"Ularnya sudah lari, Pak?" Bunda bertanya setelah melihat ke arah jendela.
"Bukan lari, Nur. Dia menghilang. Lihat itu! Noda darahnya bersih dijilati oleh ular tadi." Kakek menjawab dengan setengah berteriak sambil menunjuk ke arah daun jendela.
Aku mengikuti ke arah jari telunjuk Kakek. Benar saja, darahnya sudah tak nampak sedikit pun. Karena penasaran, aku pun melangkah perlahan untuk mendekat ke jendela. Kakek mengikuti sambil tetap merangkulku.
Bulu kudukku meremang. Saat Kakek membuka daun jendela, sama sekali tak ada noda darah. Ular siluman itu benar-benar telah menikmati tetesan darah tadi dengan lahap.
"Kek, Endit takut!" Aku merengek sambil membalikkan tubuh dan memeluk Kakek.
"Istighfar, Endit. Kita harus berani. Ularnya sudah hilang, tidak usah takut. Ayo, kita masuk ke dalam rumah!" Kakek mengajak kami semua kembali menuju pintu belakang.
"Endit gak mau masuk ke dalam kamar, Kek. Endit di sini saja." Aku menghentikan langkah saat Kakek melangkah hendak membuka pintu kamar.
"Ya sudah, Endit di sini saja. Nenek yang akan menemani. Etik tolong buatkan es coklat s**u untuk Endit. Dia masih lemah semangat." Nenek menggandeng tangan kananku menuju sofa sambil menoleh pada Mbak Etik.
Aku duduk sambil menempelkan punggung menikmati sandaran yang empuk. Kupejamkan mata berusaha menenangkan diri. Ucapan istighfar berulang kali kulafazkan dengan suara pelan.
Saat aku membuka mata kembali, aku menyadari bahwa komputer yang tadi kupakai untuk mencari informasi bersama Kakek masih menyala. Aku segera bangkit dan duduk di kursi. Tanganku kembali memencet mouse. Semoga ada informasi lain mengenai makhluk gaib yang meneror kami.
"Mau main game, Endit?" Nenek bertanya sambil tetap duduk di sofa. Mpus mengeong dan mendekat di kakiku. Aku tak merespon dengan menggendongnya, hingga Mpus berjalan menuju Nenek.
"Tidak, Nek. Endit mau cari informasi lagi tentang makhluk gaib. Siapa tau ada cara ampuh untuk menghentikan teror ular siluman." Aku menjawab sambil menoleh ke arah Nenek yang sedang mengelus bulu putih si Mpus.
"Dibaca yang keras ya, Nenek juga mau tahu caranya." Nenek berkata sambil menaikkan si Mpus ke atas pangkuannya.
Aku menjawab dan mulai menggerakkan mouse. "Malaikat, Jin, dan Manusia akan mengalami kematian. Malaikat peniup Sangkakala adalah yang paling akhir mati di hari kiamat, dan juga yang pertama kali dibangkitkan dari kematiannya untuk meniup kembali sangsakala pada tiupan kebangkitan bagi makhluk yang lain. Nek, nama malaikat peniup sangkakala itu Izrail, ya?"
"Bukan, Izrail itu malaikat yang Allah tugaskan untuk mencabut nyawa. Kalau malaikat yang bertugas meniup sangkakala adalah Isrofil." Nenek menjelaskan.
Aku menganggukkan kepala dan melanjutkan kembali membaca, "Bagi Jin dan Manusia akan dihitung amal perbuatannya dikala hidup di dunia, yang beriman masuk surga, yang ingkar ke neraka. Malaikat, Jin, dan Manusia tidak mengetahui perkara ghaib, seperti ajalnya, masa depan, hari kiamat, dan lain-lain. Para Nabi dan Rasul seluruhnya dari bangsa Manusia, bukan dari kalangan Jin dan Malaikat. Para Malaikat bertugas mengurusi urusan Manusia, Jin, Hewan, dan apa saja yang diperintahkan padanya. Setiap Manusia memiliki Qarin, yaitu pendamping dari kalangan Jin dan Malaikat. Malaikat mampu melihat Jin disetiap waktu, sedangkan Jin tidak dapat melihat mereka kecuali setelah Malaikat tersebut berubah menjadi bentuk lain yang dapat dijangkau oleh indra Jin. Sedangkan Manusia tidak dapat melihat Malaikat dan Jin dalam bentuk asli mereka kecuali mereka berubah menjadi bentuk yang dapat dijangkau Indra manusia, seperti berubah menjadi Hewan, suara, cahaya, api, Hantu, Benda terbang tak dikenal, bahkan meniru rupa manusia yang sudah meninggal maupun yang masih hidup, dalam alam nyata maupun alam mimpi. Keledai dan Anjing mampu melihat bentuk asli Jin di malam hari. Jin mampu menzalimi, mencuri harta, membalas dendam, menculik, dan membunuh manusia, sebagaimana manusia juga bisa menyakiti dan membunuh Jin. Jin menjadi lebih lemah ketika menampakkan diri sehingga manusia dapat melihatnya, yang berarti juga dapat memukulnya, bahkan membunuhnya. Kesalahan pemahaman
Di dalam aqidah Islam tidak dikenal adanya Roh gentayangan, Arwah penasaran maupun indra keenam. Diyakini bahwa setelah perginya para pelayat, mayit di dalam kuburnya akan ditanyai tiga pertanyaan Kubur oleh malaikat, manusia yang jahat mengalami siksa kubur, sedangkan yang baik mengalami nikmat kubur."
Aku menarik napas panjang. Jadi wujud jin bisa berubah-ubah sesuai kemauan mereka dan tentu saja atas ijin Allah. Maka bisa jadi yang meneror seharian ini adalah wanita setengah ular yang mengambil wujud ular hijau berlingkaran kuning di atas kepalanya.
"Ini es jeruknya, Endit." Mbak Etik meletakkan segelas es jeruk di sisi kananku. Aku menoleh dan tersenyum bahagia. Tak lupa aku mengucapkan terima kasih padanya.
"Diminum dulu, Endit. Nanti lanjut membaca lagi. Kakek dan Bunda masih di kamar sama Pak Hardi. Mencoba mencari, siapa tahu ular itu masih bersembunyi di sela lemari dan kasur." Nenek berkata sambil menoleh ke arah kamar. Mbak Etik ternyata ikut masuk ke dalam kamar.
"Nenek jangan tinggalin Endit, ya. Endit mau meneruskan membacanya." Aku memohon sambil meletakkan kembali gelas berisi es jeruk. Alhamdulillah tenggorokanku lebih segar. Pikiranku menjadi lebih siap untuk berpikir keras.
"Iya, Nenek temani sambil mendengarkan Endit." Nenek menjawab perlahan. Dia tetap duduk di sofa bersama si Mpus.
"Roh orang yang telah meninggal tetap berada di dalam kuburnya menanti datangnya hari kebangkitan. Hal ini kadang kala dimanfaatkan oleh Jin untuk meniru wujud si mayit untuk mengambil keuntungan ataupun sekadar mempermainkan manusia. Begitu pula tentang Indra keenam, bahwasanya Jin tidak dapat dilihat manusia kecuali Jin tersebut sendiri yang menampakkan dirinya. Hanya saja Jin melihat dan memilih orang-orang tertentu untuk dia tampaki, kadang secara reguler. Tujuannya supaya manusia mengira dan meyakini bahwa dia mampu melihat hal ghaib dan mulai menyatakan kepada khalayak bahwa dia mampu mengetahui hal ghaib. Pada akhirnya Jin akan berkomunikasi dengan manusia tersebut dan menipunya, mengaku sebagai arwah orang yang telah mati, atau menawarkan manusia tersebut mencari harta, atau bahkan mengajak kepada perdukunan dan kesyirikan (seperti berkurban binatang untuk selain Allah sebagai syarat terpenuhi hajatnya), dan lain-lain. Penjelasan dari wikipedia sudah selesai, Nek." Aku bangkit dari kursi sambil membawa gelas yang masih terisi es jeruk separuhnya.
"Jadi apa yang ada di pikiran Endit setelah membaca penjelasan tadi?" Nenek bertanya sambil mendekatkan duduknya padaku.
"Merunut pada kejadian dan berdasarkan pada apa yang sudah Endit baca, ular tadi jelas jin. Dia yang awalnya hanya terlihat oleh Endit tapi tidak terlihat oleh Bunda ketika kejadian di rumah, kini memilih untuk menampakkan diri pada kita semua. Hanya Endit masih belum paham apa tujuannya, apa pesan yang ingin dia sampaikan pada kita semua." Aku mengungkapkan buah pemikiranku pada Nenek.
"Nenek juga berpikiran yang sama. Mahkluk gaib seperti jin pasti ada maksud saat menampakkan diri. Apalagi hari ini sudah tiga kali dia muncul. Hanya kita tak paham apa yang hendak disampaikannya. Nanti kita coba tanyakan pada Kakek, bagaimana cara kita memecahkan teka-teki ular. Mengapa dia meneror kita seharian ini?" Nenek mengakhiri ucapannya dengan menarik napas panjang.
Aku pun ikut menghela napas panjang. Kami berdua pun larut dalam pikiran masing-masing. Sungguh aku ingin segera menemukan jawaban dari semua tanya ini. Siapa sebenarnya ular siluman itu? Apakah dia memang jin yang sama dengan wanita setengah ular di rumah kami? Apa maksud dari kemunculannya yang bertubi-tubi dalam hari ini?