Chapter 5

1334 Kata
Langkah tegas Delwyn yang memasuki salah satu rumah sakit terbaik di Jakarta membuat beberapa orang yang melihatnya seketika terpukau oleh karisma pria itu. Tak ayal beberapa pasien yang melihatnya langsung berbisik mengenai ketampanannya yang begitu menawan. Meski begitu, Delwyn mengabaikan mereka dan terus melangkahkan kaki menuju lift. Setelah masuk ke dalam lift, ia langsung menyeringai ketika mengingat pujian-pujian yang ia terima di sepanjang jalan. ‘Mereka semua sama saja.” Delwyn membatin. Ting! Delwyn langsung melangkahkan kakinya keluar dari lift ketika tiba di lantai tujuannya. Matanya pun langsung melirik ke sana ke sini untuk mencari kamar yang akan ia kunjungi. Sampai tak lama kemudian, Delwyn menemukan kamar tujuannya dan langsung masuk ke dalam kamar yang cukup luas tersebut. “Akhirnya, kau datang juga,” sapa Alwi dengan senyum lebar di wajahnya ketika melihat kedatangan sang sahabat. Pria itu tengah duduk di atas tempat tidur dengan selang infus yang terpasang di lengan kirinya. “Kau begitu ingin kujenguk sampai menungguku?” olok Delwyn. “Apa yang kau lakukan?” tanyanya dengan sebelah alis terangkat ketika melihat Alwi seolah mencari sesuatu di belakangnya. “Kau tidak bawa apa-apa?” tanya Alwi balik. “Masih untung aku mau menjengukmu,” cibir Delwyn yang Alwi mendecak. “Bagaimana bisa kau menjenguk orang sakit dengan tangan kosong?” dengus Alwi. “Sudah banyak orang yang membawakan buah dan bunga untukmu,” ucap Delwyn sembari menunjuk beberapa pot bunga dan buah yang berada di atas meja. “Mungkin saja kau akan membawa emas ke sini sebagai ganti buah dan bunga,” tukas Alwi kecewa. “Kau terlalu banyak berkhayal,” cibir Delwyn. “Lagi pula, apa saja yang kau lakukan sampai sakit begini?” tanyanya sembari duduk di sofa yang terasa sangat empuk. “Aku tidak sepertimu yang bisa bermain dengan bebas setiap saat. Kau tahu kalau aku baru membuka kantor baru, jadi banyak yang harus diurus. Makanku sampai tak teratur dan akhir-akhir ini juga waktu tidurku hanya sedikit,” jelas Alwi. “Kau bisa meminta bantuan orang lain untuk mengerjakan sebagian pekerjaanmu. Kenapa kau selalu berlagak seperti heroik, tapi pada akhirnya tumbang juga?” ejek Delwyn. “Aku hanya tidak percaya jika orang lain yang melakukannya. Jadi, lebih baik aku sendiri yang melakukannya sendiri,” elak Alwi. “Apa kau tahu kalau sifatmu yang seperti itu masuk dalam gangguan mental?” tanya Delwyn. “Itu namanya bersikap defensive,” sangkal Alwi. “Kita harus selalu bersikap hati-hati pada orang lain. Tidak banyak orang yang bisa dipercayai di dunia ini. Seperti kau misalnya.” “Aku? Memang aku kenapa?” tanya Delwyn. “Bagaimana bisa kau datang dengan tangan kosong saat menjenguk orang sakit? Sampai sekarang aku masih belum percaya,” ucap Alwi. “Bukankah yang penting kehadiranku? Lagi pula, salahmu sendiri yang berharap terlalu banyak,” cibir Delwyn yang membuat Alwi mendengus. “Tapi, di mana pacarmu? Bukankah harusnya dia merawatmu di sini?” tanyanya. “Dia baru pergi untuk membeli sarapan, sekalian pulang untuk ganti baju. Dia sudah merawatku beberapa hari ini tanpa istirahat. Aku jadi takut kalau dia sampai jatuh sakit, karena terus merawatku,” jawab Alwi seraya menunduk sedih. “Kalau begitu, kenapa kau tidak cari wanita lain saja untuk merawatmu?” usul Delwyn. “Kau gila? Aku bukan sepertimu yang senang bermain wanita,” decak Alwi dengan perasaan dongkol yang membuat Delwyn terkekeh. ------- “Jangan lupa-” “Minum obat, makan teratur, dan langsung datang ke sini jika terjadi sesuatu.” Olivia mengulas senyum hangat mendengar ucapan gadis remaja tersebut. “Aku sudah mengingat semuanya, karena dokter selalu mengatakannya padaku. Pokoknya dokter tenang saja, aku tidak akan pernah melewatkan satu pun dari ketiganya,” ujar gadis remaja tersebut. “Baguslah,” ucap Olivia. “Kalau begitu, aku pergi dulu. Mama sudah menunggu di luar,” pamit gadis itu. “Iya. Hati-hati di jalan,” ucap Olivia yang hanya diangguki oleh gadis remaja tersebut kemudian beranjak dari ruangan Olivia. Sepeninggal gadis itu, Ella masuk ke dalam ruangan Olivia. “Siapa pasien selanjutnya?” tanya Olivia. “Ibu Amanda. Dan seperti biasa, Beliau masih belum datang,” jawab Ella seraya meletakkan rekam medis pasien bernama Amanda tersebut di atas meja Olivia. “Tidak apa-apa,” ujar Olivia sembari mengulas senyum. “Karena, sekarang masih belum ada pasien, aku mau pergi melihat Alex dulu. Dia sudah bisa pulang hari ini.” “Hubungi aku kalau terjadi sesuatu,” pintanya. “Baik,” ucap Ella. Setelahnya, Olivia beranjak dari sana menuju kamar inap Alex. Namun, baru saja kakinya hendak melangkah masuk ke dalam lift, seseorang tiba-tiba memanggil namanya. Senyumnya terulas ketika melihat Damar berjalan ke arahnya. “Kau mau menemui Alex?” tanya Damar. “Iya. Hari ini dia sudah boleh pulang,” jawab Olivia. “Kalau begitu, berikan ini padanya,” ucap Damar seraya memberikan sebuah paper bag pada Olivia. “Apa ini?” tanya Olivia. “Baju. Semalam Ibu Alex datang dan memberikan ini padaku. Tapi, saat aku masuk ke kamarnya, dia sudah tidur. Jadi, aku membawanya kembali. Biar kau saja yang memberikannya hari ini,” jawab Damar. “Ibu Alex datang? Lalu, kenapa dia tidak mengunjungi Alex sekalian?” tanya Olivia. “Dia bilang sedang terburu-buru, jadi tidak bisa memberikannya langsung pada Alex. Dia juga berterima kasih padamu, karena sudah membayar biaya administrasi putranya,” jelas Damar. “Sayang sekali. padahal Alex sangat ingin bertemu dengannya,” ucap Olivia sedikit kecewa. “Jangan begitu. Setidaknya dia sudah bermaksud baik dengan mengantarkan pakaian Alex ke sini,” ujar Damar yang hanya diangguki oleh Olivia. “Ya, sudah. Aku pergi dulu. Seperti biasa, UGD tidak bisa hidup tanpaku,” pamitnya yang membuat Olivia terkekeh. “Ya. Kembalilah ke istri keduamu,” cibir Olivia. Setelahnya, Damar pun beranjak dari sana. Begitu pula dengan Olivia yang langsung masuk ke dalam lift. Tak butuh lama, akhirnya ia tiba di kamar inap pria remaja itu. “Bagaimana keadaanmu?” tanya Olivia setelah menutup pintu. “Ba, baik,” jawab Alex. “Hari ini kamu sudah bisa pulang, kenapa masih belum siap-siap? Selang infusmu juga sudah dilepas,” tanya Olivia. “A, aku menunggu do, dokter,” jawab Alex yang membuat Olivia mengulas senyum. “Kamu menungguku?” goda Olivia yang dijawab anggukan ragu oleh Alex. “Wah! Aku merasa sangat tersanjung, karena ada pria menungguku,” godanya lagi sembari mengulas senyum lebar. Membuat Alex menunduk malu. “Oh, iya. Tebak apa yang kubawa hari ini,” ujar Olivia misterius seraya menyembunyikan paper bag dari Ibu Alex di belakangnya. “A, apa?” tanya Alex seraya mencuri intip pada paper bag di balik punggung Olivia. “Tada~” seru Olivia sembari mengangkat paper bag tersebut. “Ini. Semalam Ibu-mu datang menitipkan pakaian untukmu,” ujarnya kemudian memberikan paper bag itu pada Alex. “I, Ibu?” tanya Alex seketika menengadah menatap Olivia. Wajah pria remaja itu bahkan tak bisa berbohong. Terlihat jelas bahwa ia sangat senang mendengar ucapan Olivia. “Iya. Semalam, Ibu-mu datang untuk melihatmu. Tapi, karena kamu sudah tidur, jadi dia pulang kembali,” ungkap Olivia setengah berbohong. “Be, benarkah?” tanya Alex. “Tentu saja,” jawab Olivia. Alex lantas mengulas senyum kemudian melihat isi paper bag tersebut. Membuat Olivia ikut mengulas senyum melihatnya. “Ayo, ganti baju. Aku akan menunggumu di sini,” pinta Olivia. “I, iya,” ucap Alex patuh kemudian beranjak menuju kamar mandi untuk mengganti pakaiannya. Berselang beberapa menit, Alex kembali keluar setelah mengenakan pakaian yang diberikan oleh Ibu-nya. Pria remaja itu terlihat sedikit malu ketika melangkah ke arah Olivia. “Wah! Ternyata Ibu-mu sangat pintar memilih pakaian untukmu. Kamu terlihat sangat tampan mengenakannya,” puji Olivia tulus yang lagi-lagi membuat Alex menunduk semakin dalam karena malu. “Kalau begitu, ayo. Aku sudah memesan taksi untukmu,” ajak Olivia yang hanya diangguki oleh Alex. Tanpa menunggu lama, keduanya pun beranjak dari kamar tersebut menuju lift. Selama beberapa saat, mereka berdua menunggu di depan lift yang masih bergerak turun. Sampai tak lama kemudian, pintu lift akhirnya terbuka dan keduanya langsung masuk ke dalam lift yang dihuni oleh seorang pria tampan. ------- Love you guys~
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN