Felis menangis, tapi bukan tangisan kesedihan, melainkan rasa bahagia yang ada dalam hatinya. Dia tak menyangka, sangat tak menyangka sesuatu yang awalnya dirasa tak mungkin kini telah menjadi kenyataan. Felis dan Panji saling menatap satu sama lain. Panji pun menyeka air mata yang sedari tadi membasahi pipi Felis. “Aku mencintaimu. Entah sejak kapan aku memulainya, yang pasti aku akan mempertahankan perasaan ini selamanya. Aku mencintaimu, jangan pernah bosan mendengar kalimat ini. Sungguh, aku sangat mencintaimu, Felisha,” ucap Panji di hadapan semua yang hadir. Felis tak bisa menjawab sepatah kata pun, Mungkin ini terdengar berlebihan, tapi sungguh dia masih tak percaya. Apa ini mimpi? Jika iya, dia tak ingin bangun untuk selamanya. Panji kemudian membopong Felis. Tanpa izin, bahkan