“Makan yang banyak, Dimas...” aku mengambil piring berisi ayam sambal ijo dan menyodorkannya ke depan Dimas. “Pasti, Mbak.” Aku tersenyum menatap Dimas yang mulai makan dengan lahap. “Dean ini kayaknya suka banget sama kamu, Dim,” ucap Mas Dilan sambil menyendokkan nasi ke mulut. “Maklum, Dim. Aku anak tunggal. Lihat kamu ya berasa punya adik.” Dimas dengan mulut penuh nasi, tampak hendak bicara, namun urung. Baru setelah sukses menelan, dia menyeruput cepat lemon tea-nya. “Emang mau, Mbak, punya adik kaya aku? Mbak Della aja suka mencak-mencak katanya mau jual aku ke pasar loak.” Aku dan Mas Dilan seketika tertawa cukup keras. “Kenapa kok kakakmu sampai bilang gitu?” “Katanya aku ngeselin, udah gitu makan banyak. Ngabis-ngabisin duit.” “Kalian pasti deket banget, ya?” tanya