"Berhenti, Kaia Mahika Isvara !" suaranya menggelegar, cukup keras hingga membuat Kaia spontan berhenti di tempat. Tapi gadis itu tetap tak menoleh. Dengan langkah besar, Bara mendekat dan tanpa ragu meraih pergelangan tangan Kaia, menariknya dengan cukup kuat hingga gadis itu terpaksa menatapnya. Tatapan mereka bertemu—mata Kaia yang merah dan sembab, serta mata Bara yang dipenuhi amarah dan kepanikan. “Kita pulang bersama. Tunggu di sini,” ucap Bara, nadanya rendah tapi penuh ketegasan. “Lepas, Kak! Aku nggak mau!” Kaia meronta, mencoba melepaskan tangannya, tapi Bara menggenggam lebih erat. “Dengar, aku nggak peduli seberapa marah kamu. Aku nggak akan biarkan kamu pergi sendirian. Kau pikir aku akan diam saja membiarkanmu kabur seperti ini?!” ucap Bara dengan nada dingin, tatapanny

