Chapter 6

1656 Kata
“Kau mau ke mana?” tanya Alwi ketika melihat Delwyn beranjak dari duduknya. “Pergi. Aku harus bertemu Angela sekarang,” jawab Delwyn. “Kau mau pulang tanpa pamit padaku?” tanya Alwi tak percaya. “Aku pulang,” pamit Delwyn kemudian langsung beranjak dari sana. “Dasar tamu tidak sopan,” dengus Alwi. “Sudah datang terlambat, pulang tidak pamit, sekarang malah lebih mementingkan wanita dari sahabat sendiri.” “Karena, aku lebih mencintai wanita dari pada pria,” ujar Delwyn seraya mengedipkan sebelah matanya pada Alwi kemudian benar-benar keluar dari kamar inap tersebut. Dengan siulan kecilnya, Delwyn melangkah menuju lift dan langsung masuk masuk ke dalam begitu pintu lift terbuka. Namun, baru lewat beberapa lantai, pintu lift kembali terbuka lalu sepasang pria dan wanita masuk ke dalam. Lebih tepatnya, Olivia dan Alex. Delwyn mengangkat sebelah alisnya ketika melihat Olivia mengabaikannya. Padahal wanita itu jelas-jelas melihat dirinya. Tatapan mereka bahkan saling bertemu. Biasanya, para wanita akan langsung tersenyum malu ketika bertatapan dengannya. Akan tetapi, Olivia justru mengabaikan wajah tampannya. Namun, Delwyn seketika menyeringai saat ia mengerti maksud tindakan wanita itu. ‘Trik murahan. Awalnya dia akan berpura-pura acuh padaku. Tapi saat ada kesempatan, dia langsung menyerang dengan berbagai godaan. Cih!’ batin Delwyn. ‘Baiklah. Mari, kita lihat kapan kau akan memulai permainanmu.’ Delwyn membatin lagi. “Aku sudah meresepkan beberapa obat untukmu. Aku akan menemanimu mengambilnya di apotek. Jangan lupa diminum dan segera hubungi aku kalau terjadi sesuatu,” ucap Olivia pada Alex yang mengalihkan perhatian Delwyn. “I, iya,” ujar Alex patuh. “Setelah tiba di rumah, kamu harus lebih banyak istirahat dan makan teratur. Saat dokter memeriksamu kemarin, kamu kekurangan nutrisi, karena hanya makan sedikit. Padahal kamu sudah berjanji akan akan menuruti ucapanku,” omel Olivia. ‘Hm .... Kalau didengar-dengar, suaranya lembut juga,’ batin Delwyn. “Ma, maaf. A, aku akan me, menuruti ucapanmu,” ucap Alex. “Anak baik,” puji Olivia seraya mengacak kecil rambut Alex. Ting! “Ayo,” ajak Olivia pada Alex ketika mereka telah tiba di lantai 1. Dan tanpa menunggu lama, keduanya pun keluar dan langsung menuju apotek rumah sakit untuk mengambil obat Alex. Sementara itu, Delwyn dengan setia mengikuti mereka berdua dalam jarak kurang dari 10 langkah. Ia hanya ingin membuktikan bahwa Olivia sama saja dengan wanita lain di luar sana. Begitu ada kesempatan, Delwyn pasti akan langsung membuktikannya. Seusai mengambil obat Alex, Olivia pun langsung membawa pria remaja itu keluar dari rumah sakit dengan Delwyn yang masih setia mengikuti di belakangnya. “Hati-hati di jalan,” ucap Olivia kemudian melambaikan tangannya pada Alex yang telah berada di dalam mobil taksi. Berselang beberapa saat, taksi tersebut langsung melaju keluar pelataran rumah sakit. Bertepatan dengan ponsel Olivia yang berdering. “Halo,” sapa Olivia begitu menjawab panggilan yang berasal dari Ella. “Halo, Dok. Ibu Amanda sudah datang dan sekarang sedang menunggu Dokter,” lapor Ella. “Baiklah. Aku ke sana sekarang,” ucap Olivia kemudian langsung memutuskan sambungan teleponnya. Tanpa membuang waktu, Olivia bergegas pergi ke ruangannya. Tapi naasnya, ketika berbalik, pundaknya langsung bertubrukan dengan seorang pria hingga membuatnya hampir terjungkal ke belakang. Untungnya, pria tersebut sigap menahan lengan Olivia hingga wanita itu tidak terjatuh. “Maafkan aku. Aku tidak sengaja,” ucap pria yang tak lain adalah Delwyn. “Kau tidak apa-apa?” tanyanya berpura-pura khawatir. “Tidak apa-apa,” ujar Olivia dingin seraya menarik tangannya dari Delwyn kemudian langsung pergi dari sana. Meninggalkan Delwyn yang menatap kepergiannya. “Apa ini?” gumam Delwyn. “Dia masih meneruskan permainannya? Cih! Dasar ‘sok jual mahal,” hinanya. “Tapi, tidak apa-apa. ‘Toh, aku juga tidak akan bertemu dengannya lagi,” gumam Delwyn kemudian langsung beranjak dari sana. ------- “Maaf, aku terlambat,” ucap Delwyn sembari duduk di samping seorang wanita cantik bernama Angela. Saat ini, keduanya tengah berada di cafe yang berada tak jauh dari rumah sakit yang baru saja Delwyn kunjungi. “Tidak apa-apa,” ujar Angela dengan suara yang dibuat selembut mungkin. Sebelah tangannya lalu menggenggam tangan Delwyn. “Tidak. Tidak. Kau pasti sudah lama menunggu. Sebagai permintaan maaf, aku akan menemanimu belanja hari ini,” putus Delwyn. “Benarkah?” tanya Angela dengan mata berbinar. “Tentu saja. Kau hanya perlu menunjuk apa yang kau inginkan dan akan kupastikan kalau barang itu akan berada di tanganmu,” ucap Delwyn sedikit menyombong. “Terima kasih, Honey,” ujar Angela seraya tersenyum menggoda. “Hanya itu?” tanya Delwyn dengan sebelah alis terangkat. Angela yang mengerti maksud pria itu lantas tanpa segan langsung mengecup pipi Delwyn dengan penuh kelembutan. Membuat pria itu menyeringai tipis. ‘Benar. Semua wanita memang seperti ini. Hanya perlu diberi uang dan dia akan berubah menjadi anjing setia untukmu.’ Delwyn membatin. Setelah cukup lama menikmati minuman di cafe, Delwyn dan Angela langsung beralih ke salah satu pusat perbelanjaan terbesar di Jakarta. Dan tanpa basa-basi, Angela langsung membawa Delwyn ke salah satu toko pakaian yang menjual brand terkenal. Di dalam toko tersebut, Angela membeli cukup banyak pakaian yang sesuai dengan seleranya. Sementara Delwyn hanya perlu membayar harga pakaian wanita itu. Beralih dari toko pakaian, keduanya kini berada di toko sepatu yang juga menjual brand terkenal dengan peminat yang cukup banyak. Tak ayal, Angela langsung mengambil beberapa high heels yang terlihat bagus di kakinya tanpa ragu dengan biayanya. Karena, ada Delwyn yang akan membayar semua sepatunya. Seusai membeli sepatu, kini mereka berdua pergi ke salah satu toko tas mewah yang khusus menjual beberapa brand terkenal dengan harga yang juga lumayan tinggi. Tanpa basa-basi, Angela pun langsung memilih tas yang ia inginkan. Sementara itu, Delwyn hanya duduk di kursi yang tersedia sembari menunggu Angela selesai memilih tas. Dan di saat seperti ini, tiba-tiba ia teringat oleh sosok wanita di rumah sakit tadi. Olivia. Pasalnya, ada beberapa hal yang membuat Delwyn sedikit penasaran. ‘Padahal dia berbicara dengan sangat lembut saat bersama pria kecil itu. Tapi, bagaimana bisa dia langsung berubah dingin saat bicara denganku?’ batin Delwyn. ‘Apa itu salah satu trik yang dia gunakan agar aku lebih terpikat olehnya? Hm .... Bisa jadi. Mungkin, dia selalu berhasil melakukan trik murahan seperti itu ke banyak pria lain. Jadi, dia sekalian ingin mencobanya padaku begitu melihatku di lift tadi,’ batinnya lagi. ‘Kalau begitu, sudah berapa pria yang sudah dia taklukkan dengan trik itu?’ Delwyn membatin. “Tapi, jika diingat kembali, wajah wanita itu memang lumayan cantik. Pantas saja pria sasarannya terpikat dengan trik murahannya,” gumam Delwyn dengan suara kecil. “Honey? Honey?” panggil Angela yang membuyarkan lamunan Delwyn. “Hm? Ada apa? Masih kurang? Apa masih ada yang ingin kau beli?” tanya Delwyn. “Masih,” jawab Angela sembari memasang puppy eyes-nya. “Tapi, sepertinya kamu sedang kurang enak badan. Apa kamu sakit?” tanyanya khawatir. “Tidak apa-apa. Aku hanya sedang memikirkan masalah pekerjaan,” elak Delwyn. “Ayo. Pilihlah barang yang ingin kau beli,” pintanya mengalihkan pembicaraan. “Terima kasih,” ucap Angela lembut kemudian mengecup pipi Delwyn. Setelahnya, wanita itu langsung pergi memilah tas bermerek yang ia inginkan. “Sialann! Kenapa aku malah memikirkan w************n itu?” rutuk Delwyn. “Honey! Bagaimana dengan yang ini?” tanya Angela yang mengalihkan perhatian Delwyn. Wanita itu berdiri dalam jarak yang tidak terlalu jauh sembari menunjukkan sebuah tas berwarna merah pada Delwyn. “Bagus,” jawab Delwyn. ------- Tok... Tok... Tok... “Masuk!” pinta Olivia yang tak lama kemudian kepala Doddy mengintip ke dalam. “Makan siang?” tanya Doddy yang membuat Olivia mengulas senyum. Wanita itu lantas mengangguk kemudian beranjak dari duduknya. Menghampiri Doddy yang tengah menunggunya di depan pintu. “Ayo,” ajak Olivia. “Let’s go!” seru Doddy. “Sejak kemarin, kulihat pasienmu lumayan sedikit. Apa kau sengaja mengurangi jumlah pasien harianmu?” tanya Doddy yang membuat Olivia terkekeh kecil. “Berpikir apa kau ini? Bagaimana caranya aku mengurangi jumlah pasien harianku? Pasien akan datang jika membutuhkan bantuanku. Jika tidak, tentu saja mereka tidak akan datang,” ujar Olivia. “Justru, aku bersyukur karena jumlah pasienku sedikit berkurang. Itu artinya kondisi orang-orang di luar sana cukup baik sampai tidak perlu mendatangiku,” lanjutnya yang membuat Doddy bertepuk tangan. “Kenapa?” tanya Olivia bingung. “Kau memang sangat pantas mendapat julukan ‘Si Otak Positif’. Semua yang kau pikirkan memang selalu bersifat positif,” puji Doddy yang membuat Olivia menggeleng-gelengkan kepala. “Omong-omong, ada apa dengan bahumu? Sejak tadi kau terus memijatnya?” tanya Doddy yang menyadari hal tersebut. “Tidak apa-apa. Tadi pagi seseorang tidak sengaja menabrakku,” jawab Olivia. “Menabrak seseorang? Kau yakin yang kau tabrak adalah orang?” tanya Doddy. “Kau pikir aku buta sampai tidak bisa membedakan mana orang dan mana yang bukan?” tanya Olivia balik. “Bukan begitu. Kalau kau hanya menabrak orang, lalu kenapa sakitnya sampai sekarang?” ujar Doddy. “Yang kutabrak seorang pria. Aku juga tidak tahu kenapa tubuhnya sekuat itu. Dan lagi, dia menabrakku dengan cukup kuat sampai hampir membuatku terjatuh,” jelas Olivia. “Tubuhnya sekuat itu?” tanya Doddy terkejut. “Apa jangan-jangan ...,” “Jangan-jangan apa?” tanya Olivia dengan sebelah alis terangkat. “Jangan-jangan dia seorang petugas militer yang memakai baju zirah di balik bajunya,” bisik Doddy. “Kau tahu baju zirah, ‘kan? Baju yang biasa digunakan saat berperang. Baju anti peluru,” lanjutnya yang seketika langsung menerima jitakan di kepalanya. “Inilah akibatnya terlalu banyak menonton film. Semuanya kau hubungkan dengan imajinasimu,” omel Olivia. “Imajinasiku? Hei! Aku ‘kan hanya menduga-duga. Lagi pula, sekeras apa pun tubuh manusia, tidak akan sampai membuat bahumu sakit hingga sekarang,” elak Doddy. “Kau memang paling bisa mencari alasan,” cibir Olivia. “Alasan? Aku hanya mengatakan fakta,” dengus Doddy. “Sudahlah. Aku tidak mau mendengar omong kosongmu lagi,” tukas Olivia kemudian bergegas mempercepat langkahnya meninggalkan Doddy. “Oliv! Tunggu aku!” teriak Doddy dengan suara yang tidak terlalu keras seraya berlari menyusul Olivia. ------- Love you guys~
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN