Tujuh - Insiden Pagi Hari

1070 Kata
Puja masih bertahan di perusahaan Akash. Dia sebetulnya ingin resign saja dari perusahaan itu. Namun, Rena terus menguatkan Puja supaya dia tetap bertahan di Perusahaan Akash, meski perlakuan Akash terbilang sangat keterlaluan sekali pada Puja. Setiap hari Puja disuruh lembur tanpa mengenal waktu. Kadang pukul sepuluh malam dia baru sampai di kontrakannya. Itu semua karena Akash menyuruhnya lembur. Dua minggu berlalu dengan begitu berat. Meski begitu, Puja mencoba menikmati pekerjaannya itu. Tidak mudah meluluhkan seorang dewasa yang sering tantrum tidak jelas. Puja setiap hari harus menghadapi bosnya yang tantrum seperti itu. Pagi ini, dengan mencoba untuk tetap semangat, Puja berangkat ke kantornya. Taksi berhenti di depan gedung pencakar langit yang gagah di depan matanya. Hanggara Group yang sudah menjadi saksi dirinya bekerja selama dua minggu. Minggu ketiga, Puja akan menaklukan makhluk yang bernama Akash! Hari ini harus lebih berani dengan dia, tidak boleh cengeng lagi, harus lebih kuat dengan sikap arogan dan galaknya dia. Harus kuat telinganya supaya tidak pecah gendang telinganya saat Akash memanggil namanya dengan begitu keras. Begitulah tekad Puja pagi ini saat dirinya akan melangkahkan kakinya masuk ke dalam gedung itu. “Tidak usah masuk! Langsung masuk mobil!” Teriakan seseorang terdengar keras di telinga Puja, saat Puja hendak melangkahkan kakinya ke dalam. Suara yang ia kenal selama dua minggu ini kini menyapanya di pagi hari. Puja langsung membalikkan badannya, mencari dari mana arah suara itu. “Akash gila! Pagi-pagi udah ngajak ribut saja!” umpat Puja dalam hati. “Ngapain diam? Masuk, pagi ini kita meeting dengan klien!” ucapnya lantang. “Sekarang?” tanya Puja. “Dasar tuli ya, kamu?! Sekarang, masa bulan depan?!” jawabnya dengan teriak. “Gak usah teriak kali, saya dengar!” ucapnya dengan kesal. Puja langsung melangkahkan kakinya mendekati mobil sport milik Bosnya itu. Puja langsung membuka pintu depan, dia akan duduk di samping pengemudi, yang di mana sekarang sopir Akash yang mengemudikannya. “Duduk di belakang! Kita akan bahas meeting kita dulu!” perintah Akash. “Hah, katanya alergi kemarin, kalau saya duduk di dekat bapak?!” sindir Puja. “Berani kamu melawan?” “Aku bukan melawan, tapi mengingatkan ucapan bapak dua hari yang lalu!” jawab Puja dengan membuka pintu mobil Akash, lalu dia masuk dan duduk di sebelah Akash. Pintu mobil ditutup dengan begitu keras oleh Puja. “Jangan keras-keras, kalau pintu mobil saya rusak apa kamu bisa memperbaikinya? Gajian kamu tidak cukup untuk memperbaikinya!” teriak Akash. “Tinggal dipotong saja setiap bulan, untuk ganti kalau rusak? Tapi gak rusak, kan?” jawab Puja dengan santai tanpa menatap Akash. “Mulai berani kamu, ya?” “Saya membenarkan, bukan berani, Pak Akash yang terhormat? Jalan, Pak? Katanya mau meeting? Apa bapak mau mendengar kami berdebat saja di sini?” perintah Puja. Bukan Akash yang memerintahkan sopirnya untuk melajukan mobilnya, tapi malah Puja yang menyuruhnya. Benar-benar berani sekali Puja, tanpa basa-basi menyuruh sopirnya Akash untuk melajukan mobilnya. Akash hanya menggelengkan kepalanya melihat kelakuan Sekretaris barunya itu yang tidak peduli dan tidak takut sama sekali dengan Akash yang selalu kasar padanya. Baru kali ini ada Karyawan di kantornya yang berani seperti Puja. Sampai Akash salut ada Karyawan yang seperti puja. “Pasangkan dasiku!” perintah Akash. “Saya gak bisa pasangkan dasi, Pak!” jawab Puja. “Apa Rena gak mengajari kamu untuk memasangkan dasi?” “Tidak, karena itu tidak ada dalam jobdesk!” jawab Puja tegas. “Sekarang ada! Pasangkan sekarang!” “Gak bisa, Pak!” “Harus bisa! Kamu belajar dulu, ada banyak video tutorial memasangkan dasi!” perintah Akash. Puja bersungut, ia mengambil ponselnya. Seperti yang Akash perintahkan, Puja langsung mecari Video tutorial memasang dasi. Video telah ditemukan Puja, dan dia menontonnya dengan serius, tapi dia tidak tahu apa bisa memasangkan dasi itu di leher Bosnya. “Sini saya sudah bisa!” Puja mengambil dasi dari tanga bosnya itu. “Permisi saya pasangkan dasinya, Pak Akash.” “Hmmm ....” Ada rasa gugup saat melakukan itu, terlebih Akash menatap lekat wajahnya yang berada tepat di depannya dengan jarak yang cukup dekat. Akash terus menatap wajah Puja yang pagi ini terlihat berbeda, terlihat lebih fresh dan lebih manis. “Akh .... uhuk, uhuk, uhuk! Kau mau membunuhku!” pekik Akash saat Puja sengaja menaik keras dasinya hingga leher Akash sedikit tercekik. “Lagian salah sendiri lihatnya begitu? Bapak sering ngomong aku tuli, tapi bapak sendiri tuli, aku tanya ini sudah benar tidak dari tadi, malah lihatin saya!” ucap Puja dengan menahan tawanya. Dia benar-benar puas sekali mengerjai Bosnya itu dengan menarik dasinya yang mambuat Bos galaknya itu tercekik. “Mampus lo mata keranjang!” umpat Puja dalam hati. “Benar- benar kamu, ya!” ucap Akash marah. “Sini saya betulkan.” “Jangan cekik saya lagi, saya belum kawin!” “Kawin tiap hari juga di dalam ruangan, bilang belum kawin!” tukas Puja. “Diam kamu! Pasangkan lagi dasinya yang benar!” “Siap, Pak Akash yang terhormat!” Ucap Puja dengan menekan kalimatnya. Puja kembali memasangkan dasi Akash dengan benar, dengan penuh kelembutan. Dia tidak peduli Akash yang menatap wajahnya lagi dengan sangat lekat. “Sudah, sudah rapi,” ucap Puja. Tapi, Akash masih menatap wajah Puja dengan begitu lekat. Cekiiiitt !!! “Akh .... cup!” Akash tidak sengaja mengecup bibir Puja saat sopir mengerem mendadak, karena di depan ada sepeda motor yang berhenti mendadak. “Maaf, Tuan. Sepeda motor di depan mendadak berhenti.” Ucap Sopir. Tapi Akash hanya diam, menatap Puja yang masih terpaku menutup bibirnya itu karena Akash menciumnya. Plak!!! “b******k kamu!” “Ahw ... kenapa kamu berani tampar saya?!” “Karena bapak m***m! Silakan lakukan itu pada wanita lain, tapi tidak dengan saya!” “Heh, kamu gak tahu dia mengerem mendadak, lagian siapa yang mau cium kamu! Ih amit-amit, bisa-bisa rabies aku ciumin kamu!” Ucap Akash dengan memegang pipinya yang panas karena Puja menamparnya tadi. “Maaf, saya juga reflek nampar Bapak. Saya marah bapak begitu,” ucap Puja menunduk. Dia benar-benar marah sekali, Akahs mencium bibirnya, yang selama ini dia jaga. Tidak pernah dia memberikan bibirnya pada kekasihnya dulu. Dia tidak mau melakukannya sebelum dia menikah. Tapi Akash, malah menciumnya, meski kilas dan itu karena adanya insiden, tetap saja hati Puja sakit. “Hei kamu nangis?” tanya Akash yang sedikit panik melihat Puja menangis. Puja tidak berkata apa-apa lagi, dia hanya diam sampai di hotel. Tempat di mana dirinya dan Akash akan menemui klien pagi ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN