1
Malam ini adalah malam yang paling menegangkan untuk gadis manis benama Hany Sakinah. Ia harus mempertaruhkan motor hitam kesayangannya sebagai hadiah jika ia kalah dalam balapan liar.
Masalahnya, ia harus hadir malam ini, padahal Papa dan Mamanya sudah menandatangani surat peringatan kedua Hany dengan materai pula. Itu tandanya, kalau sampai malam ini Hany keluar dan ketahuan oleh kedua orang tuanya atau pihak sekolah, maka ujian nasional minggu depan jelas, ia tidak bisa mengikutinya.
Sepertinya bukan Hany kalau tidak berani kabur dari rumah dan selalu selamat dari kejaran satpam di rumahnya.
Hany loncat dari atas balkon kamarnya menggunakan sprei dan sampai di sisi taman lalu melompat pagar dan ia bebas. Semudah itu kan?
Kebetulan motornya masih ada di bengkel dekat jalan besar perumahannya. Blackpink, begitulah nama panggilan motor kesayangan Hany yang bercorak hitam dan pink.
Hany sudah berada diantara orang banyak. Gadis manis itu cukup terkenal dan banyak yang suka termasuk Elvagazo rivalnya malam ini.
"Sudah siap bertarung, gadis cantik? Mana kedua pion yang sering ngintil di belakang kamu?" ucap El dengan tawa yang keras.
Bukan El, kalau ia tidak tahu apa yang terjadi pada Hany dan kedua sahabatnya itu.
"Masih mau lanjut?" tanya El sambil menyentuh dagu Hany.
Hany menepis tangan El dan menampar lelaki itu karena dianggaptida sopan.
"Kamu berani denganku?" tanya El dengan garang. El mendekati Hany dan menangkup kedua pipi Hany dengan kasar.
"Lepas sial4n!" teriak Hany keras.
Tapi, sayangnya tidak ada satu pun orang yang pedul dengan pelecehan semacam itu.
"Lepaskan gadis itu!" titah seorang laki -laki dengan masker kain menutupi sbeagian wajahnya. Rambutnya tertutup juga dengan topi hitam dengan lambang elvi. Memakai celana chinos hitam dan kaos putih yang dipadupadankan dengan jaket kulit berwarna hitam glossy.
Hany menoleh ke arah lelaki itu dan menyipitkan matanya. Hany sama sekali tak mengenal lelaki itu. Lelaki tinggi dengan tubuh yang agah dan kekar. Idaman sekali kalau dilihat dari tubuhnya. Sayangnya, wajah lelaki itu tak bisa dilihat dengan jelas.
"Kamu siapa? Beraninya menitahku seperti itu?! Kamu tidak tahu siapa saya?" tanya El dengan sombong.
"Sudah! Kapan kita mulai?" tanya Hany dengan suara keras melerai perdebatan lelkai di depannya.
"Kamu siap, Sayang? Ayo kita mulai," ucap El yang lalu meninggalkan Hany dan lelaki tak dikenal itu.
Lelaki itu menahan Hany dan berkata, "Aku saja yang menggantikan kamu."
"Enggak! Aku gak kenal sama kamu! Jadi gak usah sok kenal apalagi sok mau jadi pahlawan," ucap Hany begitu ketus.
"Oke. Aku udah kasih tahu, jadi jangan salahkan aku, kalau besok kamu dipastikan keluar dari sekolah tercinta kamu," jelas lelak itu menatap Hany yang begitu kaget dengan ucapannya.
Hany terdiam dan menggigit bibir bawahnya. "Sial!" umpatnya begitu kesal.
Jangan -jangan, dia cepunya Mama dan Papa -nya? Atau cepu pihak sekolah? "Brengs3k!" umaptnya lagi dengan lirih.
"Gimana? Mikirnya jangan kelamaan. Kalau setuju, motor kamu, aku bawa. Kia tukeran jaket dan aku pake helm kamu. Kamu bisa tunggu di dalam mobil itu," jelas lelaki itu memberitahu.
"Kamu siapa?" tanya Hany dengan rasa penasaran yang tinggi.
"Deal? Tuker jaketnya," titah lelaki itu tanpa mau memberi tahu identitasnya.
Dan malam itu, Hany selamat. Kepergiannya dari rumah sama sekali tidak diketahui dan ada jioki pengganti yang memenangan pertandingan malam itu hingga motor Hany tidak berpindah tangan.
***
Pagi ini, Hany bangun sangat siang sekali. Matahari sudah naik ke atas dan menyorot panas ke arah bum. Gadis itu berjalan gontai menuruni anak tangga.
Seperti biasa, ia hanya memakai tank top dan celana pendek dan langsung menuju ruang makan.
Belum sempat, ia berjalan sampai dapur. Hany di kejutkan dengan kedatangan beberapa polisi dan Mbok Yum langsung memeluk Hany.
"Non ... Bapak dan Ibu di tangkap karena kasus besar," jelas Mbok Yum dengan isak tangis.
Hany tercekat, ia tidak bisa menjawab karena ia masih kaget dan tidak tahu harus menjawab apa.
"Papa dan Mama dimana?" tanya Hany dengan keras. Suaranya terdengar bergetar dan terbata.
"Orang tua anda ada di Penjara. Rumah ini akan disita, silakan kaian semua pergi dari rumah ini tanpa membawa apapun karena, semua arang akan dilakukan pemeriksaan," jelas Polisi itu pada Hany.
"Ta -tapi, saya masih sekolah, mau ujian besok," jelas Hany.
"Itu bukan urusan kami. Dalam waktu satu jam, silakan anda pergi," jelas Polisi itu lagi.
Hany menatap Mbok Yum yang terlihat ketakutan.
"Non ... Kita pergi saja dari sini. Kita bisa ke Kampung Kakek Bram, Kakeknya Non Hany," jelas Mbok Yum.
"Ta -Tapi Mbok ... Nanti saya gak lulus SMA. Besok tinggal ujian aja. Kita cari penginapan saja," ucap Hany dnegan anda binung.
"Kita ga punya uang. Non Hany dengar kan? Kata Polisi tadi, kalau kita ga boleh bawa apa -apa," jelas Mbok Yum mengingatkan.
Baru kali ini, Hany terlihat takut, cemas, panik dan bingung.
"Pak ... Saya bisa ketem Mama dan Papa saya? Penjaranya dimana?" tanya Hany lagi.
"Maaf ... Kalau kasus ini belum selesai dan masih dalam pemeriksaan maka orang tua anda tida bisa dijenguk," jelas Polisi itu smeakin membuat Hany ketakutan.
Hany tak pernah menyangka, kedua orang tuanay yang sibuk mencari uang dari pagi sampai malam hanya untuk memenuhi kebuthan rumah dan kebutuhan hidupnya kini harus mendekam di Penjara yang dingin dan bau. Hany bisa membayangkan itu.
"Silahkan pergi sekarang juga. Waktu kalian tidak banyak." Polisi itu mengingatkan dan pergi membantu yang lain untuk memasang garis kuninga yang membentang mengelilingi rumahnya.
Hany hanya membawa satu tas ransel miiknya tanpa membawa dompet atau pun ponsel. Smeua barang harus ditinggal.
Ia hanya membawa pakaian dalam dan beberapa pakaian yang diperlukan termasuk paaian seragam SMA -nya.
Mbok Yum dan Hany menatap ke arah belakang. Ia melihat rumahnay sudah di tutup rapat dan di kunci. Garis kunin memenuhi rumah itu. Rumah dan seisinya, mobi dan beberapa motir dimasukkan ke dalam garasi dan dibeli plag besar.
Sebesra apa, kasus yang menerpa kedua orang tuanya.
Akhirnya Hany pulang ke Kampung Kakek Bram dengan menggunakan travel karena mereka tidak membawa uang sepersen pun.
Perjalanan panjang itu sanagt membosankan dan melelahkan. Hany tidak tahu, apa yang harus ia lakukan setelah ini. Masa iya, tidak lulus sekolah. Apa kata teman -temannya kalau tahu, mendadak keluarganya bangkrut.
Sungguh menyebakan sekali! Kenapa hidupnya begini! Siapa yang harus disalahkan?!