Entah berapa lama Florence tertidur. Ia terbangun oleh rasa dingin yang merambati tulang punggungnya, yang terus turun ke bawah, kini membelai pinggulnya. Menyelip ke belahan pa-hanya dan membelainya halus. Jemari Alexander, pikirnya denganmata tertutup. Tanpa sadar, Florence melenguh. Menikmati buaian di tubuhnya yang masih belum mengenakan sehelai kain. “Maaf membangunkanmu, Florence. Sesabar-sabarnya diriku, tapi aku pun ingin menikmati hadiahku.” Bisikan rendah dari suara Alexander langsung menyambar kesadaran Florence. Ia membuka matanya bersamaan dengan cengkeraman tangan Alexander pada kedua pergelangan kakinya. Tanpa peringatan, pria itu duduk, mengangkat kedua kaki Florence ke atas bahu kekarnya dan membenamkan tubuhnya yang masih belum terpuaskan masuk semakin dalam ke tu