Pangeran masih diam dan tidak berusaha menjelaskan kenapa wajahnya bisa babak belur seperti ini. Berulang kali aku bertanya berulang kali pula Pangeran ngeles kayak bajaj, sungguh anak itu bisa banget melatih kesabaranku.
"Pokoknya gue nggak bakal mau ngomong sama elo lagi sampai elo cerita kenapa bisa babak belur kayak gini," ancamku.
"Nah barusan tante masih ngomong sama aku, sudahlah tan jangan bahas masalah sepele itu lagi. Aku itu lagi sakit, masa pacarnya sakit bukannya diobati malah diomelin. Yang pentingkan aku masih sehat dan bisa terus gangguin tante, ya nggak?" balasnya dengan wajah tanpa dosa.
Aku mendengus dan mengambil kotak obat, walau kesal aku harus tetap mengobati lukanya.
"Nah gitu dong, itu baru calon istri yang baik. Sedih kan lihat tunangannya luka berat."
Tuhan, ampuni dosaku. Kenapa kau kirim manusia langka seperti Pangeran.
Aku tidak sanggup membalas perkataannya dan memilih untuk diam membisu.
"Tan, misalnya suatu saat nanti bang Radja dan aku sama-sama menginginkan tante sebagai istri. Tante bakal milih yang mana?" tanyanya. Aku langsung berhenti mengoleskan obat luka di wajah Pangeran.
Aku tetap diam dan malas menjawab pertanyaan kekanakan itu. Aku nggak mau ujung-ujungnya Pangeran seperti Radja yang langsung patah hati setelah mendengar jawabanku.
"Tan, jawab dong. Aku butuh kepastian!" rengek Pangeran manja sambil menarik-narik ujung kaosku.
"Beuh, gaya lo coy. Diapain elo sama Catta? Sampai minta kepastian?" aku langsung menoleh saat mendengar suara Sandra yang tiba-tiba terdengar dari arah pintu masuk.
Akhirnya Sandra datang, aku sengaja memberitahunya tentang perkelahian Pangeran tadi sore dan Sandra terdengar sangat kuatir dengan kondisi Pangeran lalu memutuskan datang ke Jakarta.
"Jangan rese deh," balas Pangeran kesal dengan kedatangan Sandra.
"Ba ... Kamu itu nggak boleh berantem, mau masuk rumah sakit lagi? Kalau bekas operasi itu kebuka lagi gimana?" oceh Sandra dengan keras. Pangeran memilih diam dan tidak membalas ocehan Sandra.
Suasana semakin tegang dengan diamnya Sandra dan Pangeran, sepertinya aku harus mendinginkan suasana dengan segelas es jeruk agar Sandra tidak naik darah menghadapi adiknya yang nakal itu.
Pelan-pelan aku berdiri dan langsung menuju dapur, sesekali aku mengintip dari jendela dan melihat perdebatan antara Sandra dan Pangeran. Aku jadi penasaran dengan perdebatan mereka, pelan-pelan aku keluar dari pintu belakang dapur dan dengan langkah seringan kapas aku menuju ruangan samping agar bisa dengan jelas mendengar perdebatan mereka.
"Sudah waktunya ini diakhiri, aku nggak sanggup lihat bang Radja menderita seperti ini. Sudah waktunya dia tahu kalau dia lah tunangan bang Radja," ujar Sandra berapi-rapi.
Dia? Siapa? Siapa tunangan Radja? Kenapa pembahasan pertengkaran berubah menjadi pembahasan tunangan Radja. Mungkinkah Pangeran bertengkar dengan Radja bukannya suami wanita bernama Sarah tadi? Aduh kenapa aku semakin penasaran.
Saat aku semakin ingin mendekat tiba-tiba kakiku menyenggol pot bunga hingga menimbulkan bunyi yang cukup keras. Sandra melihat ke arahku begitupun Pangeran, aku hanya bisa tersenyum malu dan melambaikan tanganku seakan tidak mendengar perdebatan mereka.
"Cattaleya," panggil Sandra dengan wajah pucat.
"Maaf nggak maksud nguping pembicaraan kalian tapi ..." Aku menggaruk kepalaku dan bingung membuat alasan kenapa aku bisa ada di dekat mereka.
"Aku pergi dulu, tan makasih atas pengobatannya dan tolong jagain mbak Sandra sampai Alex menjemputnya," Pangeran mengambil jaket serta ponselnya lalu pergi begitu saja.
"Pangeran!" teriakan Sandra diabaikannya, "gimana mau selesai kalau kerjanya cuma bisa kabur dari masalah!" teriak sandra lagi saking kesalnya dengan sikap Pangeran.
"Sandra, ada apa dengan kalian? Kenapa aku menangkap ada rahasia besar di antara kalian? Boleh aku tahu ada rahasia apa?" tanyaku pelan agar Sandra mau memberitahuku.
"Serius kamu mau tahu?" tanyanya.
Aku mengangguk yakin, entah kenapa perasaanku tidak enak dan yakin ada rahasia besar yang sedang mereka tutupi dariku.
"Aku sebenarnya nggak berhak memberitahu kamu tapi kalau kamu benar-benar mau tahu ... coba kamu susun semua kisah ini dari awal sampai akhir, apakah kamu menemukan satu kemiripan? Nah kalau kamu bisa menemukannya maka semua rahasia itu akan terbuka dengan sendirinya," balas Sandra sambil tersenyum lembut.
Kisah yang mirip? Aduh Sandra benar-benar rese, aku mau tahu rahasia di antara mereka eh dianya malah bermain teka teki.
Aku mencoba mengingat kisah yang mirip satu sama lainnya tapi nihil. Sekuat apapun aku berusaha tapi tetap saja aku sulit menemukan kemiripan kisah antara aku, Pangeran dan juga Radja.
Kecuali satu ... Novel Cattaleya! Ya hanya itu satu-satunya kisah yang sangat mirip denganku. Mungkinkah kemiripan novel Cattaleya tidak saja tentang nama tokoh tapi juga kisahnya.
Aku harus menyelesaikan novel itu! Aku meninggalkan Sandra dan masuk ke kamarku, aku bergegas membuka laci untuk mencari novel Cattaleya, berulang kali aku membongkar laci itu dan keberadaan novel itu tidak aku temukan.
"Ke mana novel itu?" aku membuk laci lain dan tetap tidak menemukan novel Cattaleya.
"Jangan-jangan ibu mengambilnya," aku pun kembali keluar dan mencari ibu untuk bertanya tentang novel Cattaleya.
Aku melihat ibu dan ayah sedang berbincang dengan Sandra.
"Bu, lihat novel Cattaleya di laci?" tanyaku panik.
"Nggak, kenapa?" tanya ibu penasaran.
"Rasanya aku simpan di laci tapi saat aku cari ..." ah mungkin di kantor! Aku mengambil tas serta kunci mobil lalu bergegas menuju mobil. Saat akan keluar dari rumah hampir saja aku menabrak mobil yang datang dari arah berlawanan.
"Astaga!"
Untung saja aku menginjak pedal rem dengan cepat, aku membuang napas dan tiba-tiba ada bayangan hitam muncul di ingatanku.
Lari! Lari!
Nggak mau! Aku nggak bisa ninggalin kamu di sini, mereka bisa membunuh kamu!
Aku memegang kepalaku yang terasa sakit, sangat-sangat sakit sampai airmataku jatuh.
Arghhhhhh, bayangan apa itu! Kenapa aku melihat diriku dan laki-laki asing sedang terluka, gumamku dalam hati.
"Catta! Buka pintunya!" aku menoleh dan melihat Radja sedang mengetuk pintu mobilku. Dengan tangan bergetar aku membuka kunci pintu dan tanpa menunggu Radja langsung menarikku ke dalam pelukannya.
"Pak," panggilku pelan, Radja melepaskan pelukannya dan melihat kondisiku dari atas sampai ke bawah.
"Kamu baik-baik saja? Ada yang luka?" tanyanya ketakutan. Rasa sakit tadi perlahan mulai menghilang dan membuatku bertanya-tanya bayangan apa itu, kenapa terasa nyata dan aku pernah mengalaminya.
"Kamu baik-baik saja? Ada yang luka?" tanya Radja sekali lagi.
"Nggak ... Hanya saja ... Tunggu ... Kenapa wajah kamu ..." aku memegang wajahnya dan yakin kalau itu luka yang belum mengering.
Tebakanku benar, ternyata dengan Radja lah Pangeran berantem bukan suami wanita itu.
Radja langsung salah tingkah dan berusaha membuang mukanya tapi aku lebih cepat dengan memegang tangannya.
"Bapak berantem dengan Pangeran di mall?"
"Bukan ... Ini luka karena kecerobohan," jawabnya dengan nada terbata-bata. Aku tahu dia sedang berbohong dan aku semakik yakin kalau pertengkaran mereka ada hubungannya denganku.
"Kalau begitu ... tolong telepon Pangeran dan saya mau kesalahpahaman ini selesai, suruh dia ke sini dan jelaskan kenapa wajah kalian terluka," kataku dengan mimik wajah serius.
Bukankah lebih baik menyelesaikan kesalahpahaman dengan langsung bertatap muka. Jadi aku tidak perlu berprasangka buruk ke Pangeran atau pun Radja.
"Terserah kamu," Radja menghalau tanganku lalu masuk ke dalam rumah, aku mengambil ponsel dan mencoba menghubungi Pangeran dan lagi-lagi ponselnya tidak aktif.
Anak itu selalu hilang saat dibutuhkan seperti ini.
****
Semua laci dan tempat penyimpanan novel sudah aku bongkar tapi novel Cattaleya tidak juga aku temukan, rasanya aku menyimpannya di dalam laci kamar tapi kenapa tidak ada ya.
"Cari apa sih?" tanya Bimo bingung saat aku berulang kali menghela napas.
"Novel gue nggak ketemu, di rumah juga nggak ada. Di sini juga nggak ada, " ujarku lemah dan kecewa.
Bimo tertawa lalu menggelengkan kepalanya, "Ya elah gue pikir cari dokumen penting apa, novel hilang ya tinggal di beli lagi. Toko buku banyak kan di kota ini atau kalau lo malas ke sana, lo bisa belanja online," ujarnya dengan berapi-api.
Iya juga ya.
"Oke, gue cari di toko buku saja." Aku pun bergegas menuju toko buku untuk membeli novel Cattaleya, untungnya di gedung sebelah ada toko buku terkenal.
Sesampainya di toko buku aku langsung menyusuri rak novel roman dan mencari novel berjudul Cattaleya. Semua isi rak aku bongkar tapi aku tidak juga menemukan novel Cattaleya.
"Kok nggak ada ya?"
"Mbak cari buku apa?" tanya pelayan yang menghampiriku.
"Novel yang judulnya Cattaleya," ujarku.
"Sebentar," pelayan itu lalu berjalan menuju komputer. Dia mengetikkan judul Cattaleya di keyboard komputer.
"Nggak ada mbak," ujar pelayan itu.
"Habis ya?" tanyaku dengan kecewa.
"Bukan habis mbak, tapi kami tidak pernah menjual novel berjudul Cattaleya," balasnya.
Nggak ada jual? Lalu aku dapat novel itu dari siapa? Aku mencoba mengingat saat pertama membaca novel itu dan seingatku novel itu terletak di tumpukan novelku.
"Terima kasih," ujarku lemah, aku meninggalkan pelayan itu dengan banyak pertanyaan di kepalaku.
"Ah iya," aku mengeluarkan ponselku dan yakin di google pasti ada info tentang novel itu.
'Novel Cattaleya'
Satu persatu artikel keluar dan ada satu artikel membuatku tertarik untuk membukanya.
Aku membaca judul artikel itu.
'Penculikan anak pengusaha terkenal dan tunangannya yang terbaring koma karena kecelakaan fatal'
Aku membuka artikel itu, mungkinkah ini artikel penculikan Radja dan tunangannya, jantungku tiba-tiba berdetak dengan cepat saat artikel itu menuliskan kronologi penculikan Radja dan yang semakin membuatku bingung kenapa ada namaku di artikel ini.
'Radja Darius Sinathriya dan tunangannya Cattaleya Abigail Dharmawangsa mengalami kecelakaan fatal, mobil yang membawa mereka jatuh ke dalam jurang. Anak pengusaha ternama bernama Radja Darius Sinathriya harus menjalani perawatan medis karena perutnya tertusuk kayu hingga menyebabkan luka dalam sedangkan tunangannya Cattaleya terluka parah dibagian kepala dan punggung.'
Ponselku jatuh dan mataku membesar setelah membaca artikel itu.
Kecelakaan? Tunangan Radja? Aku tunangan Radja? Ya Tuhan!
Tubuhku langsung lunglai dan perlahan demi perlahan mataku tertutup dan lagi-lagi bayangan demi bayangan muncul di pikiranku.
****