Pekerjaan Yang Tak Terduga

1107 Kata
Kesan pertama Hyunsu terhadap Jeyoon tidak terlalu bagus. Hyunsu tidak bisa menepis rasa curiga yang bersemayam di dalam dirinya. Bayangkan saja kamu menjadi Hyunsu, apa kamu akan percaya pada orang asing yang baru kamu kenal begitu saja? Jeyoon mengajak Hyunsu berjalan memasuki lorong-lorong sempit di Seoul. Jika kau sering melihat Seoul digambarkan sebagai kota yang indah maka itu hanya sebagian. Realitanya tidak seindah di bayangan kalian. “Kita mau kemana?” Hyunsu tidak dapat menahan rasa penasarannya lagi. Sudah lima belas menit mereka berjalan namun lorong yang mereka telusuri seperti tidak ada ujungnya. “Kau tenang saja, aku tidak akan membawamu ke tempat yang aneh,” tukas Jeyoon. Dalam batin Hyunsu bergejolak, haruskah dia putar balik dan pergi dari sana, tapi dia kembali teringat bahwa Hyunsu butuh pekerjaan. Sisa uang tabungannya mungkin hanya cukup untuk tiga hari ke depan. “Kau tidak akan menipuku kan?” Mungkin tekesan tidak sopan tapi pertanyaan itu terus menghantui pikiran Hyunsu. Jeyoon berbalik dan menatap Hyunsu dengan pandangan datar, “Kau tenang saja, aku tidak akan mengajakmu ke tempat yang aneh,” tukas Jeyoon. Hyunsu menarik napas. Memang tidak semua orang di dunia ini dapat dipercaya, tapi pasti ada diantara seribu orang di dunia ini yang bisa Hyunsu percaya. “Aku tidak akan memaafkanmu jika kau menipuku,” ancam Hyunsu yang terdengar tidak menakutkan sekali bagi Jeyoon. Lorong ini terdiri dari rumah-rumah kecil dan sempit. Beberapa orang tampak menyapa Jeyoon dengan ramah. Sepertinya orang di sekitar sini kenal dengan Jeyoon, berarti dia tidak semenakutkan yang Hyunsu bayangkan. “Mereka adalah para pedagang dan juga pengumpul barang bekas, kau tidak merasa jijik berada di sini kan?” Tanya Jeyoon sedikit khawatir. Hyunsu menggeleng. Dia tak keberatan berada di sini. Sejak awal datang ke Seoul dia sudah mempersiapkan diri melihat sisi lain Seoul. Jika kau sering melihat drama Korea mungkin kau akan melihat gambaran tentang kota Seoul yang indah. Namun nyatanya tidak seindah itu. Harga bangunan di kota ini sangat mahal, bukan hanya harga sewa dan beli bangunan di sini namun juga harga makanan di sini lumayan mahal. Hyunsu tahu dirinya harus bekerja keras karena itu dia tidak masalah jika harus bekerja apa saa di Seoul asal pekerjaan yang baik dan tidak macam-macam. Mereka melewati sederetan rumah yang berdinding tipis dan berpintu using. Bahkan ada beberapa rumah yang jendelanya rusak dan hanya diganti dengan papan kayu atau kardus yang usang. “Apa mereka sudah lama tinggal di sini?” Tanya Hyunsu memperhatikan rumah-rumah di sekitarnya. Jeyoon yang berjalan di depannya mengangguk. “Sudah puluhan tahun, mereka memulai usaha di sini. Beberapa yang berhasil dengan usahanya sudah pindah ke rumah yang lebih layak, beberapa lainnya masih terjebak di sini hingga puluhan tahun,” cerita Jeyoon sambil terus berjalan. Hyunsu tidak bisa membayangkan, rumah-rumah ini sempit dan juga hanya memiliki dinding yang tipis, bagaimana bisa mereka bertahan di musim dingin tinggal di rumah ini. Tentu saja lantai rumah ini akan terasa dingin. Meski tinggal di rumah yang sempit namun Hyunsu tidak melihat raut wajah sedih dari mereka sedikitpun. Mereka malah terlihat bahagia, lebih bahagia dari orang-orang yang tinggal di apartemen namun tidak memiliki waktu untuk beristirahat sedikit pun. Awalnya Hyunsu merasa iba namun di sisi lainnya Hyunsu merasa kagum melihat kerja keras mereka. “Kita sudah sampai,” kata Jeyoon. Hyunsu tidak sadar bahwa mereka sudah berjalan terlalu jauh hingga tak sadar Jeyoon membawanya ke rumah yang terletak di ujung lorong. Sebuah rumah yang terlihat seperti minimarket kecil yang menjual barang-barang kebutuhan sehari-hari. Hyunsu bisa bernapas lega karena pikiran buruknya tidak terjadi. Dia sempat ragu untuk mengikuti langkah Jeyoon dan berpikir Jeyoon adalah anggota penipu atau geng yang suka merampok dan membawa korbannya ke tempat yang sepi. “Ayo masuk,” ajak Jeyoon. Satu hal yang Hyunsu lihat dari Jeyoon adalah lelaki ini cukup humble, mungkin karena itu dia terlihat akrab dengan banyak orang di sini. Dia tak segan menyapa orang-orang yang berada di sini. “Kenapa kau masih berdiri di situ? Ayo cepat masuk!” Jeyoon geregetan, Hyunsu terlalu banyak melamun dan tidak sadar bahwa dirinya masih bergeming di tempat yang sama. Jeyoon menarik tangan Hyunsu dan membuat anak itu tertarik ke dalam rumah. Berbeda dengan penampilan luarnya, di dalam rumah ini terdapat berbagai macam makanan ringan atau bir, snack dan banyak lainnya. Rumah ini seperti toko kelontong yang terletak di dalam gang kumuh. “Pak Kim aku datang!” Jeyoon melambaikan tangannya tanpa ragu, lelaki itu masuk ke dalam rumah dan berjalan layaknya rumah ini adalah miliknya sendiri. Seorang pria paruh baya yang tengah sibuk menata barang menoleh ke arah Jeyoon, penampilannya cukup ramah, lelaki itu mengenakan kemeja berwarna cokelat tua dan kacamata yang bertengger di atas hidungnya. “Jeyoon-ah, kau kemana saja? Syukurlah kau datang, aku sedang banyak pesanan sekarang, bisakah kau membantuku hari ini?” Lelaki yang dipanggil Pak Kim itu menyambut Jeyoon dengan hangat. Jeyoon menyambut uluran tangan Pak Kim. “Maafkan aku karena lama tak berkunjung, apa kau baik-baik saja, Pak Kim?” Jeyoon mengabaikan pertanyaan Pak Kim dan menanyakan kabarnya terlebih dahulu. Sementara Hyunsu yang berada di belakangnya hanya bisa diam karena tidak tahu apa yang harus dia bicarakan. Ctak! Pak Kim menjitak kepala Hyunsu seolah dia menjitak anaknya sendiri, “Kau ini benar-benar ya,” tukas Pak Kim dengan nada kesal bercampur gemas. “Aku tidak bisa membantumu kali ini, Pak Kim. Tapi kau tenang saja, aku membawa seseorang yang bisa bekerja denganmu,” kata Jeyoon. Jeyoon berjalan ke arah Hyunsu dan merangkul bahunya seolah mereka teman yang sudah kenal lama. Iris mata Hyunsu melebar. Hyunsu sangat tidak suka kontak fisik, jadi dia kaget waktu Jeyoon melakukan itu padanya, meskipun hanya sentuhan bahu. “Dia Hyunsu, temanku. Hyunsu anak yang baik, rajin dan pastinya akan bekerja dengan baik denganmu. Kau harus memperlakukannya dengan baik, karena sulit sekali mendapat pekerja yang cekatan seperti dia, dan juga tolong gaji dia dengan uang yang lebih. Hyunsu perlu membantu neneknya mengumpulkan uang,” tukas Jeyoon. Mata Hyunsu melotot, perasaan sejak tadi dia tidak mengatakan apa-apa dan Jeyoon mengarang dengan mengatakan Hyunsu butuh uang untuk membantu neneknya. “Annyeong hasimnika,” Hyunsu membungkuk dan memberi salam dengan sopan. Anak itu menegakkan badannya, “Namaku Hyunsu, saat ini aku sedang membutuhkan pekerjaan. Aku masih belajar di SMA, apa bapak punya pekerjaan untukku, aku mau bekerja apa saja asal pekerjaan yang baik,” ujar Hyunsu dengan perasaan takut setengah mati. Hyunsu menunduk tak berani menatap Pak Kim. Hingga beberapa detik Pak Kim diam, “Kenapa kau masih ada di situ, cepat kemasi ini, Hyunsu,” kata Pak Kim. Hyunsu melongo, dia tidak tahu apa yang dimaksud oleh lelaki itu sampai Jeyoon berbisik padanya, “Kau diterima bodoh, cepat kerja,” tukas Jeyoon sambil tersenyum.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN