bc

Kala Cinta Datang Menyapa

book_age18+
468
IKUTI
12.4K
BACA
family
HE
fated
friends to lovers
kickass heroine
heir/heiress
sweet
bxg
brilliant
city
highschool
office/work place
childhood crush
like
intro-logo
Uraian

Mungkinkah seseorang jatuh cinta sejak masih duduk di bangku Sekolah Dasar?

.

Jawabannya mungkin, karena hal itu terjadi pada gadis cantik yang bernama Naura Aretta Abraham.

.

Cintanya pada Dimas Mahendra Bagaskara bukan sekedar Cinta monyet. Tak terasa, perasaan yang tumbuh sedari kecil itu menjadi pohon cinta yang sangat lebat.

.

Hingga suatu hari, Naura memberanikan diri menyatakan perasaannya pada Dimas. Sayangnya lelaki tampan itu menolak dengan alasan ingin fokus belajar untuk merebut kembali perusahaan keluarganya.

.

Apa Naura menyerah dalam memperjuangkan cinta Dimas? Tentu saja tidak! Gadis itu bahkan rela melakukan apapun asal dapat dekat dengan cinta pertamanya.

.

"Akan aku kejar Dimas meski ke ujung dunia sekalipun! Ditolak ribuan kali tak akan membuatku menyerah, justru semangatku semakin membara."

~~ Naura Aretta Abraham ~~

.

"Aku heran dengan gadis yang sejak kecil mengejar ku. Apa saat pembagian rasa malu dia tidak hadir? Sudah lebih dari 10 tahun aku menolaknya, namun dia tak kunjung menyerah."

~~ Dimas Mahendra Bagaskara ~~

chap-preview
Pratinjau gratis
Namanya Naura
Seorang gadis belia, berparas cantik, tengah duduk di depan sebuah toko cat. Masih terlalu pagi jika ingin membeli barang yang memiliki macam-macam warna, biasanya toko itu buka pukul 8, berhubung hari ini weekend akan buka lebih lambat satu jam, yaitu pukul 9. Meskipun begitu si cantik tak merasa bosan. Didepan toko cat kebetulan ada penjual bubur ayam. Dia pun memesan dua mangkuk sekaligus, sembari menunggu si empunya toko datang. Saking seringnya membeli cat, penjual bubur ayam dan tukang parkir sampai hafal dengan gadis itu. Ditambah lagi, dia kerap memberikan kue kering buatan Bundanya secara gratis. Membuat kang bubur dan kang parkir menjadi besti-nya. "Mamang kira Mbak Naura gak beli cat hari ini," ujar Mang Asep, penjual bubur. "Iya, Bapak juga ngiranya begitu," sahut Pak Yanto, tukang parkir. Naura Aretta Abraham, biasa dipanggil Naura menenggak es teh lebih dulu sebelum menjawab. Dia memang suka minuman dingin ketimbang hangat. Sekalipun cuaca sedang dingin. "Ada huru-hara di rumah jadi aku agak telat datangnya. Paduka raja ngomel-ngomel sejak subuh. Sampai sakit telinga aku buat dengar siraman rohani dipagi hari," jawab Naura dengan bibir mencebik. "Memangnya Mbak Naura mau ngecat apa lagi?" Tanya Pak Yanto, tak kaget lagi mendengar gerutuan gadis itu. Naura tersenyum tipis. Teringat akan rencananya yang akan mengecat ruang gym Papanya. "Hanya mau cat bagian tembok yang cat-nya mulai mengelupas. Papa saja yang terlalu berlebihan." "Rumah semewah itu gak mungkin cat-nya mengelupas. Pasti saat bangun rumah Pak Gio pakai cat harga mahal," ungkap Mang Asep. "Ye, gak percaya sama aku. Memang benar ada cat yang mengelupas, meskipun hanya sedikit jika dibiarkan bakal bertambah lebar." Naura menyudahi sarapannya. Kedua mangkuk di depannya telah kosong dan isinya pindah ke dalam perut karungnya. Pucuk dicinta ulam pun tiba, mungkin paribasa itu menggambarkan kondisi Naura saat ini. Setelah lama menunggu akhirnya yang ditunggu datang juga. Gadis itu bergegas membayar makanannya sebelum menghampiri laki-laki tampan yang selalu tampil sederhana. "Selamat pagi, Ayang," sapa Naura dengan riang. Sikap ramahnya tak ditanggapi dengan baik. Yang ditunggunya sejak tadi sibuk membuka gembok, lalu melenggang masuk ke dalam toko tanpa memperdulikannya. Tak mengapa! Sudah menjadi santapan sehari-hari yang namanya dicuekin dan diabaikan. Bagi Naura itu adalah love language dalam hubungannya. Dimas adalah cinta pertama Naura. Tepatnya ketika mereka masih duduk dibangku SD. Bukan sekedar cinta monyet, tapi cinta sungguhan yang kini semakin tumbuh dengan subur dan lebat. "Aku akan membersihkan toko dulu. Jika mau belanja tunggu satu jam lagi," ujar Dimas saat Naura mengikutinya masuk. Sebelum Dimas menutup pintu, Naura buru-buru menyelinap masuk, gerakannya gesit sekali hingga si tampan tak mampu menghalaunya. "Seperti biasa aku akan membantu membereskan toko. Tenang, gratis gak perlu dibayar," ucap Naura sembari berlalu begitu saja meninggalkan Dimas. Langkah kakinya menuju ke arah ruang penyimpanan alat kebersihan. Dimas menutup kedua matanya, menghirup udara sebanyak-banyaknya sebelum menghadapi hari yang pasti terasa berat, karena gadis bar-bar itu tak akan mau pergi dari tempat usahanya. Toko cat milik Dimas tak terlalu besar namun memiliki banyak pelanggan. Selain letaknya strategis, harganya lumayan murah dibanding toko-toko disekitarnya. Karyawan yang bekerja disana berjumlah empat orang. Bagian kasir biasanya Dimas pegang sendiri, namun jika dia kuliah akan dipegang oleh sahabatnya, Putra. Sementara ketiga karyawan perempuan bertugas melayani pelanggan. Dan mereka semua wajib mengenakan hijab dan pakaian sopan. "Semalam Papa dan Bunda tungguin kamu loh. Eh, malah gak datang. Jangan diulangi lagi! Kasihan Bunda sudah masak banyak yang ditunggu enak-enak nongkrong di angkringan," omel Naura. "Aku kira Om dan Tante pergi ke kondangan." Dimas menjawab tanpa melihat ke arah Naura, karena dia sedang sibuk menata uang receh ke dalam laci. "Makanya kalau aku kirim pesan tuh dibaca. Bukannya dianggurin kayak jemuran belum kering." Saking cintanya dengan Dimas, Naura mau membersihkan debu-debu yang menempel pada etalase, rak dan juga kaleng cat. Padahal saat di rumah kerjaannya hanya makan, nonton film dan tidur. Sebenarnya ada yang lain tapi tak jauh beda dari ketiga hobinya itu. Yaitu, mengecat dinding rumahnya. Hanya beberapa meter saja, setelahnya dilanjutkan oleh supir dan satpam. "Aku hanya sebentar di angkringan. Setelah makan malam langsung pulang ke kosan," terang Dimas. "Katanya mau pindah kos. Kapan?" "Belum dapat kos yang dekat dengan kampus." "Kalau kamu cari kosan dekat kampus, itu berarti bakal jauh dari toko. Yakin sanggup dan gak bakal kecapekan?" "Aku ingin segera menyelesaikan skripsi. Biar tidak perlu lagi pergi ke kampus." "Ckck, kamu sedang berusaha menghindari ku? Jahatnya!" Setelah menata uang receh, Dimas menyalakan komputer, kemarin dia bimbingan sore, maka dari itu sengaja berangkat ke toko lebih pagi untuk mengecek laporan penjualan. "Ai ..." "Ra!" Potong Dimas saat Naura memanggilnya dengan panggilan sayang. Gadis itu mendengus kesal. Baru saja dia ingin menceritakan hasil lomba melukis langsung kena ulti, akhirnya dia terdiam dan melanjutkan kegiatan beberesnya. Merasa bersalah Dimas pun kembali bersuara. "Ada apa?" Telanjur kesal, Naura tak menghiraukan Dimas. Mood-nya bercerita telah menguap begitu saja. "Lombanya menang?" Tanya Dimas lagi. Masih tak mendapatkan jawaban membuat Dimas terdiam. Dia memilih melanjutkan pekerjaannya, urusan merayu gadis yang kini tengah menekuk wajahnya bisa dilakukan nanti *** Cat yang dibeli Naura berwarna putih. Tak seperti biasanya yang selalu memborong banyak warna dan ukuran. Hari ini gadis itu hanya membeli satu kaleng berukuran 2,5 liter. Dia juga bersikap aneh, langsung pulang setelah mendapatkan barang yang dicari, tidak menyempatkan waktu menggoda Dimas lebih dulu. "Naura mau pulang beneran?" Tanya putra. "Yaiya lah Mas. Masak pulang bohongan sih." "Memangnya sudah puas godain Mas Bos?" "Lagi gak selera menggoda. Nunggu mood balik lagi. Oh, iya, titip Ayang ya. Nanti sore kayaknya aku bakal ke sini lagi." "Oh, sore mood kamu sudah balik?" "Biasanya sih gitu. Ya udah, bye, Mas Putra. Jangan lupa jaga Ayang dengan baik." Naura menaiki motor butut yang biasa dibuat belanja ART-nya di depan komplek. Hari ini dia sedang malas membawa motor bebek kesayangannya. Orang-orang yang berpapasan dengan gadis itu pasti mengira, jika dia anak orang tak mampu, penampilannya bukan lagi sederhana tapi hampir mirip seperti gembel. Kalau kata Pak Gio, gembel adalah nama tengah putrinya. Padahal di lemarinya tersusun pakaian bermerk. Namun, anak sulungnya suka memakai pakaian yang sudah lama dan pudar warnanya. "Selamat pagi ganteng, cuittt-cuittt," goda Naura saat tak sengaja bertemu sang papa di depan komplek. "Darimana kamu?!" tanya Pak Gio dengan suara menggelegar. "Biasa, Pa. Tengok keadaaan ayang dan bantuin beberes toko." Naura tak berniat berhenti maupun turun dari motor. Karena Papanya tetap melanjutkan lari paginya meski sedang diajak bicara. Naura sangat boros. Setiap bulan dia bisa menggelontorkan uang lebih dari 10 juta hanya untuk memborong chat di toko milik Dimas. Dan yang membuat Papanya sering tantrum yaitu cat rumahnya berganti warna setiap hari. Hingga rumah mewah itu berubah konsep menjadi taman kanak-kanak. "Papa tidak mengizinkan ruang gym berubah menjadi warna pink." "Kata siapa Naura membeli cat warna pink?" "Biasanya Kakak senang mengerjai Papa. Tahu jika Papa benci warna pink bisa saja Kakak sengaja mengubah ruangan itu bertemakan princess." "Papa enggak lihat kaleng cat yang ada di sebelah kaki Naura? tulisannya brilliant white yang artinya putih cemerlang." Pak Gio tak peduli dengan penjelasan dari putrinya. Yang ada di dalam pikirannya saat ini adalah cepat sampai rumah dan mengunci ruang gym sebelum kedatangan si perusuh. Bulan lalu Naura berkata cat yang dibelinya berwarna putih gading, nyatanya saat di aplikasikan pada tembok warna catnya violet. Kini ruang kerja Pak Gio berwarna senada dengan kamar Putri keduanya. "Dapat proyek apa lagi mbak?" tanya Pak satpam ketika Naura baru sampai rumah. "Ruang gym Papa catnya sudah banyak yang mengelupas. Enggak banyak sih hanya di beberapa bagian saja. Makanya aku beli cat ukuran kecil," jawab Naura sembari mengangkat kaleng cat yang ada di tangannya. "Butuh bantuan apa tidak Mbak?" "Kayaknya sih enggak. Tapi Pak Mamat stand by siapa tahu aku butuh bantuan." "Siap, Mbak Naura." Naura bersenandung dan melompat-lompat kecil menuju ke arah pintu utama. Pagi ini dia cukup bahagia setelah memastikan keadaan Dimas baik-baik saja. Meskipun mood-nya sempat anjlok tapi bukan suatu masalah yang besar baginya. Karena suasana hatinya akan membaik dalam waktu tak lebih dari satu jam. "Bunda cantik," panggil Naura saat melihat Bundanya membersihkan meja makan. "Hai, Sayang. Tumben jam segini sudah pulang. Dimas nggak ke toko?" "Ayang ada kok. Tapi, Naura harus segera pulang karena ada kerjaan yang belum selesai. Sungkan mau ditunda karena pembayarannya sudah lunas." Dibalik sikapnya yang bar-bar, Naura mampu menghasilkan uang sendiri sejak duduk di bangku SMA. Kepiawaiannya dalam melukis membuat dia kebanjiran pesanan. Awalnya, Naura iseng-iseng membuat akun media sosial. Setiap hari dia memposting satu foto hasil lukisannya. Tak jarang gadis itu melakukan live streaming ketika sedang melukis. Para pengikutnya setiap hari semakin banyak. Mereka suka dengan hasil-hasil lukisannya. Setelah mendapatkan izin dari Papanya, Naura open order lukisan namun dengan jumlah terbatas. "Kakak sudah sarapan?" "Sudah, Bun. Dua mangkuk bubur ayam beserta topping-topingnya." "Sarapan bareng Dimas?" Naura mendaratkan bokongnya pada kursi. Pagi ini dia belum berbincang dengan Bundanya karena buru-buru pergi setelah ceramah panjang dari Papanya selesai. "Dia mana mau diajak sarapan," jawabnya kemudian. "Dimas suka masak. Dia pasti bawa bekal dari kosan." "Bekal nasi goreng putih. Gak ada daging, telur, ayam atau nugget. Sepi banget kotak bekalnya." Bu Siva menggelengkan kepala sembari mengulum senyum. Putrinya memang seperti itu, selalu khawatir dengan keadaan Dimas jika terlalu irit dalam hal makanan. "Omset toko cat Ayang tuh naik setiap bulan. Seharusnya dia bisa membeli rumah kecil-kecilan. Daripada tinggal di kosan sempit." "Mungkin Dimas sudah memiliki rencana membeli rumah. Hanya saja tidak diberitahukan pada Kakak." Naura berdecak kesal. Lalu berkata, "Ayang emang suka gitu. Meski terlihat cuek tapi romantis sekali. Mau bikin kejutan untukku." Pak Gio menyusul ke ruang makan setelah mandi. Beliau menaruh telapak tangannya pada kening Naura. Memastikan jika gadis itu tidak sedang demam. "Papa apa-apaan sih!" "Oh, ternyata sehat. Papa kira ketempelan jin toko cat." "Dih, jahat banget sih Papa! Putrinya sehat walafiat dikatai ketempelan." "Jelaskan, Bun. Kalau Dimas membeli rumah itu untuk tempat tinggalnya bukan hadiah yang akan diberikan pada Naura Aretta Abraham." Bu Siva memanggil Bibik agar membawa piring kotor ke dapur. Sebentar lagi akan terjadi perdebatan dan beliau harus tetap ada di sana untuk menjadi penengah. "Papa nguping ya? Awas nanti bintitan." Naura mendengkus kesal jika sang papa mulai ikut campur dalam obrolan tentang Dimas. "Bukan hanya Papa yang mendengar suara Kakak, melainkan semua penghuni rumah ini. Asal Kakak tahu saja, suaramu seperti toa masjid komplek." "Papa," tegur Bu Siva. Naura mencubit lengan Papanya. Kemudian berkata, "Dimas sebenarnya sudah cinta sama Naura. Hanya ketinggian gengsi saja untuk mengakui." "Cinta dari mana? Lihat kedatangan Kakak wajahnya langsung berubah masam," sahut Pak Gio. "Mana ada begitu? Papa jangan menyebar berita hoax!" debat Naura tak terima. "Nyatanya Kakak selalu ditolak oleh Dimas. Apa itu termasuk berita hoax?" Naura mengerucutkan bibirnya. Kesal jika Papanya mulai mengingatkan penolakan yang selalu dilakukan Dimas. "Dia udah bucin. Tapi mau memantaskan diri dulu. Ya, wajar sih. Karena calon istrinya sesempurna ini," ujarnya dengan penuh kepercayaan diri. "Anakmu, Bun," kata Pak Gio sambil bergidik ngeri. "Iya, iya, Kakak hanya anak Bunda," jawab Bu Siva.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Tentang Cinta Kita

read
212.4K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
151.9K
bc

Papa, Tolong Bawa Mama Pulang ke Rumah!

read
4.3K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
168.0K
bc

My husband (Ex) bad boy (BAHASA INDONESIA)

read
292.6K
bc

Ketika Istriku Berubah Dingin

read
3.3K
bc

TERNODA

read
192.5K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook