Hilang Sehari

1822 Kata

Naraya berulang kali menghubungi suaminya yang tadi pagi berjanji akan menjemput untuk latihan. Biasanya Ghazanvar sudah ada di pelataran parkir saat Naraya keluar kelas tapi tidak kali ini. Dari semenjak keluar kelas terakhirnya, Naraya sudah menunggu Ghazanvar selama lima belas menit namun batang hidung suaminya tak kunjung kelihatan. “Hapenya juga enggak aktif lagi.” Naraya mengesah. “Nay,” panggil suara bariton dari belakang punggung Naraya. Naraya membalikan badannya. “Eh Mas Khafi.” “Ngapain di sini? Enggak ada kelas?” Pria itu bertanya basa-basi. “Udah selesai, Nay lagi nunggu abang Ghaza,” jawab Naraya jujur. “Ooh … aku duluan ya,” kata Khafi tapi masih berdiri di depan Naraya. “Iya, hati-hati ya Mas.” Satu detik … Dua detik … Tiga detik … Khafi masih mematung di de

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN