"Nona Agatha!"
Jayden terkesiap melihat bosnya sekaligus istrinya yang cantik itu datang ke kampus. Yang lebih gilanya lagi, Agtaha tanpa rasa takut masuk ke kelas. Untung saja kelasnya sangat luas sekali, dosen pun pasti tidak menatap satu persatu wajah mereka.
"Hai, apa masih lama? Aku lapar, pengen makan bareng," ucap Agatha manja. Tentunya sengaja membuat Jayden semakin panik, terbukti wajahnya memerah sampai menjalar ke telinga.
"Kita keluar sekarang."
Jayden menyadari jika teman sekelilingnya kini menatap Agatha tanpa sembunyi-sembunyi. Pria itu tidak ingin menimbulkan kegaduhan sehingga langsung menutup buku catatannya dan menarik tangan Agtaha untuk pergi meninggalkan kelas.
*
Sesampainya di tempat yang cukup sepi, Jayden melepaskan Agatha. Pria itu menatap Agatha dengan kesal, ingin memprotes tapi Agatha justru memasang wajah yang imut.
"Kau tidak marah 'kan aku datang ke kampus, Pak Suami?" goda Agatha sembari mengerjapkan matanya menggoda.
"Nona ini benar-benar balas dendam padaku, ya? Ada apa?" gerutu Jayden antara senang dan tidak Agatha datang ke kampus.
Agatha mengerutkan bibirnya, ia tiba-tiba mendekat hingga kakinya bersentuhan dengan kaki Jayden. Tubuh mungilnya hanya sebatas d**a Jayden, padahal umurnya jauh lebih tua dari pria itu.
Jayden menelan ludahnya kasar, siapa sih yang tahan didekati wanita secantik Agtaha ini. Ia bahkan tak bisa memalingkan wajahnya sama sekali.
Agatha menipiskan bibirnya, mengulurkan tangannya untuk menyentuh jakun Jayden yang bergerak naik turun. Namun, sebelum itu terjadi Jayden segera menahan tangannya lalu menarik pinggangnya.
"Akhhhhhhh!" Agatha berteriak kecil karena kaget.
"Berhentilah menggoda saya, Nona." Jayden berbicara dengan suara yang terdengar geram.
"Memangnya kau tergoda?" Agatha mengerutkan bibirnya, tatapannya tampak menantang membuat Jayden berdebar-debar.
Jayden tersenyum tipis, tanpa peringatan apa pun langsung membalikkan tubuh Agtaha hingga bersandar di tembok. Pria itu menggunakan tangannya untuk menahan kepala Agatha agar tidak sakit, memerangkapnya dengan kedua lengan kokohnya.
Agatha terkejut sendiri, kini ia terperangkap oleh tatapan mata hazel Jayden yang membius. Pria itu tersenyum tipis membuat Agatha ikut tersenyum. Jayden mendekatkan wajahnya perlahan, mencium hidungnya yang lembut.
"Jay ..." lirih Agtaha berusaha untuk tetap waras, ia yang niat menggoda kenapa malah jadi tergoda?
"Jangan seperti ini terus, saya takut akan melanggar janji saya sendiri," bisik Jayden dengan bibir yang menempel di telinga Agtaha.
Agatha memejamkan matanya, tubuhnya seperti tersengat aliran listrik. Entah kenapa ia suka melihat Jayden yang berusaha menahan dirinya. Tapi ada gejolak yang menginginkan Jayden berbuat lebih.
"Jay." Agatha mengusap lembut kemeja putih pria itu, memejamkan matanya lalu membukanya kembali. "Kita ini sudah–"
"Jayden!"
Ucapan Agatha menguap begitu saja saat terdengar suara wanita yang melengking. Keduanya sontak menoleh secara bersamaan dan Jayden reflek menjauhkan tubuhnya. Sayangnya hal itu membuat Agtaha mengerutkan dahinya.
"Why? Apakah wanita itu spesial?" pikir Agtaha dalam hati.
"Ada apa?" Jayden bertanya dengan nada datar.
Wanita itu menatap Agtaha sekilas, pandangannya terlihat sinis. "Mau ngomong disini atau pergi? Gue nggak mau buat masalah ya, Jay. Mana janji lu waktu itu?"
"Marka nggak bilang emang? Gue udah nggak ada urusan sama hal itu," tukas Jayden tampak resah.
"Bilang apa? Justru Marka yang bilang nyuruh gue dateng ke lu. Udahlah buruan mana?" Wanita itu terlihat sangat mendesak.
"Bacot lo!" Jayden berdecak pelan, ia langsung menarik tangan wanita yang bernama Dinara itu. Ia menyeretnya cukup jauh dari Agtaha agar wanita itu tidak mendengar pembicaraan mereka.
Agatha mendengus kesal, pastinya ia tidak cemburu dengan wanita itu. Tapi lebih kesal karena seperti tidak dianggap oleh Jayden. Padahal jelas-jelas ia adalah suaminya.
"Eh, tunggu, tunggu? Kenapa malah aku yang sibuk mencari pengakuan sih?" umpat Agtaha dalam hatinya. Entahlah, hatinya benar-benar resah sendiri melihat Jayden berbicara dengan wanita lain.
Tak beberapa lama kemudian Jayden kembali menemui Agatha. Pria itu tersenyum sedikit lalu meraih tangan Agtaha kembali.
"Sudah, ayo kita pergi sekarang. Nona bilang lapar tadi," kata Jayden seraya berjalan menjauh.
Agatha menarik tangannya dengan cukup kasar sebelum Jayden beranjak. Ia menatap pria itu dengan ekspresi muak. "Kenapa kembali? Bukannya kekasihmu sudah datang? Pergilah dengannya, memuakkan!" celetuk Agtaha ketus.
"Namanya Dinara, teman satu angkatan. Kemarin janji mau bayar hutang, tapi duitnya belum ada." Jayden menjelaskan tanpa diminta.
"Benarkah? Tapi sayangnya aku nggak peduli tuh." Agatha masih bersikap cuek, terkesan marah malahan. "Lagian bohong kok kelihatan banget. Kau ini kaya, mana mungkin punya hutang?" sambungnya setelah berpikir sejenak.
"Nyonya khawatir sama saya?" Jayden menghiraukan kekesalan Agtaha, justru melontarkan kata-kata menyebalkan yang pastinya langsung membuat wajah Agatha berubah.
"Eeh jangan kegeeran ya? Aku tuh cuma nggak mau berhubungan dengan pria bermasalah. Belum apa-apa udah punya masalah, gimana nanti coba?" Agatha langsung mengelak.
Jayden kembali tersenyum, Agatha ini sangat mudah tebakannya. Jika marah Agatha akan terlihat dari raut wajahnya dan semakin keras nada bicaranya berarti hatinya sedang kesal.
"Jangan cemburu, beneran nggak ada hubungan spesial kok. Kalau marah gini, jadi makin sayang akunya," ucap Jayden sambil mengelus lembut rambut wanita itu.
Tubuh Agatha mematung saat merasakan sentuhan itu. Setiap ditatap dalam dan senyuman lembut itu berhasil membuat hatinya yang semula penuh amarah langsung lenyap begitu saja.
"Aku lapar," kata Agtaha yang langsung membuang muka. Berusaha untuk tidak terjebak dengan permainan yang baru saja dimulai ini.
"Ayo, saya traktir makan. Kasihan banget anakku belum makan pasti. Ibunya suka bandel soalnya." Dengan lembut Jayden merangkul bahu Agatha, membimbingnya meninggalkan tempat itu.
"Dia bukan anakmu, Jay!" Agatha mengerutkan dahinya, selalu heran jika Jayden dengan mudah menerima anak itu. Padahal ia sendiri masih begitu membencinya.
"Sama saja, suatu saat akan jadi anak saya juga." Jayden menanggapinya dengan tenang.
Agatha mengerutkan dahinya lebih dalam, menatap Jayden yang memasang wajah biasa saja. Terkadang entah kenapa ia merasa ragu dengan pria yang bersamanya ini. Ia menatap keseluruhan postur tubuh Jayden yang sangat tinggi dan tegap. Sama persis dengan ciri-ciri pria yang telah memperkosanya waktu itu.
"Apa mungkin kau pelakunya, Jay?" batin Agatha penuh tanya.
Keduanya kini sampai di kantin kampus yang terlihat sangat ramai. Tentunya mereka langsung menjadi pusat perhatian di sana. Entah karena Jayden atau Agtaha yang siang itu tampil sangat cantik dengan pakaian kasual dan topi.
"Lihatlah, seharusnya kau itu tidak keluar rumah," bisik Jayden.
"Kenapa?" Agatha mengernyit.
"Aku cemburu," kata Jayden memasang wajah merengut.
"Cemburu?" Agatha mengangkat alisnya, tak mengerti kenapa tiba-tiba Jayden mengatakan cemburu?
Jayden mendengus kecil, menarik tubuh Agatha hingga keduanya berhadapan. Lalu perlahan-lahan menarik tangan Agtaha untuk menyentuh dad4nya.
"Jay!" seru Agtaha terkejut.
"Rasakan, Nona."
"Kenapa lagi? Kau masih hidup, makanya jantungmu berdetak," ejek Agatha sambil mendorong bahu Jayden. Tidak ingin terlalu mengambil hati tingkah Jayden ini.
"Saya cemburu karena ada yang melihat kecantikan Anda selain saya," kata Jayden membuat tawa Agatha pecah.
"Hahaha, bullshit banget." Agatha tertawa mengejek. "Udah deh, pesenin aku makan. Aku tuh laper, malah dikasih gombalan M
mulu," sambungnya lagi.
"Mau makan apa?" Jayden bertanya singkat, moodnya tiba-tiba berubah begitu saja.
"Mie pedas aja nggak?"
"Kau sedang hamil, jangan makan pedas."
"Jay!" Agatha melotot, bisa-bisanya pria itu menceploskan tentang kehamilannya. "Tutup mulutmu, kau ingin semua orang tahu tentang kehamilan sialan ini?" desis Agtaha kesal.
"Tidak ada yang salah 'kan?"
"Ah bodo amatlah, kau ini memang menyebalkan." Agatha malas untuk berdebat akhirnya dia mengalah saja.
Jayden tersenyum tipis. "Aku pesankan makanan dulu," ucapnya sambil berdiri.
Agatha hanya bergumam pelan sebagai jawaban, ia mengambil ponsel bermaksud untuk melihat jam. Namun beberapa saat kemudian ia terkejut saat tiba-tiba Jayden mengumpat dengan suara yang cukup keras.
"b******n, apa kau tidak punya mata!" Jayden menghardik dengan suara yang menggelar. Di depannya terlihat seorang pria berkacamata tebal dengan tubuh gemetar hebat. "Panas g****k, oh shittt!" Jayden hampir saja memukul pria itu karena telah menuangkan kopi panas di kemejanya.
"Jay!" seru Agtaha. Ia kaget melihat sikap Jayden yang menurutnya cukup keterlaluan, berbeda sekali dengan Jayden yang beberapa menit yang lalu berbicara padanya. "Kau ini kenapa? Dia mungkin tidak sengaja," kata Agatha ikut bangkit dari duduknya dan mendekati Jayden.
Jayden mendesis kesal, ia melirik pria berkacamata itu tajam. "Enyah dari hadapanku!"
"Coba aku lihat," ujar Agatha menarik tangan Jayden, bermaksud untuk melihat apakah Jayden terluka atau tidak.
"Tidak perlu, kita pulang saja." Jayden langsung menolak, pria itu mengambil tasnya dengan gerakan kasar lalu menarik tangan Agatha menuju mobilnya.
"Jay," panggil Agatha.
"Coba lihat dulu, siapa tahu kau terluka di dalam. Buka kemejamu sebentar," ujar Agatha sedikit memaksa pria.
"Aku bilang tidak perlu, Agatha!" bentak Jayden tanpa sadar.
"Jay, kau membentakku?" lirih Agtaha, matanya terlihat berkaca-kaca.
"Aku capek sekali hari ini, maaf." Jayden mengusap wajahnya kasar. "Kita pulang sekarang, ya. Aku benar-benar minta maaf," tuturnya lagi sembari mengelus lembut kepala Agatha.
Agatha menepisnya kasar. "Entah kenapa aku merasa ... ada hal besar yang kau sembunyikan dariku, Jay. "
"Nona, saya–"
"Pulang sekarang," tukas Agatha tanpa mau mendengarkan penjelasan apa pun lagi. Ia merasa Jayden yang bersamanya ini sangat aneh. Hanya perkara membuka kemeja, kenapa harus semarah itu?
Bersambung.