Empat - Hari Pertama Kerja Yang Sial

908 Kata
Tanpa Puja sadari, pasangan itu kini sudah berada di depan Puja, dan pria tampan itu menatap Puja dengan tatapan dingin dan menusuk. “Siapa kamu? Di mana Rena?!” tanya Pria itu dingin. “Mati aku! Benar, kan? Dia Pak Akash pastinya. Dia tanya Mbak Rena, sudah pasti dia Pak Akash. Bagaimana ini, bagaimana nasibku, baru beberapa jam bekerja di sini, masa aku harus dipecat secara tidak hormat hanya karena tadi mengumpat di depan dia dan melototin dia?” Puja merutuki dirinya sendiri. “Eits, sebentar, saya tidak asing dengan kamu? Jangan menunduk, lihat saya!” bentak Akash. Ya, pria itu adalah Akash. Akash memaksa Puja untuk menatapnya, tapi Puja tidak berani menatap Akash. “Saya bilang lihat saya! Jangan menunduk!” perintah Akash. Puja perlahan mengangkat kepalanya, dia benar-benar takut dan panik sekali saat ini, karena pria yang ada di depannya itu adalah CEO-nya. Akash Hanggara. Yang tadi ia pelototi di depan lift. “Oh kamu rupanya? Berani kamu menampakkan diri di sini? Siapa kamu? Mau apa di sini, dan di mana Rena?!” tanya Akash dengan tatapan tajamm. “Ehm ... ma—maaf, Pak. Sa—saya Puja. Sekretaris yang akan menggantikan Mbak Rena nanti. Dan, sekarang Mbak Rena lagi di kantin, Pak,” jawab Puja dengan suara gagap dan bergetar. “Ini apa-apaan! Gimana sih Pak Andi, pilih pengganti Rena kok begini rupa dan wujudnya! Gak kompeten sekali, Gak ada bagus-bagusnya!” gerutu Akash dengan penuh amarah. “Maaf nih, Pak! Maksud bapak gimana, ya? Gak kompeten bagaimana, Pak? Bapak kan belum tahu cara kerja saja?” tanya Puja dengan nada sedikit kesal karena dibilang tidak berkompeten oleh pria yang ada di depannya, yang mana dia adalah Akash, sang CEO. “Kamu sudah berani menjawab, ya? Kamu tahu siapa saya?” “Ya, saya sudah tahu siapa anda. Anda Pak Akash, CEO di sini,” jawab Puja. “Itu kamu tahu, harusnya kamu gak mendebat apa pun yang saya bicarakan!” bentak Akash. “Saya berani menjawab, karena saya benar, Pak!” “Oh benar-benar ya kamu? Mau saya pecat kamu?!” “Saya belum bekerja apa pun di sini. Saya baru belajar. Silakan pecat saya, saat Pak Akash sudah tahu cara kerja saya bagaimana! Baik, atau buruk? Kalau buruk, silakan pecat saya. Setidaknya berikan saya kesempatan untuk membuktikan saya bisa dengan pekerjaan ini!” tantang Puja. Gadis yang memang suka tantangan. Ya itulah Puja. Akash melihat ada yang berbeda dari Karyawan barunya itu. Sepertinya keberanian Puja membuat Akash tertarik dan tertantang sekali. Puja hanya bisa marah dalam hati saja, sambil mengepalkan tangannya. Ingin rasanya dia melayangkan tangannya dan memberikan bogem mentah pada mulut pedasnya itu. “Beib .... Sudah, sudah ... ayo masuk saja. Ngapain kamu marah-marah di sini gak jelas?” ucap wanita yang ada di sampingnya, yang berpakaian mini kayak pakaian bayi. “Oke Baby ... Aku juga gak mau lama-lama marah di sini. Bisa-bisa tensiku naik kalau meladeni orang ini?” ucap Akash dengan melirik Puja sinis. “Hei, buatkan saya kopi! Dengar, kan?” ucap Akash dengan menaikan suaranya beberapa oktaf, sampai telinga Puja sakit medengar ucapan pria itu. “Iya dengar, Pak!” jawabnya lembut tapi menekan. Setelah mendapat jawaban dari Puja, pria itu langsung pergi ke ruangannya bersama wanita seksi yang dari tadi nempel mulu pada pria itu, bak ulat bulu. Puja langsung mendengkus kencang saat Akash sudah masuk ke dalam ruangannya. Lalu ia melangkahkan kakinya menuju pantry yang ada di sana, beruntung tadi Rena sudah memberi tahu kalau ada Pantry di lantai tersebut. Dengan bibir yang masih menggerutu, Puja berjalan menuju pantry untuk membuatkan kopi atasannya yang menyebalkan itu. Puja langsung membuatkan kopi kesukaan Akash. Untung saja Rena sudah menjelaskan kopi kesukaan Akash itu apa, lengkap dengan takaran kopi dan gulanya pun sudah Rena jelaskan. Akash suka dengan kopi hitam yang tidak terlalu manis. Selesai membuatkan kopi untuk atasannya itu. Puja pun membawa kopi buatannya itu ke ruangan bosnya. Puja melihat pintu ruangan bosnya tidak tertutup rapat. Puja hendak mengetuk pintu tersebut, untuk meminta izin masuk ke dalam sana, akan tetapi dia mengurungkan niatnya untuk mengetuk pintu ruangan bosnya itu. Karena ia mendengar suara laknat dari dalam ruangan bosnya itu yang membuat bulu kuduk Puja berdiri. “Yes, Baby .... aarrgghhhtt ....” “Ini sungguh nikmat, Baby ... ayo teruskan, iya begitu, Sayang.” Lagi dan lagi suara itu terdengar oleh indra pendengaran Puja yang semakin membuat puja merinding kala mendengarnya. “Sial, sial, sial! Baru pertama kerja sudah mendengar suara laknat begini! Mereka itu ngapain sih? Kenapa di dalam kantor? Gak di hotel saja. Gak takut perusahaannya kena sial apa sih, dibuat untuk m***m? Iya sih kamu itu bos! Orang kaya mah bebas, tapi gak segila ini kali, ya? Ini tempat kerja, bukan tempat m***m!” umpat Puja. Bukan apa-apa Puja menggerutu kesal begitu. Tapi apa seorang CEO tidak mampu untuk menyewa hotel? Sampai melakukannya di dalam kantor? Terlebih ini itu siang hari. Akhirnya Puja mengerti apa yang diucapkan Rena tadi, kalau ada wanita yang datang dan langsung diajak ke ruangan bosnya, segenting apa pun, seperlu apa pun, dan sedarurat apa pun, dirinya tidak boleh mengganggunya. Jadi begini rupanya CEO yang Puja pikir itu orangnya sangat baik, dan sempurna. Puja akhirnya menutup pintu ruangan bosnya rapat-rapat, lalu dia memilih duduk di balik meja kerjanya lagi. Menaruh kopi yang bos nya minta itu di depanya, sambil mulut Puja komat-kamit tanpa henti-hentinya mengumpat. “Sial sekali nih hari pertama kerja! Dasar bos m***m!” umpat Puja.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN