CARA MELAWAN

1249 Kata
Aku mengernyitkan dahi, mencoba untuk mencerna kata-kata yang baru saja diucapkan oleh Kakek. Aku sedang berusaha untuk menarik kesimpulan dari semua kalimat yang kudengar. Kini aku akan mencoba menyampaikan pada Kakek, apakah hasil pemikiranku ini sepaham dengan makna ucapannya atau tidak. Jangan sampai aku malah menyimpan kesimpulan yang salah dalam ingatanku. "Hmm, Endit coba untuk menyimpulkan ya, Kek. Tolong dikoreksi jika ada yang salah dengan pemahaman Endit." Kakek menjawab dengan menganggukkan kepala. "Jika makhluk gaib itu tidak terbatas oleh dimensi ruang, maksudnya apakah mereka bisa menembus dinding pembatas antar ruangan, Kek?" Aku menunjuk dinding putih di sisi kananku. "Kemudian makhluk gaib itu juga bisa memilih, kapan saja mereka bisa menampakkan diri di hadapan manusia. Kalau benar begitu, berarti saat ini pun siluman ular tadi bisa saja masih berada di tengah-tengah kita. Hanya saja, dia sedang tidak ingin terlihat oleh salah satu dari kita." Aku bergidig dan melanjutkan ucapan pada Kakek, "hiii... membayangkan saja malah membuat Endit takut, Kek. Bagaimana kalau tiba-tiba ular siluman itu muncul dan menyerang tanpa kita menyadari? Bahaya, dong!" Aku mengucapkan sambil menggerakkan kedua tanganku untuk ke d**a, seperti sedang memeluk tubuhku sendiri. Hanya dengan membayangkan saja, berhasil membuat bulu kudukku meremang. Entah bagaimana jika apa yang kubayangkan ini menjadi sebuah kenyataan. Naudzubillah min dzalik. Kakek mengelus kepalaku saat melihatku bergidig ngeri. Kemudian beliau berkata, "Kesimpulan yang sudah Endit utarakan tadi ada benarnya, walaupun masih ada yang kurang. Boleh Kakek tambahkan penjelasan lagi? Agar pemahaman Endit semakin baik." Aku menganggukkan kepala dengan cepat. Kini, rasa penasaran semakin menyelimuti hati dan pikiranku. Mengalahkan rasa takut yang tadinya bersemayam dalam diriku. "Makhluk gaib itu tidak terbatas oleh dimensi ruang. Maksudnya, dia bisa berpindah ke lokasi yang jaraknya menurut pemikiran dan pengetahuan manusia relatif jauh, tanpa butuh melakukan perjalanan sejauh yang manusia tempuh untuk mencapai lokasinya. Endit paham?" Aku menggelengkan kepala. "Misalkan saja begini, kita ambil contoh yang termudah saja. Endit mau pergi ke rumah Kakek dan Nenek, sejak pagi tadi sudah harus berangkat dari rumah dengan menggunakan alat transportasi motor air. Betul?" Aku menganggukkan kepala sebagai tanda membenarkan ucapan Kakek. "Setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang, akhirnya Endit sampai juga di Pelabuhan Seng Hi. Dari sana, Endit melanjutkan perjalanan lagi menuju ke rumah Kakek dengan menaiki mobil. Perlu perjuangan kan untuk sampai di sini?" Aku menganggukkan kepala lagi. "Berbeda dengan makhluk gaib itu. Dia berpindah dari rumah Endit ke rumah Kakek dan Nenek bisa tanpa alat transportasi. Cukup sekejap mata saja, tanpa harus melakukan perjalanan dalam waktu lama seperti yang Endit lakukan tadi." Kakek menjelaskan dengan contoh yang mudah kupahami. "Wah, begitu rupanya! Ih, enak juga, ya, Kek! Mereka tak perlu capek-capek merasakan perjalanan panjang yang memakan waktu. Cukup sebentar saja berpindah tempat saat terbersit keinginan. Seru juga, ya! Duh, pengen juga Endit punya kemampuan seperti itu!" Aku menanggapi dengan mata berbinar. "Hush!" Bunda dan Nenek kompak mengingatkanku sambil menepuk lembut lenganku. Aku dan Kakek pun dengan kompak menoleh ke arah kedua wanita kesayangan kami itu. Menyadari kekompakan dalam kubu masing-masing, kami pun tergelak. Ruangan ini pun kembali dipenuhi oleh suara tawa. Ketegangan dalam hariku semakin mencair. Seolah baru saja tak pernah terjadi peristiwa yang mengerikan. "Ada-ada saja kamu, Nak. Oh ya, yang Kakek jelaskan tadi itu namanya teleportasi. Atau ada juga orang yang menyebutkan sebagai berpindah tempat dengan melewati gerbang antar dimensi. Banyak, lho, di dalam Perpustakaan Kota Pontianak buku-buku yang membahas tentang itu!" Kakek menambahkan penjelasannya. "Wah, keren! Endit jadi gak sabar diajak Kakek ke Perpustakaan Kota Pontianak. Endit ingin segera mencari tahu lebih banyak lagi mengenai istilah tadi. Teleportasi dan gerbang antar dimensi, ya? Rasanya baru pertama kali, Endit mendengarnya kata-kata itu. Ya, baru dari Kakek ini." Bunda tertawa kecil sambil mengacak rambutku. "Tentu saja kamu baru pertama kali mendengarnya, Nak. Mana ada pelajaran di kelas satu sekolah dasar membahas tentang teleportasi. Apalagi gerbang antar dimensi. Kamu itu terlalu cepat akselerasinya ilmunya. Anak seusiamu masih belajar mengenai hal-hal yang lebih sederhana." "Wah, akselerasi! Kata baru lagi itu. Apa artinya Bunda?" Aku bertanya dengan antusias pada Bunda. "Hmm, besok cari sendiri saja di dalam buku-buku perpustakaan, ya! Biar Endit semakin bertambah semangat untuk pergi ke sana." Bunda malah memberiku tantangan. "Hmm, baiklah Endit akan cari sendiri jawabannya dari buku-buku di perpustakaan. Bereslah, bos!" Aku mengacungkan kedua jempol ke arah Bunda. Tiba-tiba aku teringat bahwa Kakek belum mengoreksi dan menjelaskan tentang pernyataanku. Yaitu mengenai kemungkinan siluman ular itu sedang bersama kami dan tanpa pernah kami sadari Segera aku bertanya lagi pada Kakek. "Kek, masih ada satu hal lagi yang belum Kakek jelaskan ke Endit." "Iya, Kakek ingat, sayang. Tentang kemungkinan bahwa siluman itu berada di sini bersama kita kan? Ya, wallahu alam. Bisa saja, apalagi kita semua tidak ada yang memiliki kemampuan untuk melihat dan merasakan kehadiran makhluk gaib." "Memang ada manusia yang punya kemampuan seperti itu, Kek?" Aku semakin penasaran. "Ya, ada, Endit. Ada dikisahkan tentang suatu peristiwa pada saat nabi Ibrahim bertemu dengan tiga jin yang mewujudkan diri dalam waktu yang berurutan. Semua jin itu berhasil dikalahkan dengan melemparkan kerikil ke arah mereka. Nabi Ibrahim melempar perwujudan ketiga jin itu sambil mengucapkan sesuatu." Kakek menjelaskan, tapi kata-katanya membuatku ingin bertanya lagi "MasyaAllah, apa yang diucapkan oleh Nabi Ibrahim pada saat mengalahkan jin dengan lemparan kerikil, Kek? Endit mau hapalkan juga. Agar bisa mengalahkan siluman ular jika dia muncul lagi. Aduh, tapi pengennya jangan ketemu lagi, deh! Endit sudah bosen merasakan ketakutan dan kepanikan seperti tadi." Kakek tertawa dan berucap, "Endit kan sudah hafal. Tadi sudah diucapkan pada saat memukul siluman ular dengan bambu. Masa sekarang jadi lupa?" "Apa, ya? Kakek bikin Endit jadi penasaran. Apa kalimatnya, Kek?" "Bismillahi Allahuakbar. Kalimat itu yang diucapkan oleh Nabi Ibrahim saat melemparkan kerikil dan berhasil membuat jinnya kalah." "Masyaallah. Pantas saja Ustadzah Azizah mengajarkan Endit untuk menghafal dan melafazkan kalimat tersebut. Rupanya ada hal yang mendasari, yaitu sudah pernah dilakukan oleh Nabi Ibrahim." Kekagumanku pada Ustadzah Azizah semakin bertambah. "Oh, ya. Coba Kakek kasi pertanyaan lagi, ya. Endit tahu tidak? Pada saat menunaikan ibadah haji itu ada kegiatan melakukan pelemparan batu kerikil seperti yang pernah Nabi Ibrahim kerjakan dulu." Aku menggeleng dengan penuh semangat. Aku sangat antusias mendengarkan semua penjelasan dari Kakek. Sungguh menyenangkan memiliki Kakek dengan pengetahuan yang sangat luas dan senang membaca buku. Aku menjadi termotivasi untuk rajin membaca buku agar pintar seperti Kakek. "Sekarang Kakek beri tahu agar Endit semakin akselerasi pengetahuannya. Jadi kegiatan melempar kerikil itu namanya melempar jumrah. Ada tiga lokasi melempar jumrah, sesuai dengan tiga lokasi di mana Nabi Ibrahim bertemu dengan jin dan mendapatkan kemenangan dengan cara melemparkan kerikil dan mengucapkan lafaz Bismillahi Allahuakbar." Aku menganggukkan kepala mendengar penjelasan dari Kakek. Lalu berkata, "Oh begitu, Kek. Endit jadi ingin menunaikan ibadah haji. Biar bisa ikut melempar jumrah. "Aamiin. Semoga Allah kabulkan keinginan Endit. Setiap orang beragama yang islam hendaknya memiliki cita-cita untuk melaksanakan ibadah haji yang menjadi rukun islam yang terakhir. Nenek doakan semoga Allah mampukan dan mudahkan, agar Endit dapat berangkat menunaikan ibadah haji dalam usia muda. Karena ibadah haji itu sangat membutuhkan fisik yang kuat." Nenek menjelaskan sembari mengelus pipiku. Aku tersenyum dan memeluknya. Lalu aku mengelus si Mpus yang masih bermanja di pangkuan Nenek. Kucing berbulu putih bersih ini memang manja dan tingkahnya sangat manis. Maka dari itu, aku pun terkejut saat mendengar suara si Mpus mengeong dengan keras dan berulang kali. Selama aku mengenalnya, baru sekali ini terjadi. "Kek, sebenarnya Endit juga pengen tahu apa saja yang termasuk dalam golongan makhluk gaib. Apakah jin, siluman, atau hantu itu berasal dari golongan yang sama? Lalu menjadi berbeda nama karena ada perbedaan kebiasaan dalam menamainya?" Aku kembali bertanya pada Kakek.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN