TEKA-TEKI

1306 Kata
"Begitu ceritanya, Pak Saibani." Aku telah selesai menyampaikan semua kejadian saat pertemuan pertamaku dengan wanita bermahkota dan bertubuh ular. Kemudian berlanjut dengan menceritakan tentang teror kemunculan ular hijau di hari ini. Pak Saibani mendengarkan dengan seksama tanpa memotong ucapanku. "Jadi, saya dan keluarga mau minta tolong sama Pak Saibani. Terus terang seharian ini kami semua sudah sangat panik dengan kemunculan ular hijau yang tiba-tiba menghilang tanpa bekas. Apakah Pak Saibani bisa membantu memberi arahan, jalan keluar yang harus kami tempuh agar terbebas dari teror ular ini?" Kakek bertanya pada Pak Saibani dengan tatapan sedih. Mereka terdiam beberapa saat. Kemudian, setelah menghela napas panjang Pak Saibani pun menjawab pertanyaan Kakek. "Bismillah, dengan ijin Allah saya akan berusaha untuk membantu permasalahan yang sedang menimpa keluarga Bapak. Setelah saya mendengar secara runtut semua rangkaian pertemuan Endita dengan wanita bertubuh ular, saya menyimpulkan bahwa jin itu terus mengikuti cucu Bapak. Hanya saja dia tidak selalu menampakkan diri." Aku merinding mendengar ucapan Pak Saibani. Jadi selama ini jin itu berada di sekitarku. Pantas saja hari ini dia beberapa kali menampakkan diri. Ular siluman itu ternyata ingin menunjukkan bahwa dirinya berada di dekatku. "Kira-kira apa penyebabnya jin berwujud ular atau wanita setengah ular mengikuti Endit, Pak?" Kakek bertanya pada Pak Saibani. "Meruntut pada awal perjumpaan mereka, bisa saja si wanita siluman ular itu masih marah. Endita bisa mendengar suara desisannya dan melihat saat dia sedang menikmati waktu minumnya. Kemarahan si ular siluman sudah terlihat saat dia berusaha menahan kaki Endita hingga sulit digerakkan. Alhamdulillah, Endita yang pintar dan cerdas ini berhasil melafadzkan ayat suci hingga bisa berlari menuju pintu depan." Pak Saibani berkata sambil memandang ke padaku. Aku menganggukkan kepala mengakui apa yang diucapkannya tadi memang sesuai dengan apa yang kualami. "Si ular siluman yang tak berhasil melampiaskan rasa marahnya jadi penasaran. Lalu terus mengejar dan berhasil melilit kaki Endit. Rasa marahnya membuat dia berani keluar dari ruangan tempatnya bersemayam. Saat hendak melampiaskan amarahnya pada Endit, saat itulah Ayah dan Ibunya Endit keburu datang. Hingga terpaksa si ular siluman menunda keinginan untuk mencelakai Endita." Pak Saibani kembali menyampaikan analisanya. Aku sepakat dengan apa yang diucapkannya. Semua masuk akal. "Kalau ular siluman sedang marah, kenapa saat itu dia masih bersiasat untuk meletakkan Endit ke atas sofa? Padahal sudah berhasil menyeret di lantai. Kenapa Endit tidak dibiarkan saja tetap berada di atas lantai, Pak?" Bunda bertanya sambil mengernyitkan dahinya. "Karena ada yang dia takuti saat itu. Apa atau siapa? Mari kita analisa lagi bersama." Pak Saibani menjawab pertanyaan Bunda. Akan tetapi, dia malah memberikan teka-teki. Ah, aku semakin bersemangat untuk menyimak! "Coba Endita jawab pertanyaan Bapak. Sebelum Endita berangkat ke Pontianak, apakah pernah ular siluman itu menampakkan diri lagi? Apakah ada kejadian aneh lainnya? Lalu kapankah kali kedua Endita bertemu lagi dengan ular siluman setelah kejadian pertama di Desa Sungai Ampar?" Pak Saibani bertanya sambil menatap ke arahku. Aku tak langsung menjawab pertanyaan Pak Saibani. Kuterdiam, mencoba mengingat apa saja yang terjadi semenjak kejadian pertama saat bertemu dengan siluman ular. Sepertinya hari-hariku tetap berjalan seperti biasanya. Baru hari ini saja, aku merasa diteror oleh ular itu. "Setelah kejadian pertama bertemu dengan ular siluman itu, tak ada kejadian aneh, Pak. Baru hari ini saja Endit merasa diteror lagi. Mulai dari peristiwa goncangan pada motor air saat hendak merapat ke Pelabuhan Seng Hi, ular hijau di tangga mesjid, mimpi dibelit siluman ular, dan dua kali kemunculan ular hijau yang menghilang tanpa bekas." Aku menjelaskan panjang lebar pada Pak Saibani. "Goncangan pada motor air? Tadi Endit belum cerita ke Nenek." Nenek bertanya padaku. "Iya, lupa, Nek. Endit terlalu bahagia bisa melepas rindu sama Kakek dan Nenek, juga saking tertekannya dengan teror ular. Makanya Endit sampai lupa mau cerita tentang itu." Aku berucap sambil tertawa kecil. "Coba diceritakan saja Endit, siapa tahu ada hubungannya juga dengan teror yang kita alami hari ini." Bunda meminta padaku. Aku menoleh ke arah Bunda dan menganggukkan kepala. Kemudian beralih kembali menatap pada Kakek, Nenek, dan Pak Saibani. Lalu aku pun mulai bercerita. "Jadi ceritanya begini, Kek, Nek. Hampir sebagian besar perjalanan ke Kota Pontianak, Endit tertidur. Lalu baru terbangun sewaktu sudah memasuki Kota. Ketika hendak merapat ke Pelabuhan Seng Hi, tiba-tiba motor air terguncang keras sampai Endit sempoyongan." Aku berhenti sejenak. Kemudian memperagakan bagaimana posisiku saat itu. Kakek, Nenek, Bunda, dan Pak Saibani tertawa. Aku pun meneruskan kembali cerita ini. "Sepertinya hampir semua penumpang berteriak dan mencari pegangan. Pada saat Endit, Bunda, dan penumpang lainnya menoleh ke kanan dan ke kiri, mencoba mencari penyebab guncangan. Kami tak menemukan ada kapal lain yang melintas dan mampu menimbulkan gelombang sebesar tadi. Lalu pengemudi motor air bilang, biasanya jika terjadi goncangan tanpa penyebab yang terlihat, diakibatkan oleh Puake yang sedang lewat di bawah motor air." Aku menuntaskan cerita. Suasana mendadak hening. Hanya terdengar bunyi detak jam di dinding saja. "Hmm, kalau menurut saya, itulah pertanda awal kemunculan si ular siluman. Dia mengikuti Endita sampai ke kota Pontianak." Pak Saibani mengemukakan pendapatnya. Aku menganggukkan kepala berulang kali. Menyetujui ucapan Pak Saibani. Apa yang dikemukakan oleh dia dapat diterima dalam pemikiranku. "Berarti ular siluman itu adalah puake, penunggu Sungai Kapuas, Pak?" Aku bertanya pada Pak Saibani. Ingin mencoba menegaskan kembali. Apakah pemahamanku sesuai dengan apa yang disampaikannya. "Wallahu alam. Pengetahuan kita terbatas. Hanya Allah yang tahu apa yang terjadi sesungguhnya. Apakah benar bahwa ternyata siluman ular yang Endita pernah lihat di dalam kamar itu adalah puake?" Pak Saibani memberi jeda pada kalimatnya. Lalu melanjutkan kembali ucapannya. "Atau bisa juga goncangan di motor air itu terjadi akibat benturan energi antara wanita siluman ular dengan puake. Tidak ada yang bisa menjawab pasti, Endit. Semua itu adalah rahasia Allah. Yang jelas, jin atau manusia siluman itu bisa berubah wujud menjadi apa saja." Aku mengernyitkan dahi mencoba mencerna kalimat panjang yang terlontar dari mulut Pak Saibani. Memang semua masih menjadi teka-teki. Kami semua mencoba berdiskusi bersama demi mencari jawabannya. "Kita lanjut lagi menganalisa. Tidak usah risau tentang apa penyebab pasti dari gelombang yang mengguncang motor air tadi. Yang jelas lokasi kejadian adalah saat Endit telah mencapai Kota Pontianak, sudah semakin membuktikan ucapan saya sebelumnya." Ucapan Pak Saibani ini kembali membuatku harus membuka kembali memori di otakku. "Apakah ucapan yang Pak Saibani maksudkan adalah jin ini sebenarnya selalu bersama Endit, hanya saja dia baru berani meneror saat Endit berada di Kota Pontianak. Betul, Pak?" Aku mencoba memastikan kebenaran ingatanku. "Tepat! Pak, cucumu benar-benar cerdas." Pak Saibani memujiku sembari memandang ke arah Kakek. "Alhamdulillah, Pak. MasyaAllah, berarti cucuku ini benar-benar pendengar yang baik. Mampu mengingat dan memahami tiap ucapan orang lain yang berbicara padanya." Kakek menganggukkan kepala sambil tersenyum. "Ada satu yang membuat Endit penasaran. Sebenarnya apa dan siapa yang ditakuti oleh jin itu, hingga baru berani meneror Endit saat sudah tiba di Kota Pontianak, Pak?" aku kembali mengemukakan pertanyaan. "Siluman itu termasuk terlalu berani. Lebih dari satu kali menampakkan wujud sebagai ular. Bahkan di hadapan kami semua, Pak. Apa yang menyebabkan jin itu sangat berambisi menakut-nakuti Endit dan kami semua? Terus terang saya pun jadi penasaran." Bunda ikut bertanya. "Betul, Ibu pun penasaran. Bahkan saat jari Pak Pardi terjepit, seperti sudah jin itu rencanakan. Dia sengaja mengejutkan dengan menyalakan bel saat kita semua sedang tegang. Lalu kalau Ibu ingat saat ular itu menjilati darah Pak Pardi sampai habis, rasanya jin itu sengaja membuat kita semua ketakutan." Nenek ikut berpendapat. "Tepat, jin itu sengaja membuat Endita dan semua yang ada di rumah ini ketakutan. Maka, jangan takut! Jika kita takut, berarti misi jin itu berhasil. Mengenai apa dan siapa yang membuat jin itu baru berani meneror saat di Kota Pontianak, semoga suatu saat Allah berikan petunjuk bagi kita. Sekarang yang perlu dilakukan selain harus berani adalah Endita dan Pak Pardi harus di rukyah." Aku benar-benar fokus memperhatikan ke arah Pak Saibani. Akhirnya dia pun memberikan arahan pada kami mengenai langkah menghadapi teror ular siluman. Aku harus berani menghadapi teror ini. Kemudian aku harus di rukyah. Apa itu? Sebuah kata yang asing di telingaku.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN