Aku menunggu jawaban dari Kakek. Semua pertanyaan tadi sejak beberapa jam yang lalu mengganjal di hatiku. Mulai dari saat aku bercerita pada Kakek dan Nenek mengenai peristiwa di rumah dinas Bunda.
Sejak aku menceritakan kembali mengenai peristiwa bertemu dengan wanita siluman ular itu. Begitu banyak kosa kata baru yang aku dengar dari Kakek. Aku menjadi semakin bersemangat untuk terus menambah pengetahuan dari isi penjelasan Kakek.
"Ayo, Endit ikut Kakek!"
Kakek menggenggam telapak tangan kananku lalu berdiri. Aku pun mengikutinya, segera bangkit dari sofa. Lalu kami berjalan bersama menuju sebuah meja di dekat sofa tempat kami duduk tadi.
"Jaman Kakek kecil, semua informasi Kakek dapatkan melalui buku-buku. Akan tetapi, sejak tahun 2000an semua informasi tersebut bisa diperoleh melalui sebuah komputer yang tersambung pada internet. Endit sudah pernah menyalakan komputer ini, kan?"
"Sudah, Kek. Kan Endit sering main game di komputer Kakek, hehe." Aku menjawab sambil terkekeh.
Aku memencet tombol di kotak berwarna hitam yang berada di dekat kakiku. Layar kotak di hadapanku pun segera menyala. "Tuh, komputernya sudah siap dipakai, Kek!"
"Sip! Cucu kesayangan Kakek pintar. Oh iya, Kakek lupa. Komputer ini bukan hanya untuk bermain game. Akan tetapi, Endit bisa memanfaatkannya untuk mencari apa saja informasi yang dibutuhkan."
Kakek menepuk punggung tanganku sambil berkata, "coba sekarang Endit arahkan mouse pada gambar itu. Lalu pencet yang kanan. Sudah? Ketik makhluk gaib, m-a-k-h-l-u-k-g-a-i-b."
Aku mengikuti perintah Kakek dengan penuh semangat. Sangat menyenangkan melakukan hal yang tak pernah bisa kulakukan di Desa Sungai Ampar. Alat elektronik seperti televisi saja menjadi barang sangat mewah di sana, apalagi komputer.
Tidak semua rumah di Desa Sungai Ampar memiliki televisi. Bahkan bisa saja tak ada rumah di sana yang memiliki komputer. Semoga saja suatu saat nanti, Bunda melalui kantornya bisa mengusahakan setidaknya satu saja komputer di sekolah kami. Agar teman-temanku juga menjadi lebih luas wawasan dan pengalamannya.
"Nah, dari kata kunci makhluk gaib muncul banyak pilihan penjelasan, kan! Endit pilih dulu yang paling atas. Klik mouse-nya. Itu ada penjelasan mengenai makhluk gaib dari wikipedia."
"Iya, Kek." Aku melakukan apa yang Kakek perintahkan.
"Baca yang keras, Nak. Bunda dan Nenek juga ingin mendengar penjelasan dari wikipedia." Terdengar suara Bunda dari arah sofa.
Aku menoleh ke arah Bunda sambil tersenyum. "Bunda, ini tulisannya panjang sekali. Nanti Bunda membaca sendiri saja."
Bunda bangkit dari sofa dan melangkah mendekat padaku. "Bunda akan bantu kalau ada kata yang sulit saat Endit membacakan. Yuk, dimulai! Sekalian latihan membaca, agar lebih lancar lagi."
Aku pun mengangguk dan mulai membacakan dengan suara keras. "Dalam akidah Islam istilah ghaib mencakup banyak hal seperti kematian, rejeki, jodoh, ruh manusia, hari kiamat, surga, dan lain-lain. Beriman kepada yang gaib adalah salah satu ciri dari seorang muslim yang bertakwa. Dua. Apa maksudnya huruf dua ada di sini, Kek, Bun?"
"Coba Endit cari di bagian bawah tulisan. Biasanya ada catatan kaki." Bunda menjawab pertanyaanku.
"Apa itu catatan kaki? Catatan yang ditulis oleh kaki?" Aku bertanya lagi.
Kakek, Bunda, dan Nenek tergelak. Aku jadi malu dan berkata, "Endit bertanya karena benar-benar tidak paham, bukan mau bercanda, lho!"
"Oh, maafkan kami, ya, Nak. Catatan kaki itu merupakan catatan yang menjelaskan mengenai kalimat atau kata yang masih perlu diberi penjelasan khusus. Gini saja, Endit teruskan dulu bacanya. Nanti apa yang masih bingung, kita akan sama-sama cari di catatan kaki agar lebih paham." Bunda menjelaskan padaku.
Aku mengangguk dan meneruskan kembali membaca. "Termasuk kedalam hal ghaib adalah makhluk (ciptaan) yang tidak dapat dijangkau oleh indra manusia seperti dari bangsa malaikat dan jin. Tiga."
"Sekarang kode angka catatan kaki tidak usah disebutkan, Nak. Lanjut saja membaca." Bunda memotong bacaanku.
"O gitu. Baik, Bunda. Endit lanjutin, ya. Di dalam keyakinan Islam dinyatakan keberadaan makhluk-makhluk ghaib tersebut, bahkan sebelum manusia pertama diciptakan, makhluk dari kalangan jin telah terlebih dahulu menghuni bumi. Wah, ini seperti cerita Ustadzah Azizah di musala, Bunda!"
"Yang mana, Endit?" Bunda bertanya padaku.
"Ini... Akan tetapi, dikarenakan perbuatannya yang merusak, sebagian besar dari golongan jin tersebut dihancurkan oleh para malaikat bersama iblis (yang sebenarnya juga dari golongan jin). Kemudian, Allah menciptakan manusia untuk menjadi khalifah di bumi, yang di kemudian waktu manusia dan jin hidup berdampingan di bumi bersama hewan, tumbuhan, dan benda. Astaghfirullah!"
"Kenapa, Endit?" Ganti Kakek yang bertanya padaku.
"Ini, Kek. Kalau hidup berdampingan, berarti bisa saja dalam ruangan ini ada jin. Maka, pertanyaan Endit sebelumnya sudah terjawab. Bisa saja siluman ular itu diam-diam ada di dekat Endit."
"Ya, bisa saja. Ayo, Endit cari penjelasannya dengan terus membaca ini!" Kakek memberiku semangat.
Aku pun semakin antusias membaca lagi. "Karakteristik makhluk ghaib.
Artikel utama : jin dan malaikat.
Karateristik makhluk ghaib dan perbandingannya dengan manusia, diantaranya: malaikat diciptakan sebelum jin, dan jin diciptakan sebelum manusia. Malaikat diciptakan dari cahaya, jin dari api, dan manusia dari tanah, ketiganya memiliki jasad (jasmani). malaikat, jin, dan manusia sama-sama berakal, memiliki tingkatan, kedudukan, ilmu dan amalan yang berbeda-beda dan bertingkat-tingkat."
"Berarti jika kita mau mengalahkan jin yang jahat, kita bisa meminta bantuan pada manusia yang memiliki ilmu. Kita harus mencari yang tingkatan ilmunya di atas jin yang mengganggu kita. Begitu, ya, Pak?"
Bunda bertanya pada Kakek. Dijawab dengan anggukan kepala. Aku kembali menatap ke layar komputer.
"Malaikat tidak memiki syahwat, tidak berjenis kelamin, tidak makan, sedangkan jin dan Manusia sama-sama memiliki syahwat, berjenis kelamin, makan dan minum, berkeluarga, bereproduksi, bekerja dan istirahat, dan lain-lain."
Aku berhenti membaca, mencoba mencerna rangkaian kalimat barusan. Ternyata jin dan manusia memiliki kehidupan yang mirip. Sama-sama memiliki kegiatan rutin, bahkan jin juga punya keluarga. Berarti wanita ular itu punya orang tua, anak, dan suami seperti Bunda.
"Kek, kalau jin punya keluarga. Berarti ular siluman yang tadi tidak hanya ada satu, ya? Ya Allah, Endit merinding. Bertemu dengan satu ekor ular siluman dan seorang wanita ular saja sudah membuat Endit takut dan panik."
"Wallahualam. Kakek juga tidak bisa memastikan. Bisa saja ular siluman yang tadi menghilang saat Endit pukul dengan bambu kuning bukanlah jin yang sama dengan wanita bertubuh ular di rumah. Mana kita tahu kalau ternyata mereka berdua jin yang berbeda." Kakek menjawab pertanyaanku.
"Astaghfirullah."
Aku, Bunda, dan Nenek serempak mengucapkan istighfar. Suasana ruangan menjadi hening. Mungkin semua sedang tenggelam dalam pikiran dan ketakutan yang sama denganku.
"Sudah, jangan terlalu panik. Ayo, baca lagi, Endit!"
"Ya, Kek. Malaikat memiliki kekuatan fisik dan kecepatan yang jauh lebih kuat daripada jin, sedangkan jin lebih kuat daripada manusia. Jin mampu terbang hanya sebatas langit dunia, sementara Malaikat sampai ke surga. Mampu mengerjakan sesuatu yang dianggap besar oleh manusia dalam waktu singkat, kurang dari semalam atau sekejap mata misalnya membangun bangunan atau pola raksasa di ladang."
"Masyaallah. Bunda jadi ingat cerita legenda tentang Roro Jonggrang." Bunda menyela bacaanku.
"Ayo, teruskan lagi, Endit!" Ganti Nenek yang menyemangatiku kali ini.
"Para malaikat lebih utama dari para jin baik dari sisi penciptaan, bentuk, perbuatan maupun keadaan. Populasi malaikat memiliki jumlah yang sangat banyak melebihi jumlah jin, manusia dan hewan. Malaikat diciptakan dengan tabiat selalu taat dan tidak pernah bermaksiat kepada Allah dan disifati dengan sifat-sifat yang terpuji."
Aku berhenti sejenak, "minum dulu, Bun." Bunda tertawa dan mengambilkan segelas air untukku. Setelah menghabiskannya, aku pun melanjutkan membaca.
"Sedangkan jin dan manusia diberikan pilihan dan kehendak untuk taat atau ingkar. Jin sebagaimana manusia diperintakan untuk menjalankan syariat agama mengikuti nabi yang diutus, sehingga didapati ada jin yang muslim, kafir juga atheis, ada yang baik dan ada yang jahat."
"Nah, ingat itu Endit! Jangan terlalu takut pada jin. Malaikat itu lebih kuat dari pada jin. Selalu berdoa pada Allah, mohonkan perlindungan dari jin dan manusia dan jahat. Karena jin sama seperti manusia, ada yang jahat dan ada yang baik. Ada yang beriman, tapi ada yang tidak. Ayo, teruskan lagi bacanya, Endit!"
Aku menganggukkan kepala berulang kali, mencoba memahami apa yang telah k****a dan kudengar dari Kakek. Kemudian aku meneruskan membaca lagi.
"Komunitas jin serupa dengan manusia, memiliki bahasa dan negara masing-masing, memiliki Raja dan bawahan, memiliki teknologi dan bangunan-bangunan. Para Malaikat tinggal di langit, sementara Jin dan Manusia di bumi. Jin seperti Manusia merasakan sakit, takut, kuat, lemah, lahir dan mati. Sudah selesai."
"Alhamdulillah. Bagaimana? Endit sudah lebih tahu kan tentang jin sebagai salah satu makhluk gaib ciptaan Allah?" Kakek bertanya sambil mengelus rambutku.
"Iya, Kek. Ternyata sama saja seperti manusia, jin juga bisa merasa takut dan mati."
"Maka Endit harus belajar untuk semakin berani. Juga harus memiliki hafalan ayat suci Al Qur'an yang banyak, agar bisa melawan dan membuat takut jin jahat seperti siluman ular itu." Kakek kembali menasihatiku.