Langkahnya sebenarnya terasa sangat berat untuk pergi dari sana, bukan berat meninggalkan rumah, tapi berat harus jauh dari Ammar. Pria itu bahkan belum juga pulang sampai sekarang. Ziva sudah melintasi gerbang, dan kini berdiri dengan raut bingung di sisi jalan. Pandangannya mengedar menatap langit yang gelap, kendaraan di jalan yang tidak lagi ramai karena malam sudah semakin larut. “Non, Ziva!” Panggilan suara itu membuat Ziva menoleh ke belakang, Pak Dalman berlari-lari kecil mendekatinya. “Ya Allah, Non. Jadi selama ini Zira itu adalah Non Ziva?” Dalman tampak prihatin menatap wajah sembab Ziva. “Non Ziva, ini ada uang untuk Non Ziva di jalan.” Pak Dalman menyerahkan beberapa lembar uang seratus ribuan sesaat setelah ia merogoh kantong celana. “Nggak usah, Pak. Bapak udah terlalu