Bab 4

1201 Kata
Semua pekerjaanku sudah selesai dan kini waktunya melanjutkan pekerjaan pribadi yang sempat tertunda yaitu membaca novel setelah satu minggu ini tugas kantor menyita waktuku dan tumpukan novel-novel semakin menggunung baik di rumah dan juga laci meja kerjaku. Belum ditambah pesanan dari online shop yang silih berganti berdatangan ke rumah dan juga kantor. "Waktunya membaca," aku mengambil novel roman teratas dan mulai membuka lembar pertama. Aku tersenyum kecil saat membaca kata-kata pertama di lembar awal novel ini. Kenangan yang sempat hilang bukankah bisa dikembalikan dengan membuat kenangan yang sama? Istanacinta20 "Wah kata-kata yang sangat indah," aku melihat nama penulis baru yang novelnya baru kali ini aku baca. Aku membuka halaman pertama dan sebuah nama membuatku bergedik, namaku tertulis di kalimat pembuka, bukan karena kisahnya diambil dari kisahku tapi nama tokoh wanitanya sama persis dengan namaku, aku semakin tertarik melanjutkan ceritanya. "Catta, bisa ke ruangan saya?" sayangnya panggilan Radja membuatku menutup kembali novel yang baru saja hendak aku baca tadi. Aku menutup kembali novel tadi lalu mengangguk pelan dan bergegas menuju ruangannya. Radja berjalan menuju meja kerjanya lalu mempersilakan aku untuk duduk di depannya. "Ada yang bisa saya bantu pak?" tanyaku seramah mungkin. Walau sudah punya tunangan Radja tetap mempesona di mataku dan sebisa mungkin aku akan bersikap profesional meski berada di sampingnya membuat dadaku berdetak kencang. Radja membuka laci mejanya dan mengeluarkan sebuah map berwarna biru. Sepertinya berhubungan dengan kerjasama perusahaan Megaconstruction dan perusahaan ayah. "Saya mau kamu ke Bandung besok sebagai utusan perusahaan kita, saya ada urusan penting dan nggak bisa hadir dipertemuan itu" ujarnya pelan. Alah, bilang saja kamu mau jengukin tunanganmu pakai acara ngeles segala. Lagian kenapa bukan tunangannya sih datang ke sini, manja banget! gerutuku dalam hati. Ya ampun kenapa aku sesewot ini sih, terserah dia dong mau jengukin tunangannya atau tidak. "Catta?" panggilan Radja membuyarkan lamunanku, "bisa kamu gantiin saya ke Bandung?" tanyanya lagi. Bandung? Rasanya sudah sangat lama aku tidak ke sana, terakhir kali aku ke sana saat mengunjungi Alex yang memutuskan pindah ke sana sejak menikah dan itu enam bulan yang lalu. "Baiklah Pak," aku menerima map itu dan mulai membaca isinya. Untungnya aku sedikit paham tentang kerjasama itu dan berhubung long weekend aku bisa gunakan waktu ini untuk libur di villa ayah dan tiga hari waktu yang panjang untuk menyelesaikan tumpukan novel di laci meja. "Ah iya, mumpung kamu akan ke Bandung sekalian ajak Pangeran ya, dia saya tugaskan menjadi supir kamu daripada anak itu nggak ada kerjaan dan keluyuran dengan preman-preman tidak jelas," ujarnya seakan tidak tahu kalau bocah rese bernama Pangeran sudah aku coret dari daftar laki-laki yang boleh pergi satu mobil denganku. Senyumku langsung hilang saat mendengar nama bocah itu keluar dari mulut Radja. "Hubungan kalian masih jelek?" tanya Radja setelah melihat wajah suramku. "Nggak ada supir lain pak?" tawarku. "Ada sih tapi Pangeran maksa buat jadi supir kamu," balas Radja. Nahkan iya, kapan sih bocah itu berhenti menggangguku. Radja kembali sibuk dengan pekerjaannya dan itu tandanya aku tidak bisa nolak Pangeran yang akan menjadi supirku. "Nasib gue jelek amat dah," rutukku kesal. **** Seharusnya perjalanan ke Bandung terasa indah tapi nyatanya sepanjang perjalanan aku hanya bisa diam membisu, aku juga sengaja duduk di bangku belakang agar Pangeran tidak mengambil kesempatan dalam kesempitan. Untungnya aku membawa novel yang kemarin batal aku baca. Sedari dulu aku paling tidak suka membaca sinopsis sebuah novel, bagiku apapun cerita yang disajikan tanpa melihat sinopsis pun aku pasti menyukainya tapi tidak kali ini. Ada keinginan dalam hati untuk membaca judul dan sinopsis novel yang tokoh wanitanya memakai namaku ini. "Cattaleya." Judul novel ini. Aku pun membaca sinopsis di cover belakang dan ada kalimat yang membuat hatiku merasa diremas sembilu. Saat sebuah kenangan indah hilang mampukah cinta membuatnya datang kembali? "Tan, lapar nih. Makan yuk," ajaknya sambil melirikku dari kaca spion. Sapaan dan panggilan Pangeran membuatku menyimpan kembali novel tadi, entah kenapa aku jadi sesedih ini dan mood membacaku langsung hilang. "Kenyang, nggak usah pakai acara singgah-singgah dulu," balasku dengan nada ketus dan dingin. Aku tahu ini hanya modusnya untuk menggangguku atau menggodaku dengan rayuan recehan ala ala ababil. "Tan, aku bisa mati kalau nggak makan nih," rengeknya lagi. Ya Tuhan, aku jadi penasaran berapa sih umur Pangeran, kenapa manjanya ngalahin anak tetanggaku. "Nanti saja makannya kalau kita sudah sampai Bandung, lemah banget sih jadi cowok!" sindirku kejam dan dalam hitungan detik mobil tiba-tiba berhenti mendadak, Pangeran lalu turun dari mobil dengan membanting pintu. Aku hendak memakinya tapi aku batalkan saat melihat Pangeran terhunyung ke ujung jalan, dia terlihat tidak sehat dan tak lama aku melihat dia memuntahkan seluruh isi perutnya. Aku membuka pintu lalu mendekati Pangeran, reflek aku menepuk punggungnya agar semua rasa tidak enak di perutnya bisa hilang. "Elo kenapa?" walau kesal dengan ulahnya tapi aku nggak mau dia kenapa-napa dan ujung-ujungnya aku disalahkan Radja karena gagal menjaga adiknya. "O...obat, tolong obat di tas," Pangeran menunjuk ke arah tasnya dan aku pun bergegas kembali ke dalam mobil untuk mengambil obat yang dipintanya. Ternyata di dalam tasnya tersimpan banyak jenis obat-obatan dengan merek jarang aku baca. Obat apa ini? Kenapa Pangeran seperti sangat membutuhkan obat ini? Aku pun bergegas menuju tempat Pangeran dan menyerahkan tas berisi obat-obatnya. "Ini," aku menyerahkan obat yang dipintanya dan dengan kasar dia mengambilnya dari tanganku. "Umur elo berapa sih? Bisa-bisanya muntah diperjalanan, ke Bandung pula! Kalah anak tetangga gue!" gerutuku kesal. Dia meminum obatnya dan tidak lama kondisinya mulai membaik, tatapan matanya sangat berbeda kali ini, "Ada kalanya sebuah kisah terjadi karena campur tangan seseorang, sayangnya orang itu tidak sadar," balasnya sambil melewatiku lalu kembali masuk ke dalam mobil. "Et dah, ngomong apa sih bocah itu." Aku pun kembali masuk ke dalam mobil dan suasana canggung kembali terulang, aku melirik ke arah Pangeran melalui spion dan kali ini aku melihat wajah Pangeran sangat mirip dengan Radja saat dia terlihat serius. Mereka bagaikan pinang dibelah dua, bisikku dalam hati. "Aku cakep ya tan?" Beuh, Pangeran tetaplah Pangeran dan sampai kapanpun dia tidak akan bisa menjadi Radja karena mereka dua orang yang berbeda walau darah mereka sama. **** Untungnya pertemuan dengan pihak investor berlangsung lama dan aku bisa menghabiskan waktu tanpa perlu pusing memikirkan hal lain di luar pekerjaan. "Kami setuju menanamkan modal agar perusahaan Dharmawangsa bisa semakin dikenal dikalangan masyarakat dan sebagai investor kami juga akan diuntungkan dengan publikasi ini, terima kasih nona Cattaleya," ujar bapak Budi selaku perwakilan Megacontruction. "Sama-sama pak, saya sebagai perwakilan bapak Radja mengucapkan terima kasih atas berhasilnya kerjasama kita," balasku dengan ramah. "Senang bekerjasama dengan nona Cattaleya." "Catta, bapak boleh memanggil saya Catta saja," balasku. "Oh iya, tolong sampaikan ke bapak Radja kalau tunangannya sangat cantik dan semoga cepat sembuh," ujarnya sebelum meninggalkan ruang pertemuan. Ternyata hanya aku yang tidak pernah melihat tunangan Radja sedangkan pak Budi saja tahu kalau tunangan Radja itu sangat cantik dan sedang sakit. "Pantasan Radja sering menjenguknya, aku sudah berpikiran sangat buruk padanya," aku menghela napas dan mulai merapikan kembali file-file penting yang berserakan di meja dan juga lantai. "Tan, kok cantik banget sih hari ini?" sapaan Pangeran aku abaikan dan lebih memilih menyusun file-file itu ke dalam tasku. "Sombong amat sih jadi cewek, amat saja nggak sombong," ujarnya lagi. "Gue bukan amat dan wajar gue sombong kalau nggak elo pasti gede kepala, ngerasa elo itu paling ganteng di dunia," balasku penuh sindiran. Aku mendengarnya tertawa lepas. "Emang ganteng kok dari dulu dan bahkan duluuuuuuuu ada seseorang sampai tergila-gila sama aku tapi sayangnya ..." dia berhenti bicara dan wajah cerianya berubah menjadi sendu. "Sayang apa?" tanyaku penasaran. "Sayangnya dia lebih suka hidup dalam dunianya sendiri dan melupakan kalau ada Pangeran sedang menunggunya di istana." Wajah isengnya berganti dengan wajah serius. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN