"Ih kamu salah dengar. Saya nyari jepit rambut, bahkan di kamar mandi juga nggak ada. Jepit rambutnya mirip punya Ninda, makanya ... ya gitu deh. Lagian nggak ada tempat lain buat nunggu? Sofa, kan, nganggur. Ngapain berdiri depan pintu kamar mandi? Mau ngintip, ya?" tuduh Elina. Aslinya ia sedang panik, gugup dan malu setengah mati. Lingga kemudian menyentuh tangan Elina, menariknya pelan sambil berjalan menuju sofa. "Mau ngapain? Saya mau pulang!" "Bisa dijelaskan yang barusan?" pinta Lingga. Kini mereka berdua sudah duduk di sofa. Tentu saja Elina tidak memiliki jawaban apa-apa. Jantungnya berdegup kencang, kegugupan seolah tak mau berpaling dari dirinya. "Maaf saya salah sangka dan berpikir sejauh itu. Tapi tolong nggak usah sidang saya begini," ucap Elina. "Emangnya kamu ngerasa