Kaila duduk di kursi kayu di teras rumahnya, tatapannya kosong menatap hamparan bunga yang mulai layu di halaman depan. Sudah berapa lama ia duduk di sini? Ia tidak tahu. Ia bahkan tidak bisa merasakan panas matahari yang mulai menyengat kulitnya. Yang ia rasakan hanya kehampaan. Matanya sembab, kelopak matanya bengkak karena terlalu banyak menangis sejak semalam. Kenyataan bahwa Brian benar-benar ingin menceraikannya menghantui pikirannya tanpa henti. Benarkah semua ini sedang terjadi? Benarkah Brian, suaminya, yang dulu mencintainya, yang dulu berjanji akan selalu bersamanya dalam suka dan duka, kini ingin melepaskannya begitu saja? Kaila menghela napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. Namun, hatinya tetap sesak. Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar mendekat. Kaila menga