membentangkan tangannya seolah ingin Sandra memeluknya, andai aku bisa berada di posisi Sandra pasti bahagia banget bisa dipeluk laki-laki sesempurna pak Radja. Astaga! Lagi-lagi rahimku menghangat saat membayangkan kepalaku berada di d**a bidang pak Radja. "Kamu kenapa?" panggilan Alex membuyarkan lamunanku, Alex mendekat dan berbisik pelan di telingaku, "jangan ngayal, bang Radja sudah punya tunangan dan mereka akan menikah sebentar lagi," bisik Alex. Tunangan? Menikah? Oh no! Pangeranku! Lututku langsung lemas, sekalinya bertemu laki-laki sempurna bak pangeran impian eh ternyata sudah punya tunangan dan sebentar lagi mereka akan menikah. Cintaku layu sebelum berkembang, jangankan berkembang kuncup saja belum sempat. Rahimku yang tadinya hangat langsung berubah dingin, buyar sudah impianku dan mungkin akan sulit menemukan pangeran sesempurna pak Radja. "Tapi Pangeran masih jomblo, siapa tau kamu masih berminat menikah dengan ‘pangeran'," ujar Alex sambil membuat tanda kutip dengan tangannya. "Ogah!" **** Beberapa hari kemudian. Sesuai kesepakatan pak Radja menutupi statusku dan bersikap seperti atasan dan bawahan dan aku akui pesona pak Radja masih sulit terbendung dan tak jarang aku hanya bisa mengaguminya dari jauh. "Mbak, pak Radja minta laporan keuangan harus selesai hari ini," ujar Bimo sebelum pulang. Seharusnya aku mengambil cuti mulai hari ini tapi aku batalkan saat pak Radja meminta seluruh karyawan jangan mengambil cuti sampai RUPS selesai diadakan. "Iya, ini lagi dikerjakan. Pak Radja sudah pulang?" tanyaku. "Pak Radja baru aja berangkat ke Hongkong, gosipnya sih tunangannya lagi sakit," balas Bimo. Lah katanya nggak boleh ada cuti dan ternyata dia sendiri cuti diam-diam. Terkadang atasan suka seenaknya buat aturan tapi nggak pernah mematuhi aturan yang dibuatnya sendiri. "Oh, beruntung ya yang jadi tunangannya," balasku sedih. Bimo mengangkat bahunya dan meninggalkan aku sendiri menyelesaikan laporan keuangan ini, beruntung pekerjaanku masih banyak dan tidak perlu pulang lebih awal untuk ikut membahas acara pernikahan Alex dan Sandra. Hari semakin larut dan ternyata jarum sudah menunjukkan pukul 10 malam, sepertinya acara itu sudah selesai dan aku bisa langsung pulang. Untungnya aku bisa meyakinkan bunda untuk mengizinkanku tidak ikut acara itu dengan alasan pekerjaan. Jadi aku bisa menghindari bocah rese itu. "Tan, masih lama? Hoammmm, aku ngantuk nih," aku tersentak saat mendengar suara di belakangku. Aku melihat bocah rese sedang berdiri sambil menyandarkan badannya di dinding, mulutnya mengunyah permen karet. Penampilannya urakan dengan jaket serta jeans yang mulai buluk. Rambutnya kali ini diikat dan aku akui wajah pak Radja dan Pangeran sangat mirip, mereka bagai pinang dibelah dua. Hal yang bisa membedakan mereka hanya penampilan dan tingkah laku saja. Seharian lihat pak Radja lalu melihat Pangeran rasanya seperti melihat berlian lalu melihat batu kali. Jauh brayyyyyy. "Ngapain lo ke sini?" Kenapa sih harus bertemu bocah rese ini, susah-susah menghindar tapi ujung-ujungnya ketemu lagi. "Jemput tante lah, masa jemput kuntilanak walau aku akui tante dan kuntilanak itu mirip banget," ujarnya meledekku. Sialan! Aku disamakan dengan kuntilanak, mana ada kuntilanak secantik aku. "Nggak perlu, gue bisa pulang sendiri," aku menolak dan melewatinya begitu saja. "Ya sudah, hati-hati di jalan tan. Malam jumat loh sekarang apalagi bau tante ... kayak bau rumah mereka," ujarnya sambil mengendus-endus diriku. "Maksud lo apa?" "Tan, pake parfum apa sih? Baunya nggak enak banget, kayak bau kuburan. Hiiiiii bulu kudukku langsung berdiri," aku melihatnya mengusap tangannya. Sialan! Parfume mahalku! "Ya sudah, lo antar gue pulang ..." aku melihatnya lalu menatapnya tajam, "kita ke kuburan, biar lo tau gimana bau kuburan itu. Ini bau melati bukan bau kuburan!" sambungku kesal. "Lah melati identik dengan kuburan loh tan, masa tante nggak paham. Oh pantas jomblo akut," sindirnya tajam. Sialan! Perlu ya bahas masalah itu. "Minggir lo!" "Tan, gantengan mana Pangeran atau Radja?" tanyanya tiba-tiba. "Ya Radja lah, elo mah nggak ada secuil kukunya," balasku dengan tegas. "Jadi tante suka ya sama abangku? Hati-hati tan, tunangannya galak." Masa bodo! Flasback end Dan sejak itu kisah antara aku, Pangeran dan Radja dimulai. ****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN