Satu minggu berlalu setelah acara resepsi kedua selesai. Bukan hanya berubah dari banyak bicara menjadi irit bicara, Tara juga merasakan ada yang aneh dengan sikap Arga. Pria itu berangkat pagi-pagi sekali, lalu pulang larut malam. Mereka tidak banyak berkomunikasi. Lebih tepatnya, Arga seolah tidak memberi ruang untuk mereka bisa berkomunikasi. Bagaimana bisa mereka berkomunikasi? Setiap pagi, dirinya dibuat sibuk di dapur oleh sang pemilik rumah. Lalu Arga berangkat lebih pagi tanpa menunggu sarapan. Lagi banyak urusan di rumah sakit. Itu yang selalu menjadi alasan Arga berangkat lebih pagi. Di malam hari, Arga pulang saat ia sudah berada di alam mimpi. Seperti itu ritme mereka selama satu minggu terakhir. Tara mendesah. “Ada apa? Aku perhatikan dari tadi sepertinya kamu sedang ada ma