Suasana kembali hening saat aku tidak menjawab pertanyaannya, aku mendengarnya membuang napas kesal seolah tahu kalau sampai detik ini aku belum juga ingat tentang masa lalu kami. Ada rasa kecewa dan putus asa di wajahnya.
"Kenapa kamu akhirnya mau? Bukankah selama ini kamu menolak tawaran saya? Kenapa tiba-tiba barubah?" tanyanya bertubi-tubi.
"Karena saya ... saya ingin bersikap egois pak, saya tahu ini salah tapi hati saya berkata lain. Saya mau menggantikan posisinya, membuat bapak melupakannya dan akhirnya hanya saya yang boleh ada di hati bapak," jawabku sedikit berbohong. Meski sebenarnya aku ingin berada di dekatnya agar ingatanku kembali.
Bukankah di novel Cattaleya ditulis kalau kenangan indah yang pernah hilang bisa kembali dengan membuat kenangan baru dan aku aku ingin membuat kenangan baru dengan laki-laki yang dulu aku cintai.
"Kalau boleh saya tahu, hati kamu berkata apa?" tanya Radja, dia menyilangkan tangannya di d**a dan menatapku panjang tanpa berkedip, menungguku menjawab pertanyaannya.
Baru aku akui kalau ternyata Radja pintar membawakan dua peran, di satu sisi dia terlihat dingin dan serius sedangkan di sisi lain dia terlihat kekanakan, usil dan rese.
"Menurut bapak apa alasan seorang wanita mau menggantikan posisi wanita lain?" aku balik bertanya padanya.
"Hasrat? Harga diri? Kesenangan? Atau karena cinta?" jawabnya.
"Bagaimana kalau saya menjawab semua? Bapak tidak akan memandang rendah saya kan?" balasku tajam.
Radja tertawa lalu berdiri dari kursi kerjanya, perlahan dia mendekatiku dan napasku tiba-tiba tercekat saat dia berdiri persis di depanku. Jarak kami hanya beberapa cm bahkan aku bisa merasakan deru napasnya mengenai wajahku.
"Kamu ... sangat cantik, Cattaleya." Radja menyentuh pipiku, mataku langsung tertutup dan reflek aku menggigit bibirku, "sampai kapan pun saya tidak akan pernah bisa memandang rendah kamu, karena kamu sangat spesial. Kamu dikirim Tuhan untuk menyembuhkan semua luka di hati saya," sambungnya dan aku bisa merasakan jari dinginnya menyentuh bibirku.
Ya Tuhan, jantungku berdetak semakin cepat.
"Pa ...pak." Aku membuka mataku, Radja melihatku dengan mata sendunya seolah ingin aku memeluknya, seolah ingin aku memberitahunya kalau aku sudah ingat tentang hubungan kami di masa lalu.
Radja kembali menyentuh pipiku.
"Kamu membuat saya hilang kendali, Cattaleya." Radja menjauhkan tangannya dari pipiku lalu memegang pinggangku. Menarikku agar tubuh kami menyatu, aku hanya bisa pasrah dan tidak melawan karena aku juga menginginkan ini.
"Pak," aku menatapnya lagi.
"Kamu akan dianggap sebagai wanita perebut tunangan wanita lain, kamu siap?" tanyanya.
Aku mengangguk dengan yakin, aku merebut Radja dari Cattaleya masa lalu dan sekarang aku akan membuat Radja mencintaiku sebagai Cattaleya yang baru sampai ingatanku benar-benar pulih.
"Baik, kalau begitu kamu harus mencium saya duluan," ujarnya dengan senyum isengnya, Radja mencoba bersikap seperti Pangeran dan jujur aku lebih suka saat Radja menjadi dirinya sendiri. Ada pesona tersendiri melihat wajah seriusnya, sepertinya impianku punya kekasih lebih dewasa tidak pernah berubah.
"Pak, apaan sih!" aku memukulnya pelan.
"Ya, sebagai tanda kalau mulai detik ini kamu itu kekasih saya," balasnya dengan mimik wajah lebih tenang dan santai.
Bolehkah aku menciumnya duluan?
"Baiklah," aku mencium bibirnya pelan lalu membuang mukaku saking malunya.
"Itu bukan ciuman," ujarnya semakin menggodaku.
"Pak, ini kantor. Jangan sampai karyawan bergosip kalau saya dan bapak ada skandal," Aku menoleh ke arah pintu, takut Bimo atau karyawan lain masuk dan melihatku sedang memeluk Radja.
Radja melepaskan pelukannya lalu kembali menyilangkan tangannya di d**a.
"Tapi ini memang skandal, Catta. Kita itu pasangan selingkuh dan dunia akan geger kalau sampai tahu masalah ini," ujarnya menakutiku.
Ya kali aku selingkuh dengan tunanganku sendiri tapi kan karyawan kantor tahunya Radja sudah punya tunangan walau mereka tidak tahu aku lah tunangannya Radja.
"Untuk sementara kita harus menyimpan rahasia ini, gimana?" tawarku.
Radja tertawa lepas, "Jadi kamu benar-benar takut kalau kita disebut pasangan selingkuh?" tanyanya.
Aku menggeleng pelan, "Bukan, hanya saja saya tidak mau ada keributan dan membuat suasana kantor tidak enak apalagi kita sedang membangun kerjasama dengan Okuhara, inc. Skandal hanya akan membuat perusahaan itu mencabut investasinya," ujarku menjelaskan kenapa kami harus menyembunyikan hubungan ini.
Radja akhirnya mengangguk setuju lalu kembali duduk di kursi kerjanya.
"Ngomong-ngomong masalah kerjasama dengan Okuhara, inc. Kenapa kamu bisa sangat lalai dan hampir saja melakukan kesalahan fatal?" wajah santainya langsung berubah sangar saat kami kembali membahas masalah pekerjaan.
"Maaf pak saya lalai dan akan segera memperbaikinya," balasku malu.
"Jangan pikir saya akan memberi toleransi lagi karena kamu kekasih saya, kalau kamu sekali lagi melakukan kesalahan yang akan merugikan perusahaan kita, saya tidak akan segan memecat kamu. Paham!" ujarnya dengan nada keras.
Kejam banget sih sama pacar sendiri.
Aku mengangguk walau setelah itu aku memanyunkan bibirku.
"Ya sudah, perbaiki lagi proposal tadi dan jangan lupa ... nanti malam kita kencan," ujarnya seolah tidak peduli dengan perasaanku yang baru saja diancam akan dipecat.
"Nyebelin banget sih," cicitku pelan agar Radja tidak mendengarnya.
"Saya dengar Cattaleya," ujarnya walau matanya masih terpaku ke dokumen yang sedang dibacanya.
"Maaf pak," balasku pelan.
****
Radja benar-benar menepati janjinya dengan mengajakku kencan sepulangnya kami dari kantor. Tentu secara diam-diam agar karyawan lain tidak melihatku pulang menggunakan mobil Radja.
"Kita mau ke mana?" tanyaku saat dia mulai meninggalkan lobby kantor.
"Terserah kamu mau ke mana, saya siap membawa kamu ke mana saja," balas Radja dengan senyum manisnya. Ya Tuhan lagi-lagi jantungku berdetak cepat.
"Bisa nggak jangan ngomong terlalu formal saat kita di luar kantor, nggak enak didenger terus bisa nggak panggilannya lebih mesra, kaku banget kayak kanebo kering," aku memanyunkan bibirku.
"Jadi kamu mau dipanggil apa? Baby? Honey? Sayang? Cinta? Atau tunanganku?" ujarnya sambil sesekali menatapku.
"Dulu ... kamu panggil apa?" tanyaku pelan.
Dia diam.
"Baby," balasnya.
Darahku mendesir. Ternyata dulu Radja bisa romantis juga, aku yakin wanita mana pun akan tersipu malu kalau kekasihnya memanggil baby.
"Aku juga mau dipanggil baby sama kamu, bisa?"
"Hahahaha kamu kenapa jadi alay gini?" Radja tertawa semakin lepas.
"Karena aku mau kamu memanggilku baby seperti kamu memanggil tunangan kamu," balasku dengan nada serius.
Tawa Radja langsung berhenti, "Cattaleya, kamu nggak harus bersikap seperti dia. Kamu hanya perlu berada di sampingku, mencintaiku dan membuatku kembali menjadi manusia," balasnya pelan.
Tapi aku mau kita kembali ke masa lalu agar aku bisa ingat lagi.
"Kalau begitu antarkan aku pulang!" ancamku.
Menyebalkan!
"Oke," jawabnya tanpa ekspresi. Radja memutar arah dan melajukan mobilnya dengan sangat kencang, sepanjang perjalanan Radja memilih diam dan aku yakin dia marah karena permintaanku tadi.
Mobil Radja berhenti tepat di depan rumahku. Dia masih enggan membuka mulutnya, sepertinya permintaanku tadi terlalu berlebihan.
"Radja ... kamu marah?"
"Nggak," balasnya singkat.
"Nggak jadi kencan?"
"Bukannya kamu mau pulang, ya sudah aku antar pulang. Lebih baik kamu istirahat dan sampai jumpa besok, maaf aku nggak bisa masuk ke dalam."
Nah kan Radja benar-benar marah, aku membuang napas lalu keluar dari mobilnya dan Radja langsung pergi begitu saja meninggalkan aku yang hanya bisa menatap kepergiannya dengan mata nanar.
"Aku mau kamu manggil aku baby seperti dulu, siapa tahu aku bisa ingat lagi tapi kamu malah marah, Radja nyebelin! Kenapa sih dulu aku bisa suka sama kamu!" teriakku kesal.
****
Malam ini akhirnya aku bisa melanjutkan kisah Cattaleya versi novel. Untungnya ayah dan ibu sedang mengunjungi Alex dan Sandra di Bandung jadi aku bisa melanjutkan membaca novel Cattaleya sendirian di rumah.
Aku mulai membuka halaman bab baru.
Hubungan Cattaleya dan laki-laki tanpa nama semakin dekat sejak mereka memutuskan bertunangan. Laki-laki tanpa nama yang aku yakini adalah Radja selalu menjaga Cattaleya dengan baik bahkan bisa dibilang posesif.
Hingga suatu hari Radja dan Cattaleya berlibur ke villa untuk merayakan kelulusan mereka. Di sana mereka mengungkir janji untuk saling setia sampai maut memisahkan.
"Radja ternyata bisa seromantis ini, pantasan aku mau menerimanya sebagai tunanganku," ujarki bangga.
Tapi liburan itu terganggu saat sekelompok orang tidak dikenal masuk ke dalam villa dan menyandera Radja dan Cattaleya.
Kepalaku langsung sakit setelah membaca bagian itu. Aku menutup kembali novel Cattaleya sepertinya aku tidak sanggup melanjutkan membaca novel Cattaleya malam ini dan berjalan menuju dapur. Aku membuka kulkas dan mengambil segelas air dingin untuk menenangkan hati dan pikiranku.
Saat menoleh ke arah jendela tiba-tiba aku melihat sosok asing sedang melihatku, wajahnya tidak terlalu jelas karena hari semakin larut, pakaiannya hitam dan dia tersenyum sinis padaku.
"Radja?" panggilku.
Sosok asing itu menundukkan kepalanya lalu memasang topi.
Radja kah itu?
Aku hendak menyapanya tapi sosok itu langsung pergi.
Bulu kudukku langsung berdiri. Aku mengambil ponselku dan langsung menghubungi Radja.
Awalnya tidak diangkat dan setelah berkali-kali mencoba barulah Radja mengangkat teleponku.
"Halo."
"Kamu di rumah aku?"
"Nggak."
"Barusan aku lihat ada seseorang di luar. Aku sendirian, aku takut ... aku takut ..."
"Aku ke sana, kunci semua pintu!"
Radja mematikan ponselnya dan aku langsung memeriksa seluruh pintu rumah dan menguncinya seperti perintah Radja tadi.
"Radja ... Aku takut," aku meringkuk di sofa dengan tubuh bergetar.
****