Ghazanvar tidak tahu harus berbuat apa, hati nuraninya memaku kedua kaki agar tetap tinggal dan menghadapi apa yang terjadi.
Namun logikanya memerintahkan agar Ghazanvar pergi dan melupakan kejadian ini karena jika sampai dia masuk penjara maka nama baik Gunadhya akan tercemar.
Suara berisik datang dari arah kanan membuat jantung Ghazanvar berdetak kencang.
“Paaaak, tolong Pak!” Tiba-tiba Aruna berteriak setelah melepas pelukan.
“Aruna!” Ghazanvar berseru panik.
“Paaak! Tolong itu tadi saya sama Abang saya liat mobil melompat ke jurang terus terbakar Pak! Tolong Pak, kasian mereka!” Aruna berlari menghampiri beberapa warga yang mulai berdatangan.
“Ada apa?” Tanya salah satu pria.
“Apa yang terjadi?” Pria lain ikut bertanya.
“Tenang dulu, Dek … tenang dulu.” Salah seorang pria paruh baya berujar demikian karena Aruna bicara sambil menangis jadi tidak terdengar jelas kata-katanya.
Aruna menarik tangan pria paruh baya itu mendekat ke arah Ghazanvar yang masih berdiri di bibir jurang yang mengobarkan api.
“Pak, saya sama abang saya dari Jakarta mau ke pondok Pesantren Teluk Agung … di tikungan ini kami melihat mobil dari arah berlawanan melompat ke jurang lalu terbakar, Pak! Kami sengaja berhenti untuk meminta pertolongan.” Aruna menjelaskan apa yang dia yakini tidak peduli kalau Ghazanvar meyakini hal lain.
Ghazanvar bungkam, dia menatap satu-satu mata warga yang datang berkerumun mencari tahu apa yang mereka pikirkan tentangnya.
Apakah mereka mempercayai ucapan Aruna atau sebaliknya?
Seorang pria bergerak mendekati mobil Ghazanvar yang terparkir di bahu jalan.
“Ini mobil kalian?” Pria itu bertanya.
“Betul, Pak!” Aruna lagi yang menjawab.
Mungkin pria itu berpikir sama dengan apa yang Ghazanvar pikirkan yaitu dia lah yang bertanggung jawab atas kecelakaan ini namun pria yang bertanya tadi tidak menemukan lecet sedikit pun apalagi penyok di mobil Ghazanvar setelah memindai mengelilingi mobil tersebut lalu pria bersarung itu mengangguk-anggukan kepala memberitahu Ghazanvar dan Aruna kalau dia mempercayai ucapan Aruna.
“Telepon polisi! Jangan ada yang turun!” Pria paruh baya di depan mereka berseru pada beberapa orang yang berusaha menuruni jurang.
Beliau khawatir akan ada ledakan lain setelah ledakan pertama tadi yang menggiring mereka ke sini.
“Saya yang akan lapor Polisi, Pak …,” cetus Ghazanvar mengambil peran.
“Terimakasih ya, Dek.” Pria itu berujar sembari menyalami Ghazanvar.
Lalu beberapa warga lain menyalami Ghazanvar dan Aruna, mereka juga mengucapkan Terimakasih bahkan ada yang tersenyum bangga sembari menepuk pundak Ghazanvar.
Setelah tidak ada lagi yang menyodorkan tangan kepada mereka untuk bersalaman, Ghazanvar menarik tangan Aruna untuk menjauh dari kerumunan warga.
Saat langkahnya sampai di depan mobil, Ghazanvar masih bisa melihat api membumbung tinggi.
Tidak bisa dia bayangkan bagaimana nasib korban yang ada di dalam mobil.
“Ya Tuhaaaaan.” Ghazanvar mengerang sembari menyugar rambutnya ke belakang.
Dia lantas mengeluarkan ponsel dari saku celana untuk menghubungi kantor Polisi terdekat.
Ghazanvar memberi informasi kalau terjadi kecelakaan mobil masuk ke dalam jurang dan terbakar lengkap dengan tempat kejadian.
Dia hapal nama daerah ini karena pernah beberapa kali ke sini.
Informasi Ghazanvar itu memudahkan pihak Kepolisian untuk berkoordinasi dengan pihak terkait guna mengevakuasi korban di dalam mobil yang kemungkinan besar tidak selamat.
“Bang … telepon papi sama mami cepetan, mereka harus tahu,” kata Aruna setelah Ghazanvar memutus panggilan dengan pihak Kepolisian.
Ghazanvar menatap nanar Aruna sebelum akhirnya dia dia menekan angka satu yang merupakan panggilan cepat untuk guardian Angel-nya yang tidak lain adalah sang papi.
“Hallo, Bang?” Suara berat papi menyahut padahal belum lama nada panggil berbunyi.
“Pi … Abang nabrak mobil, eh ….”
Ghazanvar meringis sembari memegang kepalanya sementara satu tangan memegang ponsel yang menepel di telinga.
Tapi Ghazanvar juga tidak yakin dengan dugaannya tersebut.
“Apa?” Papi Arkana terdengar terkejut di ujung panggilan telepon sampai mami yang sedang memakai skin care di depan meja rias mendekat pada papi yang duduk di tepi ranjang.
“Kenapa?” tanya mami pada papi, keningnya mengkerut dalam.
“Abang … itu … mobil orang masuk ke jurang gara-gara Abang,” sambung Ghazanvar mencoba memberitahu apa yang dia yakini.
“Gimana ceritanya kok bisa? Kamu sama Aruna enggak apa-apa, kan? Kamu ngantuk ya! Kata Mami juga pakai supir, kamu enggak nurut …,” cecar mami Zara setelah merebut ponsel dari tangan papi dan mengubah panggilan tersebut menjadi mode loudspeaker.
Sekarang Aruna yang merebut ponsel dari tangan sang kakak dan mengubahnya menjadi mode loudspeaker karena mendengar suara sang mami yang cempreng mencecar Ghazanvar.
“Mami, tadi pas tikungan tajam mobil abang sama mobil dari arah berlawanan hampir tabrakan terus mereka sama-sama menghindar, abang berhasil membawa mobil kami ke bahu jalan tapi mobil itu malah lompat ke jurang.” Aruna menjelaskan apa yang dia lihat.
Ghazanvar terdiam, dia tampak bingung karena merasa tadi melamun sambil mengemudi dan tanpa sadar mengambil jalan arah berlawanan sehingga nyaris tabrakan.
“Pi … Mi, Abang tadi ngelamun … kayanya Abang yang salah.” Ghazanvar mengaku.
“Enggak Abang, Aaruna liat sendiri—“ Kalimat Aruna terjeda.
“Kamu cuma mau belain Abang, Aruna.” Ghazanvar menatap teduh adiknya yang kemudian menangis meraung memeluk Ghazanvar.
“Cepet kamu pergi dari sana!” titah papi Arkana.
“Jangan, kamu harus tanggung jawab!” serobot mami Zara tidak setuju sembari mendelik tajam pada papi.
“Miiii, kasian Abang.” Aruna mengerang sambil menangis.
“Ghazanvar akan masuk penjara, Mi.” Papi mengingatkan.
“Apa ada saksi?” Mami sedang mencari solusi.
“Enggak ada Mi, orang- orang baru datang setelah beberapa menit mobil korban meledak … kita ada di tengah hutan, Mi.” Suara Ghazanvar masih bergetar.
“Kamu udah hubungi Polisi?” Gantian papi Arkana bertanya.
“Sudah, Pi … Abang akan bicara yang sebenarnya sama Polisi.” Suara Ghazanvar mengecil di akhir kalimat.
“Kamu jangan katakan apapun sampai Papi datang, kita ketemu di kantor Polisi.”
Sambungan telepon diputus sepihak oleh papi, kedua orang tuanya pasti langsung melakukan segala cara untuk mencapai tempat ini.
Tidak lama sebuah mobil Polisi mendekat dan berhenti tepat di depan mobil Ghazanvar.
Di belakangnya diikuti ambulance dan mobil pemandangan kebakaran yang kemudian berhenti di tengah jalan.
Beruntung tidak banyak kendaraan yang lewat karena mungkin hari sudah malam dan hujan rintik-rintik masih setia membasahi bumi melembapkan rambut serta pakaian mereka yang ada di sana.
Dua orang Polisi turun dari dalam mobil langsung menghampiri Ghazanvar dan Aruna.
Ghazanvar memperkenalkan dirinya dan mengatakan kalau dia yang tadi menghubungi kantor Polisi untuk menginformasikan kecelakaan ini.
Salah seorang anggota Polisi mengelilingi mobil Ghazanvar seperti yang dilakukan pria warga tadi, pria Polisi itu menggunakan senter memeriksa setiap inci body mobil Ghazanvar selagi Polisi yang lain bicara dengan Ghazanvar dan Aruna.
Ghazanvar yang masih bisa melihat melalui ekor mata apa yang dilakukan pria Polisi dengan senter itu pura-pura tidak tahu dan terus bicara dengan Polisi guna meyakinkan kalau dia tidak bersalah.
Kata makian dan umpatan tercetus batinnya yang mengutuk sikap pengecut Ghazanvar.
Setelah bicara dengan Ghazanvar, anggota Polisi itu bicara dengan anggota Polisi yang memegang senter kemudian menyebrangi jalan untuk bicara dengan kepala unit pemadam kebakaran yang ikut dalam evakuasi.
“Bang, jangan gila ya! Kalau Abang enggak yakin sama apa yang terjadi biar Aruna yang bicara.” Aruna mengintimidasi Ghazanvar agar hidup sang kakak baik-baik saja ke depannya.
“Tadi kamu tidur Aruna.”
“Enggak! Aruna enggak tidur!” Aruna berseru menatap marah Ghazanvar.
Seorang anggota Polisi yang tadi bicara dengan mereka kembali datang mendekat.
Polisi itu meminta Ghazanvar dan Aruna untuk datang ke kantor Polisi guna dimintai keterangan sebagai saksi atas kecelakaan tersebut.
Tentu saja Ghazanvar dan Aruna bersedia, terlebih mereka sudah janjian dengan mami papi di sana.
Mereka berdua pun masuk ke dalam mobil lalu putar balik menuju kantor Polisi.