Di Luar Dugaan

1084 Kata
Semua masih berjalan seperti biasa. Austin tetap saja dingin dan bersikap tertutup pada Dae Jung. Padahal Dae Jung berharap Austin bisa sedikit berterima kasih padanya karena dia sudah membantunya, namun anak itu tidak berubah sama sekali. Tetap dingin dan cuek serta tak ada satu pun yang berani menghalangi keinginannya. Drrt! Drrrt! Sudah sejak lima menit yang lalu Dae Jung membiarkan hapenya bergetar tanpa berani mengangkatnya. Austin tengah tertidur di ranjang. Sudah tiga hari sejak kejadian mereka berkelahi bersama dan Austin bersikap seolah Dae Jung tidak terlihat.Anak itu selalu pulang pagi dengan bau alkohol yang menyengat dari tubuhnya namun anehnya Austin tidak mabuk sama sekali Sebenarnya Dae Jung penasaran apa yang Austin lakukan hingga setiap hari dia pulang dini hari. Namun Dae Jung memilih diam daripada mencari masalah dengan teman sekamarnya itu. Cukup bagi Dae Jung terlibat masalah dengannya. Meski pihak sekolah tidak memanggilnya namun Dae Jung cukup khawatir jika orang tuanya tahu masalah ini. Dae Jung menatap ponselnya dengan tatapan kosong. Dia benar-benar tidak punya keberanian untuk mengangkatnya. “Sampai kapan kau akan memandanginya seperti itu. Ponselmu berisik sekali.”Austin mengucek matanya dan menegur Dae Jung yang terdiam sambil menatap ponselnya dengan tatapan bodoh. Dae Jung lupa bunyi gesekan ponsel dengan meja membuat Austin terbangun dari tidurnya. “Angkat bodoh! Kenapa kau masih diam saja,” celetuk Austin. Berbeda dengan murid lain yang akan menundukkan pandangannya di hadapan Austin, Dae Jung berani membalas tatapan tajam yang diberikan teman sekamarnya itu. “Iya ini mau aku angkat, kau ini berisik sekali!” Gerutu Dae Jung. Sebuah panggilan dari sang mama Baek Junhee membuat Dae Jung khawatir jika perempuan yang paling dia sayangi itu tahu tentang masalah ini. Dae Jung bimbang, haruskah dia memberitahu mamanya tentang ini. Tapi dia takut menyakiti Baek Junhee lagi. “Halo, Eomma” setelah cukup lama bimbang untuk menekan tombol hijau di ponselnya, pada akhirnya Dae Jung memilih untuk menghadapi kenyataan dan bicara dengan sang mama. “Dae Jung, apa kau baik-baik saja? Kenapa kau lama sekali mengangkat telepon kami?” tanya Baek Junhee dengan nada khawatir. Belum sempat Dae Jung menjawab suara baritone di samping Junhee terdengar, siapa lagi kalau bukan Kang Heejun. “Kan sudah kubilang mungkin saja Dae Jung sedang belajar atau sudah tidur,” tukas Heejun. “Maafkan mamamu Heejun, apa kau baik-baik saja di sana?” Mendengar suara Heejun dan Junhee membuat Dae Jung merindukan rumah. Terutama masakan sang mama. Sulit sekali mencari makanan korea di sini, sekalipun ada harganya cukup mahal. “Aku baik-baik saja, Ma, Pa. Maaf tadi aku sedang mengerjakan tugas,” tukas Dae Jung. Dae Jung menelan ludahnya. Obrolan pun mengalir begitu saja, setiap malam Dae Jung memang menghabiskan waktu menelepon orang tuanya. Ini seperti aktivitas rutin sejak dia berada di Kanada. Heejun mengatakan pada Dae Jung bahwa dia harus menelepon sehari sekali dan mengobrol bersama orang tuanya. Namun sudah dua hari ini Dae Jung hanya berbicara singkat di telepon. Dia terkesan menghindar dari mereka. “Aku kangen masakan, Eomma,’ curhat Dae Jung. Heejun tertawa mendengar  curhatan anaknya. Dae Jung adalah anak yang mandiri, melihat dia menentukan masa depannya sendiri membuat Heejun bangga sekaligus khawatir  terhadap Dae Jung. Dae Jung masih terlalu muda untuk hidup sendiri di negara yang asing, tapi daripada khawatir berlebihan Heejun lebih suka memberikan kepercayaan pada Dae Jung. Hidup itu seperti pembelajaran dan guru yang terbaik adalah pengalaman karena itu Heejun mengizinkan Dae Jung untuk mencicipi pengalaman hidup selagi masih muda. “Apa liburanmu masih lama? Haruskah mama dan papa ke sana?” Baru genap sebulan tinggal di Kanada Dae Jung memang sudah kangen rumah. Mungkin karena di sini Dae Jung tidak punya banyak teman. Kegiatan sehari-harinya hanya berkutat dengan buku pelajaran , tak ada yang lain. Dae Jung juga lebih banyak menghabiskan waktunya di dalam perpustakaan. “Atau kau mau Eomma mengirimimu makanan?” Tanya Baek Junhee. Dari seberang sana Dae Jung bisa mendengar suara ayahnya tertawa, “Kau pikir Dae Jung tinggal di apartemen sebelah yang bisa kau kirimi makanan, Sayang.” Tegur Heejun yang membuat Junhee kembali sadar bahwa Dae Jung tinggal di Kanada sekarang. “Tidak usah, Eomma. Mungkin karena aku belum terbiasa dengan Kanada tapi aku yakin aku akan cepat beradaptasi di sini.” Tukas Dae Jung.  Dae Jung menarik napasnya, mungkin pilihan terbaik baginya adalah menceritakan pada orang tuanya tentang perkelahiannya tempo hari. Dia tidak mau orang tuanya mendengar berita ini dari orang lain. “Ada yang ingin aku ceritakan,” Dae Jung memelankan suaranya dan melirik ke arah Austin. Anak itu memastikan Austin tengah tertidur nyenyak dan tidak mendengarkan pembicaraannya, karena ini menyangkut masalah tentangnya. “Ada apa Dae Jung? Apa ada masalah di sekolah? Kau bisa menceritakan masalahmu pada kami,” tutur Junhee dengan lembut. Junhee tidak pernah memarahi Dae Jung begitu saja. Junhee dan Heejun adalah orang tua yang baik, mereka selalu mendengarkan sang anak, Dae Jung. Sejak kecil Dae Jung tidak pernah dimanja. Dae Jung tumbuh menjadi sosok anak yang mandiri meski pernah mengecewakannya sekali. “Apa ini masalah serius?” KIni giliran Heejun yang menyahut. Tenggorokan Dae Jung seakan tercekat, padahal tadi dia sudah yakin untuk memberitahu orang tuanya tentang masalah ini. Tapi kini dia tidak sanggup membayangkan reaksi dari Heejun dan Junhee. “Tiga hari yang lalu aku berkelahi,” tukas Dae Jung. Anak itu tidak lantas melanjutkan ceritanya. Dia menunggu respon dari Heejun dan Junhee. Dalam pikiran Dae Jung dia bisa membayangkan betapa kecewa orang tuanya. “Lalu?” sahut Heejun masih dengan nada yang sama, tak ada tanda-tanda kemarahan di sana. “Aku tahu mungkin aku telah mengecewakan kalian lagi namun aku berkelahi bukan tanpa alasan, Ma, Pa.” Dae Jung menarik napas lalu menceritakan semuanya pada orang tuanya. Mereka tidak menyela cerita Dae Jung dan membiarkan anak itu bercerita sampai akhir. Sesekali saat bercerita Dae Jung melirik ke arah Austin takut jika dia bangun dan merasa tersinggung karena mendengar ceritanya. “Begutulah ceritanya,” Dae Jung menutup ceritanya dan seperti ada perasaan lega setelah menceritakan semua itu apda orang tuanya. Kini giliran Dae Jung deg-degan menungggu respon dari kedua orang tuanya . Tak ada kemarahan yang dilontarkan kepada Dae Jung. Heejun dan Junhee tampak diam. “Kami tahu kamu tidak bermaksud untuk berkelahi tapi lain kali jika masalah bisa diselesaikan dengan baik-baik, tolong selesaikan baik-baik, jangan dengan menggunakan kekerasan, kau belajar karate bukan untuk menyakiti orang lain, kau ingat itu kan?” Dae Jung mengangguk sekali lagi dia merasa beruntung memiliki orang tua seperti mereka. Meskipun mereka jauh namun Dae Jung merasa sangat dekat dengan Kang Heejun dan Baek Junhee.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN