Chapter 5

1526 Kata
Malam telah tiba, aku melewati dapur untuk menuju paviliun. Tetapi Diane bersandar di samping pintu akses menuju ke sana. Wanita itu terlihat sinis padaku. "Permisi," gumamku kecil. Diane mendecih, "Apa lagi yang kau butuhkan di paviliun? Pamer kepada maid lainnya jika kau tinggal dirumah utama?" Aku tersentak dan baru menyadari jika aku sudah pindah ke rumah utama. Kayla bodoh! Seharusnya aku tidak lupa akan hal itu. Aku membalas perkataan Diane, "Tidak, aku bahkan tidak punya niat sedikitpun untuk itu." setelah itu aku berbalik, tidak mau berlama-lama di sini dengannya.  "Itulah yang aku benci darimu, Kayla. Kau adalah gold digger yang selalu menunjukkan wajah polos palsumu." Aku menghentikan langkahku. Kata-katanya kali ini sungguh tidak pantas dan tidak dapat kuterima. Aku berbalik kembali menatapnya yang sudah berdiri sempurna sembari bersidekap d**a. "Tarik kata-katamu, Diane." tekanku padanya. Diane beranjak mendekat padaku, lalu menatapku dari bawah sampai atas. Ia tersenyum remeh kemudian. Seolah dengan senyumannya ia dapat menilaiku sebagai wanita kotor. "Aku tidak sudi menarik kata-kataku pada wanita penjilat sepertimu," hinanya yang membuatku tidak akan segan-segan untuk membalas ucapannya. "Kau," kataku sembari menunjuk dirinya. "Adalah wanita tua yang iri pada wanita muda yang lebih beruntung darimu. Aku sungguh mengasihani dirimu, Diane. Seharusnya wanita tua sepertimu duduk saja dengan manis tanpa harus berbicara buruk tentang orang lain!" "Beraninya kau!" "Ya, aku berani untuk melawan wanita tua kotor sepertimu!" bentakku padanya. Tiba-tiba ia mendorongku dan membuatku terhuyung ke belakang. Aku sangat tidak terima ini, dia pikir aku hanyalah wanita muda yang tidak tahu caranya menggigit? Oke, Diane. Akan kutunjukkan diri asliku padamu. Aku balas mendorongnya hingga ia terjungkal ke belakang. Tidak ada rasa kasihan sedikit pun melihatnya kesakitan, itulah yang pantas ia dapatkan setelah menginjak harga diri yang kujaga baik-baik selama ini. Diane kembali berdiri, tatapannya berubah. Sangat membenciku. Dengan cepat ia menarik rambutku dan menjambakknya. Aku berusaha melepaskan tangan kotornya dari rambutku. "Lepaskan! s****n!" teriakku, lalu ikut menarik rambutnya, agar ia tahu betapa kesakitannya aku. "Beraninya kau menarik rambutku dengan tangan kotormu! Dasar kau jalang kecil!" teriaknya. Aku menendang tulang keringnya hingga membuatnya terjatuh namun tangannya masih kuat menarik rambutku. "s**l! Ini menyakitkan!" Ia mencoba bangkit dengan rambutku sebagai pegangannya, wanita tua ini membuatku semakin emosi! "Lepaskan aku, penyihir!" teriakku sesaat setelah ia bangkit. "Berharaplah dengan keberuntunganmu!" balasnya. Aku melihat kitchen bar di belakangnya, langsung saja aku mendorongnya kesana, "Argh!" teriakku bersamaan dengan tubuhnya mundur dan menghantam kitchen bar itu. Beberapa barang terjatuh dan bunyi memekakkan. "Kau jalang licik!" lalu tangannya berada di pundakku, mencakar lenganku yang terbuka. "Argh!" rintihku, dapat kulihat garis merah mengikuti bekas cakarannya. Aku mundur darinya selangkah dan tanpa membuat dia bisa bersiap, aku melayangkan tinjuku di rahangnya. Itulah pembalasanku penyihir s****n! Kayla punch attack! Diane terjatuh, namun ia tiba-tiba bangkit sembari menggenggam garpu di tangannya, ia langsung menubrukku dan membuatku terlentang di lantai dapur ini. Tangannya bergerak mencoba mengenaiku wajahku dengan garpunya namun berhasil kutahan dengan kedua tanganku. Wanita ini tidak main-main, ia pasti akan membunuhku. "Tolong!" teriakku saat tanganku terasa lemas karena ia terlalu kuat mendorong garpu itu dan badannya menghimpit tubuhku dengan begitu kuat. Garpu itu semakin mendekat ke wajahku. Kumohon seseorang tolong aku, kumohon! Aku tidak sanggup menahannya lagi. "Matilah kau jalang!" desis Diane sebelum semakin kuat menekan garpu itu. "Apa yang kau lakukan, Diane?!" teriakan itu kencang. Diane berhenti dan menatap asal suara, aku dapat melihat jika Diane mulai gugup dan beringsut menjauh dariku. "Tidak, Tuan. Ini tidak seperti perkiraanmu," lirih Diane. Seseorang mendekat padaku lalu menarik tanganku dan menggendongku ala bridal style. Dia adalah Sean, wajah tampannya tidak mungkin membuatku lupa dengannya. Kemudian, Nathan tiba, di ikuti dengan Madam yang menatapku terkejut sembari menutup mulutnya. "Ada apa ini?" tanya Madam. "Apa yang terjadi padamu, Kayla?" tanyanya lagi, khawatir sembari melihat luka pada tanganku. Setelah itu ia menatap Diane yang tersudut di kitchen bar. "Ini tidak seperti yang kau bayangkan, Madam. Aku tidak melakukan ini tanpa alasan," Diane masih sempat-sempatnya untuk membela diri. "Bagaimana tidak, aku bahkan melihatmu hampir menusuk Kayla dengan garpu! Menurutmu apa yang terjadi jika aku tidak datang tadi, huh?" Sean mulai berbicara dan terlihat marah sekali. Diane merentangkan tangannya. "Aku tidak mungkin melakukannya jika bukan karena suatu alasan." "Alasan apa yang kau miliki sehingga hampir membunuh orang seperti ini?" tanya Nathan tiba-tiba dan berdiri di depan. Diane terdiam menatap Nathan. Diane seperti terkejut saat mengetahui Nathan ada disini. "Aku ingin menghilangkan jalang licik ini agar ia tidak menggerus uangmu, Nathan." Nathan? Diane memanggil Nathan tanpa tuan muda, aku tidak bisa percaya ini. Nathan menggeleng, menatap lurus pada Diane. "Bisa-bisanya kau berpikir seperti itu, Diane?" Diane bergerak mencoba mendekati Nathan, namun Nathan malah mundur membuat Diane terhenti. "Kau harus mempercayaiku, Nathan." "Tidak, aku tidak bisa mempercayaimu lagi!" setelah itu Nathan pergi dari dapur. Setetes air mata turun dari kelopak mata Diane. Aku terkejut, apa dia menangis? Tapi mengapa? Setidaknya ia harus mencoba memohon pada Madam setelah gagal pada Nathan, bukan? "Aku kecewa padamu, Diane," ucap Madam pada Diane. Madam beralih padaku dan melihat kondisiku. "Sean, bawa dia ke kamar, lukanya harus segera diobati." Sean mengangguk lalu membawaku pergi. Dari balik bahu Sean, dapat kulihat Diane menangis terisak, seperti bukan dirinya saja. Tapi aku tidak terlalu memperdulikannya, ia telah jahat padaku dan pantas menerimanya. Sean menjatuhkanku dikasur saat kami telah sampai dikamarku. Madam menatap ngeri luka-lukaku. Bahkan rambut rontokku akibat tarikan tadi masih berada disekitaran bahuku. "Maafkan aku, Kayla." sedih Madam dan ia meminta maaf atas sesuatu yang bukan salahnya. "Tidak apa, Madam. Ini bukan salahmu." Madam menggeleng tidak terima. "Bagiamana tidak, aku tahu Diane bisa nekat seperti itu tapi aku tidak menghentikannya sebelumnya." "Kau tahu?" tanyaku. Madam mengangguk. "Sebelum membicarakannya lebih baik kau di obati dulu." berhenti sejenak, Madam mulai menatap Sean yang ikut berbaring di sampingku. "Panggil sebastian, Sean." Sean hendak bangkit. Namun, tidak jadi saat Nathan dan sebastian muncul di pintu dan masuk ke dalam. Sebastian dengan cepat berlari ke atas kasur dan menatapku cemas. "Maafkan aku, Kayla. Coba saja aku mengetahuinya, tidak kubiarkan luka-luka ini bersarang di tubuhmu." Aku tersenyum. "Aku tidak apa-apa, Tuan Sebastian." Sean memukul kepala belakang Sebastian pelan. "Cepat obati dia," suruhnya. Sebastian terlihat jengkel sesaat dengan Sean tapi ia menahannya, dan mengambil napas dalam. "Ini, kau bisa memilikinya." Sebastian menyodorkan sebuah boneka sapi yang berada di genggamannya sedari tadi. "Ia biasanya selalu menemaniku saat sakit," lanjutnya. "Terima kasih," kataku, senang dengan pemberiannya walau merssa gemas dengan tingkahnya. Sebastian mengangguk. Lalu dengan tangannya, ia meminta sesuatu pada Nathan. Itu adalah kotak P3K yang lumayan besar. Sebastian membuka kotak itu, dan mengambil sesuatu di dalamnya. Setelah itu ia membersihkan lukaku. Aku kembali menatap Madam, meminta penjelasannya tadi. Dan kurasa Madam mengerti karena kini ia membuka mulutnya. "Diane sudah 15 tahun bekerja di sini. Dia adalah maid terlama yang pernah bekerja di keluargaku. Dan yah, dia sangat dekat dengan anakku, seperti Nathan." Aku menoleh pada Nathan langsung dan ia tidak berniat membalas tatapanku. "Semua baik-baik saja awalnya, namun setelah beberapa tahun Diane menjadi aneh. Tidak memperbolehkan maid lainnya melihat atau melayani Nathan. Aku tahu ada yang tidak beres oleh karena itu aku bertanya pada salah satu maid yang dekat dengan Diane. Dan maid  itu berkata jika ... Ternyata Diane menyukai Nathan." Aku tidak dapat menahan keterkejutanku. Aku kembali menatap Nathan dan pria itu terlihat malu. "Oleh karena itu ia memanggil Tuan muda dengan Nathan saja?" tanyaku. Madam mengangguk. "Diane telah menganggap Nathan spesial oleh karena itu ia merasa tidak harus memanggilnya Tuan." "Kenapa bisa ia menyukai Tuan muda?" tanyaku antusias. "Entahlah," tatapan Madam jatuh pada Nathan. "Putraku ini memang suka merayu gadis dulunya, termasuk Diane." "Oh, tapi kenapa Madam tidak membiarkannya pergi untuk menikah atau membiarkannya merasakan kehidupan luar?" Madam menggeleng. "Percuma, Kayla. Diane tidak mau, oleh karena itu aku menyuruh Nathan pergi setahun yang lalu, untuk memastikan apakah Diane masih menyukai Nathan atau tidak." "Dan jawabannya masih," kataku. Madam mengangguk, mengiyakan. "Lalu apa yang harus kulakukan agar Diane sadar dengan tingkahnya?" Jujur, aku tidak tahu jawaban dari pertanyaan Madam. Sebenarnya Diane tidak terlalu salah karena menyukai Nathan. Namun, Diane sepertinya pantang menyerah sebelum ia mendapatkan apa yang ia mau. "Mungkin karena itulah Diane marah padaku saat dipesta. Mungkin karena ia melihat Nathan mencium tanganku," terangku yang mendapat tatapan terkejut dari Madam, Sebastian dan Sean. "Dia mencium tanganmu?" tanya Sebastian sembari menunjuk Nathan. Aku mengangguk, Nathan juga. Sebastian terlihat kesal. "Ditangan mana ia menciummu?" tanya Sebastian. Aku mengangkat tangan kananku dan dengan segera Sebastian mengambilnya lalu mencium puncak tanganku. Aku terkejut begitu juga dengan yang lainnya. "Sebastian, itu tidak sopan," sergak Madam. "Aku tidak ingin ada yang menyentuh Kayla selain diriku," tolaknya. Kepala sebastian dipukul dari belakang oleh Sean. "Bodoh," hardik Sean namun ekspresi wajahnya terlihat kesal. Nathan tertawa tiba-tiba. "Kayla adalah asisten pribadi, Mom, bukan milikmu, Sebastian." Sebastian menatap Madam dengan tatapan polosnya. "Kau mau berbagi'kan, Mom?" tanya Sebastian namun kurasa semua yang melihat tampangnya saat ini pasti luluh. Nathan menutup mata Madam. "Sekarang kau bisa menolaknya, Mom." "Nathan s****n!" teriak Sebastian. Aku hanya tertawa melihat pertengkaran kecil itu. Aku tidak menyangka akan sebahagia ini karena telah dikhawatirkan oleh mereka. "Sudah-sudah!" lerai madam. Sebastian dan Nathan masih saja terlihat beradu mata untuk melampiaskan kekesalan mereka dan aku hanya bisa tersenyum melihat tingkah mereka. "Tidak bisakah kalian berhenti? Jika kalian punya laser dari tatapan masing-masing, mungkin kalian akan saling terbunuh," kesal madam. Kini Nathan melayangkan tatapannya pada benda di sekitarnya, begitu juga dengan Sebastian. Ternyata mereka sangat menurut pada Madam. Sean tertawa. "Seperti anak kecil saja," ucap Sean yang membuat dua pria itu kembali kesal. Madam menghembuskan napas lelah. "Sudahlah, kalian hanya akan menganggu Kayla. Dia butuh istirahat." "Maaf, Kayla," ucap Sebastian dan aku mengangguk. "Ayo, biarkan Kayla beristirahat." Madam mulai bangkit di ikuti oleh yang lainnya. Sebelum mereka keluar dari kamar ini, mereka mengatakan semoga cepat sembuh kepadaku.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN