Entah sudah berapa lama Eleanor menatap langit-langit kamar rumah sakit yang terlihat sangat membosankan. Membalikkan tubuhnya ke kiri dan ke kanan bergantian karena tak bisa tidur. Ia terus memikirkan lembaran kertas yang Christian berikan padanya.
Itu adalah kertas yang berisi surat perjanjian kontrak kerja sebagai asisten pribadi Christian. Bukan sebagai asisten di rumah sakit, melainkan di rumah pria itu. Semua pasalnya tercantum dengan jelas di sana.
Yang membuat Eleanor tak mengerti adalah ia hanya akan mengerjakan pekerjaan sepele yang bahkan tidak Christian butuhkan. Mungkin Eleanor akan menerimanya begitu saja jika pria itu tidak memberinya gaji. Christian membiarkannya untuk membalas utang budi, tapi kenapa pria itu bahkan memberinya gaji yang sangat tinggi?
Apakah pria itu merasa kasihan padanya? Atau pria itu hanya ingin memanfaatkan dirinya? Atau mungkin pria itu memiliki tujuan tersembunyi lain?
Eleanor terus memikirkan hal tersebut dan mempertimbangkannya dengan serius selama berjam-jam. Hingga pada akhirnya ia baru bisa tertidur pulas pukul empat dini hari.
Eleanor terbangun ketika mendengar suara berisik dari ranjang sebelahnya. Keluarga pasien di sebelahnya lagi-lagi datang menjenguk dengan heboh. Ketika melihat jam di dinding, sekarang masih pukul delapan pagi. Artinya ia hanya tidur selama empat jam.
“Aku tidak bisa tidur nyenyak sedikit pun,” keluh Eleanor sambil menutup wajahnya menggunakan selimut.
“Kau tidak bisa tidur?” sahut seorang perawat yang kebetulan berada di sana dan mendengar ucapannya. “Aneh. Dari hasil pemeriksaan sebelumnya, efek dari obat tidur yang kau konsumsi masih tersisa sedikit. Itu adalah obat tidur berdosis tinggi, jadi efeknya tidak akan mudah hilang. Karena itu, harusnya kau tidak akan mengalami kesulitan tidur setidaknya sampai besok.”
Perawat tersebut lalu mencari data pemeriksaan Eleanor di lembaran papan alasnya. “Sepertinya kita harus melakukan pemeriksaan ulang hari ini.”
Mendengar itu sontak membuat Eleanor membelalak dan spontan bangkit dari posisi baringnya. Biaya rawat inap dan pemeriksaan sebelumnya saja sudah membuat kepalanya pening, jika ia melakukan pemeriksaan lagi, ia bisa menjadi gelandangan di pinggir jalan.
“Ah, kurasa itu tidak perlu. Aku baik-baik saja,” celetuk Eleanor seraya terkekeh canggung.
“Tapi, tadi kau bilang-”
“Itu! A, aku hanya sedang banyak pikiran akhir-akhir ini. Banyak hal yang harus kupikirkan selama berada di sini. Karena itu, aku tidak bisa tidur nyenyak semalam,” dalihnya.
“Sekarang kau adalah pasien. Jangan terlalu memikirkan banyak hal. Itu bisa membuatmu stres dan memperlambat penyembuhan tubuhmu,” omel sang perawat.
Eleanor mengangguk seraya tersenyum canggung. Perawat tersebut lalu beranjak dari sana seusai memeriksa semua kondisi pasien. Setelah memastikan perawat itu benar-benar pergi, Eleanor langsung menghela napas berat.
“Bagaimana aku bisa tidak memikirkannya? Dokter terbaik kalian yang membuatku seperti ini,” gerutunya sambil melirik lembaran kertas yang berada di atas meja nakas.
***
“Selamat pagi semuanya,” sapa Anya dengan ceria pada dokter dan perawat yang ia temui di sepanjang jalan.
Hari ini adalah hari yang cukup spesial baginya, karena seorang pasien anak yang mengidap Tumor Wilms dan telah menjalani operasi Nefrektomi dua bulan lalu sudah diperbolehkan untuk pulang.
Ia lalu bergegas menuju kamar inap di mana anak tersebut dirawat. Senyum lebar tersungging di bibirnya ketika melihat anak itu telah selesai berganti pakaian.
“Hai, Grace,” sapa Anya pada anak berusia empat tahun tersebut. Ia sedikit membungkuk di hadapan Grace yang duduk di tepi ranjang.
“Halo,” balas anak tersebut dengan suara renyahnya.
“Bagaimana perasaanmu hari ini? Apa kau senang karena akan kembali ke rumah?” tanya Anya menggenggam tangan Grace yang diangguki oleh anak itu. “Sebanyak ini?” tanyanya lagi sembari membentuk lingkaran kecil di depan dadanya.
Grace menggeleng lalu membuat lingkaran besar menggunakan kedua lengan mungilnya yang membuat Anya serta petugas medis yang berada di sana tertawa.
Anya lalu mencubit pelan pipi Grace. “Aku pasti akan merindukanmu.”
“Aku juga akan merindukanmu, Dokter,” balas Grace kemudian memeluk leher Anya yang membuat wanita itu mengulas senyum.
“Terima kasih banyak, Dok. Berkat Anda, Grace bisa pulih kembali,” sahut Ibu Grace dengan mata berkaca-kaca.
“Jangan berkata seperti itu. Ini semua berkat Grace yang pemberani,” ujar Anya seraya tersenyum menatap gadis kecil itu. “Dan juga, untungnya kita bisa mendeteksi keberadaan tumor itu dengan cepat sehingga belum sempat menyebar ke bagian tubuh lain.”
Setelahnya, Anya kembali memberikan penjelasan terhadap kedua orang tua Grace mengenai apa yang harus Grace hindari untuk memperlancar proses pemulihannya.
“Sampai jumpa lagi, Grace,” sahut Anya dan semua tenaga medis serta beberapa pasien anak yang juga dirawat di sana. Mereka melambaikan tangan pada anak kecil yang telah berhasil melalui masa sulitnya dan memperjuangkan kesembuhannya kembali.
“Kamar ini pasti akan menjadi lebih sepi,” celetuk salah seorang perawat yang langsung menerima tatapan tajam dari Anya dan yang lainnya. “Ups, maaf,” gumamnya sambil menutup mulut cengengesan.
“Lebih baik kamar ini kosong selamanya dari pada harus melihat anak-anak yang masih kecil harus menderita. Itu benar-benar membuat hatiku sedih,” tutur Anya.
“Aku juga. Mereka masih kecil, tapi harus merelakan sebagian waktu berharga mereka di rumah sakit. Itu sangat tidak adil,” sahut perawat lainnya.
Anya menghela napas. “Baiklah. Kalau begitu aku pergi dulu,” pamitnya.
“Anda mau pergi menemui Dokter Chris?” tanya salah satu perawat yang hanya dibalas senyum oleh wanita itu. Karena tanpa ia menjawab pun, semua orang telah tahu jawabannya.
Begitu tiba di depan ruangan Christian, Anya langsung membuka pintu ruangan pria itu dengan senyum lebar. “Selamat pagi~”
Namun, kening Anya seketika mengerutkan kening saat ia tak menemukan Christian di dalam sana. “Hm? Di mana dia?”
***
Di lain sisi, Christian berjalan menuju kamar inap Eleanor untuk menepati janjinya. Wanita itu pun telah menunggu kedatangannya dengan harap-harap cemas. Meski Eleanor telah memiliki jawabannya, tetap saja ia merasa agak waspada terhadap pria itu.
“Kau sudah memutuskan?” tanya Christian tanpa basa-basi.
“Sebelum itu, ada yang ingin kutanyakan,” ucap Eleanor ragu.
“Silakan,” ucap pria itu.
“Kenapa kau melakukan ini padaku? Apa tujuanmu?” tanya Eleanor setelah memantapkan tekadnya untuk bertanya.
Christian terdiam sesaat. “Kau hanya perlu mengatakan setuju atau tidak. Jika tidak, kau tidak perlu menandatanganinya.”
‘Dia tidak menjawab pertanyaanku. Kenapa? Apa dia benar-benar memiliki tujuan lain?’ batin Eleanor berusaha menduga.
“Bukan begitu maksudku. Aku hanya ... penasaran kenapa kau tiba-tiba memberikan itu padaku,” elaknya menunduk.
Tak ada tanggapan dari Christian yang hanya membisu. Eleanor yang tak ingin membuat suasana menjadi lebih canggung pun meraih lembaran kertas di atas meja nakas lalu mengembalikannya pada pria itu.
Kertas yang berisi surat perjanjian kontrak kerja yang telah Eleanor tanda tangani setelah mempertimbangkannya dengan matang. Benar. Ia setuju untuk bekerja sebagai asisten pribadi Christian.
Eleanor tak bisa kembali ke rumahnya. Ia juga tak bisa menghubungi Oscar dan takut kembali ke flat pria itu, karena Margaret dan Yelena telah mengetahui tempat persembunyiannya. Teman? Eleanor tak memiliki seorang teman dekat yang bisa menampungnya untuk sementara. Bahkan sepeser uang pun ia tak punya.
Karena itu, Eleanor memutuskan untuk menerima tawaran Christian untuk menjadi asisten pribadi pria itu. Sungguh sangat pas dengan keadaannya yang tak memiliki tempat tujuan. Selain bisa memberinya tempat tinggal dan melunasi biaya rumah sakitnya selama ini, ia juga bisa membalas utang budinya pada Christian dengan cara lain.
Meski awalnya Eleanor takut jika Christian memiliki maksud terselubung, namun ia benar-benar tak memiliki pilihan lain sekarang. Karena itu, ia putuskan untuk menandatangani surat perjanjian itu walaupun kebebasan pribadinya ikut dibatasi.
Di lain sisi, Christian hanya melihat sekilas tanda tangan Eleanor dan kembali menatap wanita itu. “Kau setuju?”
“Ya. Aku akan bekerja sebagai asisten pribadimu,” jawab Eleanor.
Christian mengangguk. “Baiklah. Karena kau sudah setuju, aku akan melunasi biaya rumah sakitmu dan kau akan pindah ke rumahku setelah keluar dari rumah sakit.”
“Aku mengerti. Kau bisa memotong gaji pertamaku untuk melunasi biaya rumah sakitku. Terima kasih,” ucap Eleanor.
“Tidak perlu. Anggap saja itu sebagai kompensasi awal,” tolak Christian.
“Ko, kompensasi? Untuk apa? Aku-”
“Sekarang kondisimu sudah mulai membaik dan boleh keluar besok. Aku akan meminta orang untuk menjemputmu,” sela Christian kemudian pergi dari sana.
Eleanor yang tak siap dengan waktu yang singkat tersebut hanya bisa termangu di tempat. Ia bahkan tak yakin jika dirinya baru saja membuat perjanjian dengan pria itu.
“Apa ini? Apa aku sedang berhalusinasi? Kenapa aku tidak merasakan apa pun? Apakah semua orang yang baru saja menandatangani surat perjanjian tidak merasakan apa-apa?” oceh Eleanor tak percaya.
“Tunggu. Jadi, apakah aku benar-benar akan pindah ke rumahnya? Kami akan tinggal bersama? Aku akan tinggal bersama orang asing? Bagaimana ini? Bagaimana ini?” rutuknya sambil bersembunyi ke dalam selimut lalu menendang-nendang udara di balik selimut.
Sontak orang-orang yang juga berada di kamar tersebut menatapnya bingung.
***
SURAT PERJANJIAN KONTRAK KERJA.
1. Pihak Kedua akan menjadi Asisten Pribadi Pihak Pertama di rumah selama 3 tahun dan seluruh kebutuhan Pihak Kedua akan dipenuhi oleh Pihak Pertama, termasuk tempat tinggal.
2. Pihak Kedua akan menerima gaji sebesar 10.000 dolar setiap bulan.
3. Pihak Kedua hanya bertugas mempersiapkan pakaian dan makanan untuk Pihak Pertama.
4. Pihak Kedua dilarang bertanya apa pun tentang kehidupan pribadi Pihak Pertama, apalagi menyebarluaskan privasi Pihak Pertama. Pihak Kedua harus menjaga privasi Pihak Pertama.
5. Pihak Kedua harus mematuhi semua perintah Pihak Pertama.
6. Pihak Kedua harus meminta izin kepada Pihak Pertama jika ingin keluar rumah.
7. Pihak Kedua tidak diperbolehkan membawa orang asing masuk ke rumah.
8. Pihak Kedua tidak boleh membocorkan surat kontrak ini ke pihak luar tanpa izin Pihak Pertama.
9. Jika Pihak Kedua melanggar perjanjian, Pihak Kedua harus memberikan ganti rugi sebesar 100.000 dolar kepada Pihak Pertama. Begitu pula sebaliknya.
10. Pihak Pertama boleh membatalkan kontrak kapan saja tanpa ganti rugi apa pun jika merasa Pihak Kedua tidak becus dalam bekerja.
Pihak Pertama : Christian Frans Alexander.
Pihak Kedua : Eleanor Chatarina Josephone.
***
To be continued.