10. Kau Menyukai Dokter Christian?

1924 Kata
Pintu ruang operasi terbuka dan Christian keluar sambil melepas masker serta penutup kepala yang digunakannya selama di ruang operasi. Ia baru saja menyelesaikan operasi selama hampir lima jam tanpa henti. Bertepatan dengan itu, Raelle yang baru tiba segera menghampirinya. “Wah~ Pas sekali aku datang.” “Ada apa?” tanya Christian sambil berjalan yang diikuti oleh wanita itu. “Pasien IGD yang datang kemarin malam sudah siuman. Anda memintaku untuk melapor jika dia sudah siuman,” lapor Raelle. “Kapan dia siuman?” tanya Christian. “Sekitar sepuluh menit yang lalu dan aku langsung ke sini setelah memeriksa kondisinya,” jawab Raelle. Christian mengangguk mengerti. “Bagaimana kondisinya?” “Tidak terlalu baik. Napasnya agak sesak dan dia langsung muntah begitu terbangun,” terang wanita itu. “Omong-omong, Anda akan melihatnya sekarang?” “Dia pasienku. Jadi, aku harus melihat kondisinya secara langsung,” ucap Christian. Raelle hanya mengangguk kecil. “Kudengar Dokter Anya yang membawa pasien itu datang? Apakah dia teman Dokter Anya? Apa Anda juga mengenalnya? Tapi, dia terlihat lebih muda dari kalian berdua. Apa hubungan Anda dengan pasien itu?” cecarnya penasaran. Sontak Christian menghentikan langkah yang membuat Raelle juga ikut menghentikan langkahnya. Ia melirik wanita itu lalu berkata, “Sepertinya kau sudah bosan menjadi asistenku.” Mata Raelle membulat sempurna. Tubuhnya menjadi tegap dengan spontan. “Bosan? Siapa yang bilang? Sama sekali tidak. Aku sangat senang menjadi asisten Dokter. Sebuah kehormatan bisa bekerja di bawah Anda,” tuturnya panik seraya cengengesan yang terlihat sangat canggung. “Kenapa? Bagaimanapun kau juga seorang dokter. Bukankah merepotkan bekerja di bawah dokter lain?” tanya Christian. “Tidak. Sama. Sekali. Justru sangat menyenangkan bisa bekerja bersama Anda. Itu memberiku banyak pelajaran. Lagi pula, Anda pasti akan kerepotan jika aku tidak ada,” dalih Raelle sembari menekankan tiga kata pertamanya. “Tidak masalah. Aku masih memiliki Hella,” balas Christian. Seketika Raelle bungkam mendengar nama Hella disebut. Hella merupakan seorang perawat senior yang telah bekerja selama 13 tahun di rumah sakit, jelas pengalamannya lebih banyak dari dirinya yang baru bekerja seumur jagung. Dan parahnya, Hella telah menjadi asisten Christian sejak awal. Sudah pasti mereka berdua tak pantas untuk dibandingkan. ‘Apa lagi kesalahanku kali ini sampai membuat mood-nya buruk?’ batin Raelle merutuk. Namun begitu, ia tetap memaksakan tersenyum meski terlihat kaku. “Kalau begitu, aku akan pergi sekarang dan membantu Hella. Selamat bekerja, Dok,” tukasnya kemudian segera melarikan diri dari sana dan memutus nasib buruknya hari ini. Christian menghela napas pendek sambil menggeleng-gelengkan kepala. Ia lalu melanjutkan langkahnya menuju kamar inap Eleanor yang diisi oleh empat orang pasien. Setibanya di sana, ia langsung menghampiri ranjang wanita itu yang terletak di dekat jendela. Eleanor yang tengah melamun lantas menoleh dan segera menegakkan duduknya ketika melihat kedatangan pria itu. Agak terkejut ketika melihat dokter yang menanganinya adalah Christian. Entah sudah berapa kali pria itu melihatnya dalam kondisi terluka. Dengan canggung dan menahan malu, Eleanor berusaha tersenyum pada pria yang lagi-lagi telah menyelamatkannya itu. “Apa hobimu memang terluka?” Christian membuka suara dengan wajah datar. “Apa?” Eleanor membeo. Namun sepersekian detik kemudian ia tersadar dan menyahut sambil tersenyum masam, “Ah, sepertinya memang begitu.” Kepalanya menunduk dengan raut wajah sedih. “Bagaimana kondisimu? Apa kau masih merasa sesak dan mual?” tanya Christian. Eleanor menggeleng. “Sekarang sudah lebih baik. Aku hanya merasakannya saat bangun tadi.” “Kau mengonsumsi terlalu banyak obat tidur berdosis tinggi, jadi wajar jika kau merasa sesak dan mual bahkan muntah ketika bangun. Mungkin kau juga akan mengalami efek samping lain ke depannya seperti rasa kantuk berlebihan, pusing, sakit perut, gangguan pencernaan, dan sensasi perih atau kesemutan,” jelas Christian. “Walaupun itu efek samping yang timbul akibat konsumsi obat tidur berlebihan jangka panjang, tapi karena kau mengonsumsi yang berdosis tinggi sekaligus, jadi bisa saja semua efek samping itu akan terjadi padamu. Jadi, segeralah melapor jika kau merasakan sesuatu yang tak biasa,” pintanya. “Baiklah. Aku mengerti. Terima kasih,” ucap Eleanor tersenyum seraya mengangguk. Selama beberapa saat ia hanya terdiam sambil menunduk. Sementara Christian tengah memeriksa laporan medisnya pada kertas yang ada di atas papan alas. Hingga tak lama kemudian, Eleanor teringat sesuatu. “Ah, aku ingin mengucapkan terima kasih, karena telah menyelamatkanku sekali lagi. Aku ing-” “Bukan aku yang menyelamatkanmu. Aku yakin kalau kau tahu itu,” potong Christian tanpa beralih dari papan alasnya. “Aku tahu. Tentu aku juga akan berterima kasih pada Nona yang menyelamatkanku malam itu. Jika dia tidak berada di sana, mungkin sekarang aku telah dijual pada tu-” Eleanor seketika bungkam saat sadar bahwa dirinya telah mengungkapkan hal yang tak seharusnya. “Pokoknya, aku merasa sangat berterima kasih pada Nona itu dan juga padamu. Bagaimanapun kau telah mengobatiku sampai sekarang. Ini bukan pertama kali kau menyelamatkanku. Karena itu, aku ingin membalas semua kebaikanmu. Katakan saja padaku jika kau membutuhkan sesuatu. Aku pasti akan berusaha melakukannya,” tuturnya bersungguh-sungguh. Sesaat Christian tak menanggapi dan hanya menatapnya datar yang membuat Eleanor malu sampai salah tingkah. “Perhatikan saja kesehatanmu dengan baik,” tukasnya kemudian beranjak dari sana. Eleanor yang sempat terkesiap lantas tak bisa mencegah pria itu hingga akhirnya hanya bisa menghela napas kecewa. Padahal ia benar-benar ingin membalas kebaikan Christian. “Ah, benar juga. Masih ada wanita yang menolongku malam itu. Tapi sejak bangun, aku tidak melihatnya,” gumamnya. “Yah, wajar jika dia sudah tidak berada di sini. Aku pingsan selama dua hari. Orang gila mana yang rela membuang waktunya untuk menunggu orang asing yang sudah untung ditolongnya? Sudah baik dia menolongku, apa lagi yang kuharapkan?” Eleanor menghela napas berat. “Lagi-lagi aku berutang budi pada orang lain yang tidak kukenal. Mengucapkan terima kasih pun tidak sempat.” “Aku benar-benar tidak berguna dan hanya bisa menyusahkan orang lain. Bahkan kekasihku sendiri tidak tahu keadaanku sekarang. Entah bagaimana kabar Oscar sekarang. Apa dia mencariku karena tidak pulang beberapa hari? Dia pasti mengkhawatirkanku. Aku harap Mama dan Lena tidak mengganggunya karena diriku.” Kepalanya menunduk dalam. Benaknya benar-benar berantakan saat ini. Eleanor tak bisa menghubungi Oscar, sang kekasih. Ibu dan Kakak kandungnya bersikeras ingin menjualnya kepada pria tua bangka. Tapi, yang paling penting sekarang adalah bagaimana ia bisa menangani tagihan biaya rumah sakit selama dirinya dirawat? Eleanor benar-benar telah kehabisan akal dengan hidupnya sendiri. Andai saja ia bisa menghilang saja dari dunia ini, mungkin itu akan jauh lebih baik. *** Seusai melakukan operasi yang kedua untuk hari ini, Christian melakukan visite terhadap semua pasien yang telah menjalani operasi di kamar inap bersama tim dokter dan beberapa perawat bedah umum. Selama proses visite tersebut, Christian mengamati perkembangan kondisi pasien, memberikan pengarahan atas pertanyaan yang diberikan pihak keluarga pasien, dan beberapa bimbingan lainnya. Setelah melakukan visite terhadap semua pasien, Christian dan timnya membuat laporan terhadap visite yang mereka lakukan hari ini lalu kembali ke posisi masing-masing. “Dokter,” sahut Raelle pada Christian yang tengah memeriksa ulang kondisi pasien pada layar komputer di nurse station. “Apa Anda tidak akan memeriksa kondisi pasien itu?” tanyanya. “Pasien yang mana?” tanya Christian tetap fokus pada layar komputernya. “Pasien yang dibawa oleh Dokter Anya. Kemarin juga Anda memintaku untuk melapor saat dia telah siuman,” tutur Raelle. “Dia tidak termasuk dalam daftar visite,” ucap Christian. “Tapi, dia tetap pasien Anda,” ujar Raelle. “Dia pasien biasa. Aku akan melakukannya nanti,” gumam Christian yang diangguki oleh wanita itu. “Apa kau tidak membuat laporan? Waktu yang tersisa tidak banyak.” Raelle mendecak kemudian langsung pamit dari sana dengan wajah cemberut. Sepeninggal dokter muda itu, Christian ikut beranjak ke ruangannya. Ia menanggalkan jas putihnya di tiang gantung lalu duduk di kursi. Matanya terpejam sambil menyandarkan punggungnya di sandaran kursi. Hari ini pun tidak berbeda dari hari-hari sebelumnya. Tak berapa lama, Christian kembali membuka matanya dan merenung sejenak. Setelahnya, ia menyalakan komputer lalu mulai melakukan sesuatu di sana. *** “Permisi,” celetuk Eleanor pada seorang perawat yang tengah mengganti cairan infusnya yang telah habis. “Ya, ada apa? Kau membutuhkan sesuatu?” sahut perawat tersebut ramah. “Aku ingin bertanya. Apa kau mengenal Dokter Christian?” tanya Eleanor sedikit ragu. Perawat tersebut lantas tersenyum lalu menjawab, “Tentu. Tidak ada yang tidak mengenalnya di rumah sakit ini. Dia adalah dokter terbaik kami.” ‘Ucapannya sama persis seperti ucapan perawat yang waktu itu. Apa dia benar-benar sehebat itu?’ batin Eleanor. “Kalau begitu? Apakah kau tahu apa yang dia sukai? Mmm ... seperti makanan, benda, atau apa pun,” tanyanya. Perawat tersebut lantas tersenyum dan menatapnya penuh arti. “Kau menyukai Dokter Christian?” Seketika Eleanor tercengang mendengar pertanyaan tersebut. Dari sekian banyak hal, bagaimana bisa perawat itu menyimpulkan bahwa dirinya menyukai pria itu hanya berdasarkan satu pertanyaan sederhana? “Tidak. Bukan seperti itu. Tapi, aku hanya ingin membalas kebaikannya karena telah menolongku,” bantah Eleanor tersenyum canggung. “Itu adalah alasan yang biasa diberikan oleh pasien-pasien sebelumnya,” ucap perawat tersebut yang membuat kening Eleanor mengerut. “Aku tahu. Selain karena dia adalah dokter yang hebat, Dokter Christian juga sangat tampan sampai membuat banyak dokter dan perawat di rumah sakit jatuh hati padanya. Bahkan tak jarang pasien wanita juga ikut jatuh hati pada wajah tampannya dan itu adalah hal yang wajar mengingat Dokter Christian masih melajang sampai saat ini,” sambungnya. “Apa? Tidak. Kau salah paham. Aku ti-” “Walaupun begitu, kami sebagai tenaga medis tidak diperbolehkan menerima hadiah dari pasien selama itu berkaitan dengan urusan di rumah sakit. Itu sangat dilarang. Jika kau ingin mengejar hati Dokter Christian secara pribadi, kau boleh melakukannya setelah keluar dari rumah sakit. Karena itu, cepatlah sembuh. Ok?” terang perawat tersebut masih dengan senyumnya yang mengembang. “Tapi, aku benar-benar ti-” “Sudah selesai. Sekarang kembalilah istirahat dan pulihkan kesehatanmu agar kau bisa segera mengejar hati Dokter Christian. Jika terlalu lama, dia bisa jatuh di tangan orang lain,” goda perawat itu kemudian langsung beranjak dari sana tanpa bisa Eleanor cegah. Ia bahkan tak diberi kesempatan untuk membantah. Sialnya. Ketika perawat tersebut beranjak, tokoh utama dalam perbincangan mereka tiba-tiba datang. Di ambang pintu, Eleanor melihat perawat tadi tersenyum lebar ke arahnya seraya mengucapkan kata ‘Semangat’ tanpa suara kemudian pergi dari sana. Bahkan sampai akhir pun perawat itu tetap menggodanya. Melihat itu benar-benar membuat Eleanor tercengang sampai melongo di tempatnya. Padahal itu bukanlah niatnya. Ia sungguh hanya ingin membalas kebaikan pria itu karena telah menolongnya beberapa kali. Tapi, siapa sangka kalau hal itu justru menjadi sebuah kesalahpahaman seperti ini? “Bagaimana kondisimu?” tanya Christian yang mengembalikan kesadaran Eleanor. “Apa? Ah, iya. Sekarang kondisiku jauh lebih baik,” jawab Eleanor merasa canggung berhadapan dengan pria itu setelah kejadian barusan. Ia bahkan tak berani menatap matanya. Christian mengangguk kecil. “Bukankah kau berutang budi padaku?” Seketika Eleanor mendongak dan matanya membesar yang kemudian seulas senyum terbit di bibirnya. “Benar. Aku sangat ingin membalas kebaikanmu, karena telah menolongku. Bagaimanapun, tidak ada yang gratis di dunia ini. Karena itu, katakan saja apa yang kau inginkan. Aku pasti akan melakukannya.” ‘Setidaknya aku bisa melakukan itu sebelum aku menghilang dari dunia ini.’ “Kalau begitu balaslah dengan ini,” ucap Christian memberikan selembar kertas yang dibawanya pada Eleanor. “Apa ini?” tanya wanita itu. “Bacalah lalu putuskan. Aku akan kembali lagi besok,” tukas Christian kemudian beranjak dari sana. Sementara itu, Eleanor hanya menatap kepergian Christian dengan bingung lalu mulai membaca isi kertas yang diberikan oleh pria itu. Sontak, matanya membulat ketika membaca kata demi kata yang tertera di sana. “Ini ....” *** To be continued.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN