Sesuai kesepakatan awal akhirnya aku memilih tidur di villa milik ayah sedangkan Pangeran di rumah Sandra. Untunglah anak itu tahu diri dan tidak memaksaku membawanya ke villa.
"Yakin kamu mau nginap di villa opa?" tanya Alex saat dia mengantarku ke villa.
Sandra tidak ikut karena kehamilannya sedikit riskan untuk perjalanan jauh. Aku mengangguk pelan lalu turun dari mobil Alex, tidak lupa aku mengeluarkan semua barang-barangku terutama tumpukan novel yang sengaja aku bawa dari Jakarta.
"Nggak bosan baca novel-novel itu? Sampai kapan sih kamu hidup dalam dunia khayalan?" tanya Alex.
"Nggak akan pernah bosan dan aku bahagia dengan khayalanku itu, meski khayalan tapi terasa nyata," balasku dengan riang.
"Kenapa memilih dunia halusinasi dibandingkan dunia nyata? Nggak akan berakhir bahagia," sambungnya lagi.
"Bagiku memikirkan dunia khayalan saja sudah membuatku bahagia, karena di sudut hati terdalam entah kenapa aku merasa dunia nyata hanya akan membuatku sedih saja," balasku lagi.
Alex membuang napasnya, dia tahu berdebat denganku hanya akan menghabiskan waktu saja. Alex mengambil novel lalu membacanya.
"Cattaleya? Istanacinta20? Hahaha nggak nyangka kalau ..." Alex berhenti bicara, "aku boleh pinjam? Aku sangat penasaran dengan kisah 'Cattaleya' versi novel ini," sambungnya dengan wajah penuh harap.
Sayangnya aku bukan tipe pembaca yang mau berbagi novel dengan orang lain terutama novel itu, aku sangat penasaran dengan kisahnya dan jangan harap aku mau meminjamkannya.
"Sowryyy ponakanku sayang, kalau kamu mau baca silakan beli di toko buku. Aku saja belum baca dan rencananya hari ini aku harus menyelesaikannya," aku merebut novel itu dari tangannya.
"Pelit banget, ya sudah aku langsung minta ke penulisnya saja!" Alex menggerutu kesal seolah dia sangat mengenal penulis novel ini. Aku mencibirnya dan yakin dia tidak mungkin mengenal penulis novel ini.
"Bye ... Salam buat Sandra ya," aku melambaikan tangan ke arahnya.
"Kalau Pangeran? Mau disalamin juga?" tanyanya dengan senyum licik.
"Iya, bilang saja ada salam dari penghuni neraka," balasku asal.
Wajah Alex langsung berubah tegang,"Dia pernah kembali dari neraka dan aku nggak mau mengungkit neraka di depannya," balas Alex dengan makna yang sulit aku cerna.
"Hey maksud kamu apa?" tanyaku penasaran.
Wajah tegangnya berubah jadi ceria dan Alex pun pergi tanpa menjelaskan maksud ucapannya.
"Aneh banget, au ah mending aku masuk dan beristirahat," aku pun membawa seluruh barang-barangku menuju villa yang rasanya sudah sangat lama tidak aku kunjungi.
Aku mencoba mengingat kapan terakhir kalinya aku berkunjung ke sini dan anehnya aku lupa pernah datang ke villa ini, aku hanya ingat saat aku masih kecil ayah pernah membawaku ke sini.
"Mbak Catta?" aku menoleh ke arah suara dan melihat ada ibu-ibu yang tidak aku kenal sedang berdiri di sampingku.
"Iya saya Catta, ibu mengenal saya?" tanyaku dengan sopan.
"Mbak lupa ya? Saya ibu Minah, tetangga sebelah villanya mbak," jawab ibu itu sambil menunjuk ke arah rumah di samping villa.
"Oh tetangga sebelah, maaf ibu saya sedikit lupa," balasku sambil menggaruk kepala yang tidak gatal walau sebenarnya aku benar-benar tidak mengingat siapa ibu itu.
"Hahaha nggak apa-apa, saya pikir Mbak Catta hilang ingatan loh sejak kejadian itu," ujarnya lagi.
"Kejadian apa?" tanyaku bingung.
"Itu ..."
Tinnnnnn
Ucapan itu terhenti saat aku mendengar suara klakson panjang. Aku melihat mobil Alex berhenti di depanku.
"Loh kok kamu balik lagi?" tanyaku bingung.
"Ayo kita kembali ke Bandung," ajak Alex tergesa-gesa sambil menarik tanganku.
"Ada apa?"
"Nanti saja! Kamu nggak boleh di sini sendirian," Alex menyuruhku masuk ke dalam mobil, anehnya dia sengaja mengunciku dari luar.
Aku melihatnya mendekati ibu itu dan entah apa yang dibicarakannya, aku hanya melihat Alex menjambak rambutnya lalu mengeluarkan ponselnya. Aku nggak tahu siapa yang dihubunginya, tapi aku yakin ada sesuatu yang disembunyikannya dan pasti ada hubungannya dengan ucapan ibu tadi.
****
Akhirnya Alex menjelaskan alasan kenapa aku dibawa kembali ke Bandung dan kalian tahu alasannya apa? Alasan yang menurutku sangat tidak masuk akal.
"Heh, jadi kita kembali ke Bandung hanya gara-gara Sandra ngidam lihat aku? Aneh banget sih ngidamnya kamu," aku menggelengkan kepala saking tidak percaya dengan penjelasan Alex setibanya kami di Bandung.
Sandra tertawa malu sambil mengelus perutnya yang mulai membuncit. Iya sih kadang ibu hamil itu suka ngidam nggak masuk akal tapi kenapa harus aku? Lah aku nggak ada bagus-bagusnya untuk diidamkan.
"Alasan sih tan, sebenarnya aku yang nyuruh mbak Sandra ngidam ketemu tante. Sebenarnya aku yang rindu berat, tante pasti rindu juga kan sama aku?" sela Pangeran yang datang tiba-tiba dari belakang. Aku mencibir pelan dan malas meladeninya.
"Tan, kok makin cantik sih. Kayaknya aku makin polling in lop nih sama tante," godanya lagi.
Sandra dan Alex menutup mulut mereka menahan tawa, aku memelototkan mata ke arah mereka dan lucunya mereka serempak membuat tanda peace dengan jari mereka.
"Gara-gara kamu nih! Rusak sudah rencanaku, besok kita kembali ke Jakarta!"
"Yahhhh jangan dong, kita saja belum kencan sesampainya di sini. Pagi-pagi buta tante sudah sibuk dengan kerjaan dan sorenya pergi ke villa sialan itu, pokoknya aku nggak mau pulang!" balas Pangeran dengan gaya manja dan kekanakan.
Kali ini Sandra dan Alex reflek membuat gerakan mau muntah.
"Berisik!" aku pun nelewati Pangeran dan masuk ke kamar tamu.
Rasa penat membuatku ingin segera berbaring, aku menghempaskan tubuh ke atas ranjang dan menatap langit-langit kamar. Tiba-tiba aku teringat novel tadi dan rasa penasaran membuatku ingin membacanya malam ini.
Cattaleya.
Kisah novel ini bermula saat tokoh wanita bernama Cattaleya masih duduk di bangku SMA, Cattaleya di novel ini digambarkan sebagai gadis remaja yang pintar, berprestasi dan sangat cantik. Selain cantik Cattaleya digambarkan punya banyak pengagum bahkan dari luar sekolah dia.
"Ya, yang namanya Cattaleya itu pasti cantik," gumamku dengan rasa percaya diri.
Bolehkan narsis?
Cattaleya menjalani kehidupan SMA nya tanpa masalah dan semuanya berubah saat sekolahnya kedatangan siswa baru yang dipindahkan ke sekolahnya karena ulah nakalnya. Di novel ini tidak dijelaskan namanya hanya saja anak baru ini digambarkan sangat bertolak belakang dengan sikap dan perilaku Cattaleya.
"Wah tokoh utama prianya akhirnya muncul," gumamku lagi.
Aku mengganti posisi duduk dan kembali melanjutkan kisah Cattaleya.
Anak baru itu terkenal sangat nakal dan usil, entah sudah berapa banyak sekolah menolak kehadirannya dan untungnya sekolah Cattaleya mau menerima murid nakal itu.
Bab pertama selesai dan aku pun melanjutkan ke bab selanjutnya.
Sayangnya ketenangan hidup Cattaleya berakhir saat anak baru itu ternyata satu kelas dengannya dan orang pertama yang diganggunya adalah Cattaleya. Hubungan mereka bak kucing dan anjing, setiap hari Cattaleya selalu diganggu anak baru itu.
Ya kayak aku dan Pangeran lah. Hidup tenangku rusak sejak kemunculannya di hidupku.
"Semakin menarik."
Lembar demi lembar aku nikmati tapi lucunya si pengarang novel ini seperti sengaja tidak menyebutkan nama si tokoh pria.
"Kok aku haus ya," aku melirik gelas kosong yang ada di nakas dan setelah memberi tanda di novel tadi aku pun bergegas turun dari ranjang. Aku mengambil gelas tadi lalu membuka pintu kamar.
Lampu di ruang keluarga masih menyala, televisi pun masih menyala. Aku melihat Pangeran sedang tidur di sofa.
"Ckckk pemborosan," aku berniat mematikan lampu dan televisi.
Dengan langkah sangat pelan aku berjalan menuju rak televisi, saat akan mengambil remote televisi tiba-tiba mataku melihat sebuah dompet tergeletak di dekat tumpukan sampah bekas makanan ringan.
"Ckckck dasar bocah rese," ocehku lagi.
Pasti dompet itu milik Pangeran, aku pun memungut dompet itu dan tanpa sengaja aku melihat sebuah KTP hampir keluar dari dalam dompet. Aku pun memasukkan kembali KTP itu dan ternyata dompet itu bukan milik Pangeran tapi milik Radja karena nama yang tertera di KTP itu adalah Radja bukan Pangeran.
"Oh miliknya Radja, mungkin Radja pernah ke sini," aku meletakkan dompet itu di atas rak televisi dan setelah mematikan semua lampu barulah aku mengambil air minum lalu melanjutkan tidurku, sepertinya mataku sudah tidak bisa diajak kompromi lagi meski novel itu masih membuatku penasaran.
****
"Pagi tante yang cantik, gimana tidurnya? Pasti Pangeran yang tampan ini hadir di mimpi tante kan?" gombalan pagi Pangeran sedikitpun tidak membuatku merona.
"Yang ada gue mimpi setan ngejar-ngejar gue," balasku ketus.
"Ciyeee pagi-pagi udah berantem saja, kayak orang pacaran loh," sindir Alex sambil menuangkan s**u ke gelas.
"Ogah! Oh iya, Pak Radja pernah nginap di sini?" tanyaku ke Sandra sekaligus mengubah topik pembicaraan.
"Kenapa sih rusak suasana dengan pertanyaan itu, aku lebih cakep dibandingkan bang Radja," sela Pangeran.
"Nggak pernah, kok kamu bahas bang Radja?" tanya Sandra bingung.
Aku melirik ke arah meja televisi dan anehnya dompet yang kemarin aku temukan sudah tidak ada lagi.
"Nggak, hanya saja kemarin aku melihat dompet berisi KTP pak Radja berserakan di lantai ... Aku pikir dia pernah ke sini," balasku masih bingung dengan situasi aneh ini.
"Hahahaha makanya tante, sebelum tidur itu jangan baca novel. Makanya tante sulit membedakan dunia nyata dan dunia halusinasi, supaya tante tahu ya bang Radja itu nggak suka ke Bandung karena dulu ..."
"Sudah cukup ... ayo lanjutkan sarapannya," Sandra menyela perkataan Pangeran seolah tidak mau Pangeran membahas Radja di sini.
"Ayo sarapan," ajak Alex saat situasi semakin kaku.
Ada apa dengan Radja? Ada apa juga dengan Pangeran? Mungkinkah Pangeran dulu menyukai tunangan Radja? Banyak pertanyaan tentang mereka di kepalaku dan rasanya aku ingin tahu semuanya.
****