Ucapan Terima Kasih yang Tersirat

1042 Kata
Dae Jung tengah terbangun dengan mata separuh tertutup. Rasanya seperti berada di dalam mimpi. Sejak tadi Dae Jung mencium bau yang sangat aneh. Bukan bau busuk atau semacamnya tapi Dae Jung mencium aroma makanan korea yang dia hirup sejak tadi. Dae Jung mengucek matanya. Mungkinkah dia sedang bermimpi karena semalam dia sempat menyebutkan kangen makanan Korea jadi bisa saja karena hal itu Dae Jung jadi bermimpi hal aneh seperti ini. Sepulang sekolah Dae Jung langsung tertidur masih dengan seragam yang menempel di badannya. Dia merasa lelah sekali jadi dia tak punya waktu untuk berganti pakaian atau makan. Setelah merasa kesadarannya telah kembali Dae Jung mulai bangkit dari duduknya. Matanya langsung menangkap sekotak besar kotak makanan yang terletak di meja belajarnya, Dae Jung berjalan dengan perlahan dan meneliti kotak makanan siapa itu. Bentuknya seperti box dengan nama sebuah restoran “Korean Lovers” dan beberapa sterofoam yang sudah tertata rapi di atas meja belajar Dae Jung. Tak lupa satu cup besar boba yang berada di dekatnya. “Perasaan aku tidak memesan apa-apa. Atau ini punya Austin?” Dae Jung menggaruk kepalanya sendiri yang tidak gatal. Dia mencoba memeriksa ingatannya sendiri. Barangkali sebelum tidur Dae Jung sempat memesan makanan dan mungkin saja Austin yang meletakkannya di sini. Tapi Dae Jung dapat uang dari mana sebanyak ini? Dae Jung sempat melihat-lihat halaman aplikasi pemesanan makanan dan harga makanan korea di sini cukup mahal. Bukan hanya harga makanannya, letak restorannya pun cukup jauh dari sini. Kau harus membayar 50 dolar hanya untuk ongkos kirimnya saja. Meski sangat ingin makan makanan Korea, namun Dae Jung tidak akan seboros itu. Kening Dae Jung berkerut ketika menemukan sebuah memo dengan tulisan nama di atasnya. “Untuk Dae Jung” hanya itu yang tertulis di atasnya. Hingga beberapa detik ke depan Dae Jung hanya memandangi makanan tersebut. Batinnya bergejolak, menghirup aromanya yang sedap saja jelas membuat Dae Jung segera ingin memakannya, namun Dae Jung tidak tahu ini dari siapa. Bagaimana jika makanan ini punya Austin? Anak itu pasti akan marah jika Dae Jung memakannya. Dae Jung bimbang hingga beberapa detik. “Ah, bodo amat,” tukas Dae Jung yang akhirnya mengambil keputusan. Anak itu menarik kursi dan mulai membuka makanan di dalam streforoam satu per satu. “Heol.  KImchi!” Teriak Dae Jung girang ketika mendapati sekotak Kimchi juga jajangmyeon lengkap dengan mandu dan acar lobak serta berbagai makanan korea lainnya. Dae Jung memakannya dengan lahap. Entah siapapun yang mengiriminya dia akan sanga t berterima kasih padanya. Sudah lama Dae Jung tidak merasakan makan-makanan selezat ini. Beberapa jam yang lalu sebelum Dae Jung bangun Austin pulang terlambat ke asrama. Begitu dia masuk asrama, Austin langsung disambut wajah Dae Jung yang tengah tertidur nyenyak di atas kasur. Austin memandangnya sekilas. Ada satu hal yang masih mengganjal di pikiran Austin, anak itu ingin mengucapkan terima kasih pada Dae Jung. Jika bukan karena Dae Jung mungkin dia sudah babak belur dalam perkelahian tempo hari. Harusnya mengucapkan terima kasih itu mudah, namun nyatanya tidak semudah itu. Austin tumbuh sebagai seorang penyendiri. Reputasinya yang buruk membuatnya tidak mempunyai teman dekat. Wajar saja jika Austin tumbuh menjadi seseorang yang pendiam dan juga tidak banyak bicara. Dia juga tidak tahu cara untuk berterima kasih. Rasanya canggung sekali dan Austin bersumpah tidak akan melakukan itu. Austin tidak tidur di saat Dae Jung menerima telepon dari orang tuanya. Rasa bersalahnya semakin menjadi-jadi ketika mendengar Dae Jung mengatakan bahwa dia berkelahi untuk membantunya. Austin bisa mendengar nada penyesalan dan sedih dari Dae Jung. Mungkin memang seharusnya Austin mengucapkan terima kasih padanya. Namun sekali lagi itu tidak mudah bagi Austin. Di saat Dae Jung mengatakan bahwa dia merindukan masakan sang mama, mendadak Austin mendapat ide untuk membelikannya makanan korea untuk Dae Jung. Jika kata terima kasih sulit diungkapkan dengan kata-kata kenapa Austin tidak menunjukkannya dalam perbuatan. Mungkin tidak banyak yang bisa Austin berikan tapi setidaknya dia mencoba. Austin sempat kesulitan mencari makanan Korea apa yang cocok untuk Dae Jung dia bahkan rela pergi langsung ke restorannya dan meminta agar mereka mengirim makanan ke asramanya. Beberapa restoran tidak melayani jasa pengiriman karena jarak ke asrama yang terlalu jauh. Jadi Austin benar-benar berusaha bernegosiasi dengan sang pemilik dan membujuknya. Meski dingin dan pendiam, namun Austin sebenarnya adalah sosok yang perhatian, hanya saja dia masih belum terbuka dengan sebagian orang. *** Pukul dua pagi Austin baru kembali ke asrama dan langsung disambut dengan wajah penasaran Dae Jung. Dari tadi Dae Jung tidak bisa tidur dan terus memikirkan siapa yang telah mengiriminya makanan. Dae Jung tak memiliki teman dekat. Dia juga bukan siswa populer yang mungkin saja memiliki secret admire dan membelikannya makanan seperti itu. Setelah berpikir ratusan kali kemungkinan terbesar pengirimnya adalah Austin. “Kau yang mengirimiku makanan?” Tanya Dae Jung dengan wajah penasaran. Sebelum masuk ke kamar ini Austin sudah menduganya bahwa Dae Jung akan menanyakan pertanyaan ini padanya namun dia tidak menyangka bahwa Dae Jung menunggunya hanya untuk menanyakan pertanyaan ini. Austin melepas jaket jeans miliknya dan meletakkannya di gantungan. Dia menatap Dae Jung dengan tatapan datar, “What do you mean?”  Austin bertanya maksud dari pertanyaan Dae Jung. Dae Jung menunjuk box makanan yang sudah kosong, dia sengaja menyimpannya karena ingin menanyakannya pada Austin. “Kau memesan makanan?” Tanya Austin mencoba mengalihkan perhatian. “Bukan itu. Bukannya kau yang mengirimiku makanan?” Dae Jung tidak terpancing dan tetap menanyakan pertanyaan itu pada Austin. “Untuk apa aku mengirimu makanan? Kita tidak sedekat itu.” Rasanya kepala Dae Jung seperti dipukul dengan pemukul baseball saat itu juga.  Apa dia terlalu percaya diri dan mengira kalau Austin yang mengiriminya makanan ? Dae Jung merasa malu akan itu. Austin merebahkan dirinya di kasur. Belum sempat Austin memejamkan mata suara Dae Jung kembali menginterupsi telinganya. “Apa kau sudah makan?” Tanya Dae Jung. Austin menoleh ke arah Dae Jung, belum sempat Austin menjawab, Dae Jung sudah menjawab pertanyaannya sendiri, “Aku menyisihkan beberapa makanan di kulkas. Jika kau lapar makanlah,” tukas Dae Jung. Di sudut ruangan ada sebuah kulkas mini yang memang disediakan oleh asrama. “Oke,” tukas Austin dengan cuek. Baru pertama kali ini dia tidak menolak, Dae Jung merasa sedikit terkejut. “Kalau bukan Austin lalu siapa?” Dae Jung kembali memikirkan siapa pengirim makanan itu tanpa Dae Jung tahu bahwa jawabannya ada di depannya saat ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN