“Kapan kamu bakal cerai, Mas?” Suara centil seorang wanita membuat Davka tersenyum.
Pria itu merangsek maju, melingkarkan lengannya di pinggang ramping sang wanita dan mulai mengejar bibirnya. Davka mencium wanita bersurai legam itu dengan rakus.
“Secepatnya.” Ia berbisik di antara ciuman.
Dan wanita itu tersenyum, melingkarkan lengannya di leher Davka, menerima ciuman sang pria.
Davka mendorong tubuh mereka ke kasur, merebahkan sang wanita ke atas kasur, ciuman mereka tidak terlepas sama sekali.
“Ah, Davka ….” Wanita itu mendesah lembut saat bibir Davka turun ke lehernya.
Mendengar itu, Davka menyeringai senang. “Mira, kamu selalu suka kalau aku cium gini?”
Wanita bernama Mira itu mengangguk sambil melengkungkan tubuhnya, menuntut sentuhan Davka lebih. Dan karena mereka sudah berhubungan cukup lama, Davka lebih dari mengerti bahasa tubuh Mira.
Ia tak menyia-nyiakan waktu. Davka kembali menciumi kulit leher Mira, meremas dadanya, membuka kancing seragam pramugari yang dikenakan Mira.
Ya, Mira adalah pramugari di maskapai tempat Davka bekerja. Maskapai yang sama milik keluarganya.
“Malam ini, aku akan menghamilimu, Mira.” Davka berbisik di antara ciuman. Tangannya sibuk melepas seluruh pakaian Mira.
“Hamili aku, Mas. Aku siap mengandung benihmu.” Mira berbisik memohon. Sudah lama ia menginginkan posisi itu—menjadi ibu dari anak-anak Davka yang juga berarti menjadi istrinya.
Davka menyeringai senang. Gerakannya semakin brutal dan tak sabar. Ia bahkan nyaris merobek stoking tipis yang dikenakan Mira, membuat sang dara memekik senang.
“Ah, nggak sabar banget sih?” godanya saat melihat Davka melepas pakaiannya sendiri dengan gerakan kasar.
“Kamu yang bikin aku nggak sabar, Mir. Salahmu sendiri yang minta dihamili,” kata Davka sembari melepas kain terakhir yang melekat di tubuhnya. Membiarkan kejantanannya tegak menjulang.
Mira terkesiap, tapi tubuhnya jelas memanas karena pemandangan itu. “Davka ….”
“Sshh ….” Davka berbisik sensual di telinga Mira, memposisikan dirinya di antara kedua paha Mira yang melebar. “Terima ini, Mir. Kamu harus mengandung benihku dan memberiku keturunan.”
Dengan begitu, Davka melesakkan dirinya masuk ke tubuh Mira. Wanita itu mengerang keenakan, mendorong pinggulnya agar Davka masuk lebih dalam.
Atmosfer di ruangan itu seketika memanas dengan pesat. Bersamaan dengan gerakan pinggul Davka yang semakin cepat. Bersamaan dengan suara desah kenikmatan Mira yang semakin tak tertahankan.
“Davka, ah, Davka ….” Mira mendesah semakin kencang, jemarinya mencengkram bahu Davka erat-erat saat dirinya merasa kenikmatan dari permainan mereka semakin memuncak.
“Aku juga … ah, deket.” Davka mengerang di leher Mira. Pinggulnya terus memompa dengan cepat. “Kamu harus hamil anakku, Mira. Akan kuberikan benihku untukmu.”
Tepat setelah mengatakan itu, Davka menghunjamkan pinggulnya kuat-kuat dan meledakkan dirinya di sana. Benihnya memenuhi tubuh Mira, membuat Mira juga tak kuasa menahan pelepasannya.
Keduanya bertahan dalam posisi saling berpelukan selama beberapa saat. Nafas mereka masih memburu, tubuh mereka masih bergetar karena kenikmatan duniawi yang baru saja mereka rasakan. Yang entah sudah berapa kali mereka lakukan setiap kali berada dalam penerbangan yang sama.
Setelah nafas mereka kembali normal, Davka memundurkan kepalanya, menatap Mira dengan lembut. Tangannya terangkat, membelai rambut Mira yang lembab oleh keringat.
“Kamu akan mengandung anakku kan?” bisik Davka sembari mencium kening Mira.
Wanita itu mengangguk kecil. “Dan kamu akan segera menikahiku setelah bercerai dari istrimu itu kan?”
Davka balas mengangguk. “Tunggu sebentar lagi, ya. Aku juga sudah nggak sabar ingin bercerai darinya.”
***
“Ulangi.” Gunawan—papa Tristan berkata tajam.
“Aku mau membatalkan pertunanganku dengan Dhea.” Tristan berkata tanpa berkedip, tegas dan mantap.
Seketika, semua orang di ruangan itu berhenti makan. Setiap pasang matang menatap Tristan dengan ekspresi yang berbeda-beda. Gunawan dan Hesti jelas terkejut, Dhea yang juga ada di ruangan itu menggeleng dan menatap Tristan horor.
“Jangan kurang ajar, Tristan.” Papa Dhea lebih dulu bicara. Kalimatnya yang tajam tak mampu membelah atmosfer pekat yang terbentuk di ruang makan VIP sebuah restoran keluargan yang menjadi tempat pertemuan mereka.
Tristan menoleh, masih terlihat tenang. “Saya yakin Om sangat menyayangi Dhea. Karena itu, saya yakin Om nggak akan mau Dhea menikah dengan saya yang sampai setahun bertunangan, masih tidak bisa mencintainya.”
“Apa?” Dhea tercekat, air matanya meleleh. “Kamu nggak mencintaiku, Mas?”
Tristan menggeleng tegas. “Kamu masih muda, Dhea. Kamu bisa menemukan laki-laki yang tulus mencintaimu. Bukan aku yang sampai sekarang masih nggak bisa memberimu cinta.”
“Tapi aku mau kamu, Mas!” Dhea menggebrak meja, berdiri, berteriak lantang sambil terisak.
“Ada banyak laki-laki yang lebih baik dariku, Dhea. Aku lebih tua sepuluh tahun darimu, kamu bisa mencari laki-laki yang seusiamu.”
“Berapa kali harus aku bilang, aku cuma mau kamu!” Dhea berteriak semakin kencang.
“Ini penghinaan untuk keluarga kami, Tristan!” Papa Dhea berseru marah, kedua tangannya terkepal di atas meja.
Gunawan malu luar biasa dengan keputusan Tristan yang tidak melalui diskusi dengannya. Ia sudah membuka mulut, siap memarahi Tristan. Namun Hesti yang duduk di sebelahnya menahan lengan Gunawan. Tatapan sang istri seolah berkata ‘biar aku yang bicara’.
Dan karena Gunawan tahu betul bahwa dirinya lebih mudah meledak daripada Hesti, maka ia membiarkan sang istri yang menangani situasi.
“Kenapa kamu nggak bilang apa-apa sebelum ini, Tristan?” tanya Hesti dengan suara lembut khas seorang ibu. Dan itu berhasil sedikit mencairkan suasana, meski Dhea masih terlihat syok dan menangis.
“Aku sudah bicara sebelumnya, Ma. Dan harusnya dari obrolan itu Mama tahu kalau aku pasti akan membatalkan pertunangan ini.”
Hesti mengernyit, mencoba mengingat-ingat obrolan apa yang sudah mereka lakukan. Lantas, ingatannya kembali ke malam saat Tristan mengatakan bahwa Bela sedang mengandung anaknya karena kesalahan medis.
Wanita paruh baya itu melebarkan mata saat mengerti maksud Tristan. “Jadi … kamu mau bertanggung jawab soal itu?”
“Iya, Ma. Dan lagipula, aku nggak mau membuat Dhea merasa terjebak dalam pernikahan tanpa cinta.”
“Tapi aku bisa bikin kamu jatuh cinta sama aku, Mas!” Dhea semakin terisak. Papanya memeluknya erat sembari melirik Tristan tajam.
“Tidak bisakah kamu belajar mencintai putriku, hah?! Kamu sudah berjanji akan menikahinya!” hardiknya kasar.
“Aku sudah coba selama satu tahun ini, Om. Tapi apa? Nggak ada hasilnya sama sekali. Daripada aku menyakiti Dhea semakin jauh, lebih baik pertunangan ini diakhiri di sini saja.”
***
Pukul sepuluh malam, Tristan menghentikan mobilnya di depan butik La Belle Attire. Ia berlari kecil menuju pintu depannya. Bertepatan dengan itu, pintu depan butik bernuansa cat pink itu terbuka. Bela muncul di ambang pintu.
Dan seolah dorongan itu datang secara spontan, Tristan berhambur memeluk Bela erat.
“Tristan?” Bela terkejut, terdorong mundur oleh tubuh Tristan yang memeluknya.
Pria itu menghela nafas lega, memeluk Bela semakin erat dan mengubur wajahnya di pundak Bela.
“Aku sudah membatalkan pertunanganku dengan Dhea. Sekarang, biarkan aku menebus kesalahanku dulu dan bertanggung jawab atas anak yang kamu kandung, Bel.” Tristan berbisik lirih, penuh harap.
Kalimat itu membuat Bela terbelalak. Ia mendorong Tristan menjauh, mengamati ekspresi sang pria. “Kamu serius? Kamu bener-bener putus sama tunanganmu?”
Tristan mengangguk. “Aku nggak mau bikin kesalahan lagi, Bel.” Ia mengambil tangan Bela, mencium punggung tangannya. “Dulu aku kabur darimu dan berharap bisa melupakanmu. Tapi sekarang, aku nggak mau melakukan itu lagi. Apalagi ….”
Hening. Tatapan Tristan turun ke perut Bela, senyum tipis menggantung di bibirnya.
“Ada bayi yang menjadi pengikat takdir kita sekarang.”
Bela menghela nafas yang sejak tadi tanpa sadar ia tahan. Matanya memanas, dadanya bergemuruh. Ternyata … begini rasanya diperjuangkan?
Namun, satu hal yang tidak diceritakan oleh Tristan adalah pemutusan pertunangan itu sama sekali tidak berjalan lancar. Justru meninggalkan amarah dan dendam di hati keluarga Dhea.