Seharian ini Rayhan dan Arsel menunggu, bak orang yang menanti hukuman dari palu hakim. Atau mungkin lebih tepat menunggu hasil ujian yang mundur karena kesalahan teknis? Nyatanya mereka menunggu dengan harap-harap cemas. Sama berharap dan menanti kabar tentang Khansa. Andai Khansa tahu, jika dia saat ini, begitu berharga untuk kedua lelaki tampan ini. Arsel dan Rayhan berharap dan berdoa, pintu ruang rawat yang tertutup rapat dan dijaga ketat itu segera terbuka dan memperbolehkan mereka masuk. Tapi yang mereka lihat hanya keluar masuk suster, dokter dan Pak Rahman. Bahkan Pak Rahman tak mau susah-susah menengok pada keduanya. Oke katakan Rayhan saja yang salah, seharusnya Pak Rahman menyapanya kan? Arsel mendesah dalam hati. Haruskah ia menjauh duduknya dari Rayhan, agar terlihat