Tristan menghela nafas pelan, bergetar. Jantungnya terasa jatuh ke dengkul karena Bela tidak juga merespons hingga bermenit-menit setelah pengakuannya. Keheningan yang menyesakkan d**a telah tercipta di antara mereka, menyusutkan harapan di hati Tristan yang tadi sempat menggembung besar seperti balon udara. “Terlalu mendadak, ya? Atau terlalu konyol?” Tristan tersenyum getir, merutuki dirinya sendiri. “Padahal kamu belum resmi cerai dari Davka, tapi aku sudah—” “Aku sudah cerai. Resmi. Ada aktanya.” Bela memotong cepat. Saat kalimat itu merasuk ke otak Tristan, pria itu membelalak terkejut. Tak bisa menahan sudut bibirnya untuk tidak melengkung ke atas membentuk senyum. “Serius? Jadi … jadi aku masih punya—” “Aku pikirkan dulu,” tandas Bela kemudian—yang langsung membuat Tristan men