Rasanya seperti terbebas dari semua kegiatan yang selama ini membuat Do Yun sibuk. Pergi ke warnet memang sebuah pilihan yang bagus. Terlebih sebelum pindah ke rumah Bibi Jung Do Yun memang senang pergi ke warnet saat sedang bosan atau penar. Dia juga pernah bekerja sebagai penjaga warnet sebelum akhirnya Yerin tahu dan melarang Do Yun untuk bekerja agar Do Yun fokus untuk belajar.
Hampir tiga jam Do Yun menghabiskan waktu bersama Aeyong di warnet. Mereka sibuk bermain game online tanpa berbicara satu sama lain. “Kau senang kan, Do Yun?” Aeyong bisa melihat raut wajah bahagia Do yun. Sebenarnya dia tidak tega melihat Do Yun harus terjebak dua puluh empat jam di restorannya, dia bahkan harus tidur di restoran dan menjaganya. Aeyong merasa kasihan pada Do Yun.
Do Yun tersenyum tipis dengan wajah malu-malunya. Setiap kali malu maka telinga Do Yun akan berwarna merah dan warnanya lucu sekali. “Lain kali kita harus pergi ke sana lagi,” tukas Aeyong dengan bersemangat, gadis itu merangkul bahu Do Yun dengan santai, sementara Do Yun tampaktegang karena Aeyong menyentuh pundaknya. Sadar akan hal itu Aeyong langsung melepaskan tangannya, “Maaf,” gumam Aeyong. Do Yun menggeleng,” Tidak apa-apa. Aku hanya terkejut saja,” kata Do Yun yang belum terbiasa.
Do Yun membuka hapenya untuk melihat jam, betapa kagetnya dia karena jam sudah menunjukkan pukul dua pagi, “Aeyong, kau harus segera pulang. Ahjumma bisa marah jika dia tahu kau pulang terlambat,” ujar Do Yun panik. Berbeda dengan Do Yun yang panik, Aeyong justru terlihat santai. “Tidak apa-apa. Eomma tidak akan memarahiku. Aku akan mengatakan bahwa aku latihan menari sampai malam, dia pasti tidak akan memarahiku,” tukas Aeyong menenangkan Do Yun. Do Yun tak bisa membayangkan jika Baek Jung memarahi Aeyong. Do Yun saja tidak berani mengangkat wajahnya saat Baek Jung marah. Wanita itu terlihat menyeramkan saat dia marah.
“Lebih baik kau kembali ke restoran, Do Yun,” tukas Aeyong. Do Yun menggeleng. Sebagai seorang laki-laki Do Yun tidak akan membiarkan Aeyong pulang sendirian apalagi ini jam dua pagi. Tentu saja ini berbahaya. Do Yun akan mengantar Aeyong pulang baru dia akan kembali ke restoran. “Aku akan mengantarmu pulang,” tukas Do Yun dengan wajah malu-malu. Setiap kali melihat ekspresi wajah Do Yun, Aeyong seperti ingin mencubitnya, karena Do Yun sangat menggemaskan. Aeyong dan Do Yun seumuran. Mereka lahir di tahun yang sama, hanya saja Aeyong lahir satu bulan terlahir lebih dulu daripada Do Yun. Harusnya Do Yun memanggil Aeyong nuna, namun Aeyong tidak suka dipanggil Nuna jadi dia meminta Do Yun memanggilnya dengan nama saja.
“Baiklah, jika itu maumu,” tukas Aeyong membiarkan Do Yun mengantarnya pulang. Do Yun berjalan di belakang Aeyong . Jarak rumah Aeyong hanya sekitar lima belas menit dari tempat mereka berada sekarang. Mereka berdjalan dengan langkah yang lebar. Sebenarnya Aeyong juga cukup khawatir jika Baek Jung akan memarahinya.
Deg!
Siluet wajah Baek Jung terlihat tengah menunggu di depan gerbang. Aeyong panik, gadis itu segera berbalik dan menatap Do Yun. “Do Yun kembalilah sekarang aku bisa pulang sendiri, cepat pergi ke restoran,” Aeyong berusaha mendorong tubuh Do Yun pergi namun anak itu tidak bergeming. Dia tahu bahwa Aeyong sedang berusaha menjauhkannya dari Baek Jung. Do Yun sudah melihat Baek Jung tengah menunggu di depan rumah dan dia tidak akan lari dari semua ini. “Aku akan menyapa bibi terlebih dahulu,” gumam Do Yun. Aeyong menggeleng dengan tatapan memohon,” TIdak usah Do Yun, kau bisa kena masalah,” tukas Aeyong dengan nada memohon. Baek Jung tidak mungkin memarahinya karena dia pulang terlambat tapi dia pasti akan melampiaskan kemarahannya pada Do Yun.
“Aeyong, kenapa kau baru pulang jam segini?” Tanya Baek Jung dengan nada khawatir. Dia langsung memeluk Aeyong saking khawatirnya. Aeyong melepaskan pelukan Baek Jung. “Maaf aku pulang terlambat, hari ini aku berlatih menari dengan teman-temanku, Eomma,” tukas Aeyong berbohong kepada ibunya.
Baek Jung bisa bernapas lega, meski dia tidak tahu jika Aeyong membohonginya, “Lalu kenapa kau tidak menjawab teleponku, Aeyong. Aku sangat khawatir,” tukas Baek Jung. Aeyong mengambil hape di sakunya, “Maafkan aku, Eomma, aku lupa membawa charger, lain kali aku akan mengabari Eomma,” tukas Aeyong.
Pandangan Baek Jung kini tengah tertuju pada Do Yun. Dia baru sadar bahwa Do Yun sejak tadi tengah berdiri di sana, “Do Yun! Sedang apa kau di sini?” Nada bicara Baek Jung langsung naik begitu menyadari Do Yun tengah berdiri di belakang Aeyong. Wanita itu sudah siap menghujani Do yun dengan kemarahan. Do Yun menggigit bibirnya, anak itu tidak bisa berbohong bahkan di saat terdesak sedikit pun, jadi dia pasti akan mengatakan yang sebenarnya pada Baek Jung, meski dia tahu risikonya Baek Jung pasti akan memarahinya.
“Maafkan aku Bi---“
“Aku meminta Do Yun mengantarku pulang, Eomma, tolong jangan marahi dia,” tukas Aeyong memotong ucapan Do Yun yang belum selesai. Do Yun menatap Aeyong dengan mata melebar, tapi Aeyong justru memberikan isyarat pada Do yun agar tetap diam.
“Jangan marahi Do Yun Eomma, aku yang membuatnya jauh-jauh ke sini. Dia akan kembali ke restoran kok setelah ini,” tukas Aeyong. Amarah Baek Jung yang sudah berada di puncak mendadak berkurang karena kata-kata Aeyong. Harusnya dia mengucapkan terima kasih pada Do yun namun wanita itu terlalu gengsi untuk mengucapkannya.
“Terima kasih sudah mengantarku, Do Yun, maaf aku merepotkanmu. Hati-hati saat kembali,” tukas Aeyong. Do Yun mengangguk. Aeyong sebenarnya tidak tega melihat Do Yun kembali sendiri ke restoran namun gadis itu tidak mungkin berbuat banyak. Baek Jung tidak mungkin mengizinkan Do Yun tinggal di sini.
“Sedang apa kau di situ. Cepat kembali ke restoran sana,” usir Baek Jung pada Do Yun. Do Yun menunduk dan kemudian memberi salam pada Baek Jung, “Aku pergi dulu, ahjumma, Aeyong.” pamit Do Yun. Aeyong mengangguk.
“Lain kali jika kau ingin minta jemput kau bisa menelepon eomma, jangan anak itu. Kau tahu kan dia harus menjaga restoran. Kalau terjadi apa-apa dengan restoran bagaimana,” Baek Jung mulai mengomel, meski dengan nada lembut namun Do Yun bisa mendengarnya. Mendadak Do Yun merindukan Yerin. Sudah sejak lama Do Yun tidak bertemu dengannya. Haruskah Do Yun mengunjunginya di penjara? Dia masih belum siap untuk bertemu dengan ibunya. Rasa takut dan khawatir itu selalu datang ketika dia mengingat wajah sang ibu. Semua luka itu mendadak datang dan membuat Do Yun tak berdaya.