Gosip Tentang Austin

1041 Kata
Sebelum berangkat ke Kanada Daejung selalu membayangkan bahwa kehidupannya di sana akan menyenangkan, namun siapa yang sangka semua tidak seindah apa yang dia bayangkan. Dae Jung kesulitan menyesuaikan diri menggunakan bahasa inggris. Dia hanya belajar bahasa inggris dari kartun kesayangannya dan kini dia harus berhadapan dengan bahasa inggris setiap hari. Rasanya semuanya terasa tidak mudah bagi Dae Jung. Dae Jung menatap langit-langit, setiap malam menjadi waku baginya untuk merenung. Awalnya dia sempat berpikir kehidupan di sini akan mudah namun nyatanya tidak. Klek! Dae Jung menoleh kea rah pintu tanpa merasa kaget sedikitpun. Ini jam dua pagi dan Austin baru kembali ke asrama. Tak ada jam malam di asrama ini. Semua orang berhak keluar masuk dan tak ada yang protes. Semua orang sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Bau alkohol menyeruak ke dalam kamar, refleks Dae Jung menutup hidungnya. Dia menatap Austin dengan tatapan kesal. “Apa kau minum?” Tanya Dae Jung dengan rasa kesal yang dia tahan, Dia tidak mau mencari gara-gara dengan Austin. Menurut rumor yang beredar Austin sangat jago bela diri. Belum lagi katanya keluarganya sangat berpengaruh di sekolah ini. Austin tidak pernah bersikap ramah kepada siapapun. Dia tidak suka basa-basi dan lebih suka bicara langsung pada intinya. Austin meletakkan tasnya ke meja. Wajahnya terlihat lelah. Dae Jung berusaha menahan diri untuk tidak bertanya namun ini bukan sekali dua kali Austin pulang larut dengan bau alkohol seperti ini. Austin menatap Dae Jung dengan tatapan dingin seolah dia tak ingin menanggapi ucapannya. “Bukan urusanmu,” ucap Austin dengan tatapan tidak suka. JIka orang lain akan menundukkan pandangannya dan tidak bertanya lebih lanjut namun berbeda dengan Dae Jung. Anak itu justru menatap balik Austin dengan tatapan menantang. “Kau bau alkohol,”celetuk Dae Jung. Austin melepas jaket kulit hitamnya dan meletakkannya di kursi. “Sudah kubilang ini bukan urusanmu,” Austin melemparkan tatapan yang mengintimidasi pada Dae Jung lagi. “Aku tidak peduli kau mau mabuk atau minum sekalipun tapi jangan kembali ke sini jika kau bau alkohol. Kau tidak sadar baunya sangat tidak enak,” Dae Jung mengajukan komplain. Austin menatap Dae Jung dengan tak acuh. Lelaki itu malah merebahkan dirinya dengan cuek ke kasur tanpa membersihkan diri terlebih dahulu. “Kau dengar aku tidak sih?” Dengus Dae Jung. Tentu saja Dae Jung mendengarnya. Namun lelaki itu tidak mau menanggapi ucapan Dae Jung. “Aku tidak punya kewajiban untuk menanggapi ucapanmu bukan?” Ujar Austin dengan sarkastik. Dae Jung menarik napas dalam-dalam dia tak bisa diperlakukan seperti ini. Selama ini dia sudah menahannya tapi Austin sungguh keterlaluan. “jangan cari gara-gara denganku, aku sedang malas ribut denganmu, “ Austin menutup matanya dan mengabaikan segala keluhan Dae Jung. Sekali lagi Dae Jung memendam kekesalannya. Rasanya dia ingin pulang ke Korea sekarang juga. *** “Kau tahu, semalam Austin ke bar dan menghabiskan waktu dengan para wanita. Aku juga dengar dia menjadi simpanan tante-tante sekarang,” tukas John dengan pandangan waspada. Anak itu merendahkan suaranya. Pagi-pagi dia sudah bergosip saja. Dae Jung menyantap makanannya dalam diam, lelaki itu tampak menunduk dan tidak ingin menanggapi apa-apa. Dia tidak ingin membicarakan tentang Austin. Anak itu masih kesal pada teman sekamarnya yang tidak tahu sopan santun. Baron menatap John dengan tatapn penuh tanya, “Really? Jadi gosip itu benarkah? Aku dengar semalam Austin pulang ke asrama dengan sedikit sempoyongan. Apa itu benar Dae Jung?” tanya Baron pada Dae Jung. Dae Jung yang berusaha diam dan tidak menanggapi masalah ini justru diseret untuk ikut menanggapi, padahal dia dari tadi diam saja karena tidak mau mereka bertanya tentang pendapat Dae Jung. “Aku tidak tahu, aku sudah tidur semalan. Jadi aku tidak tahu kapan Austin kembali ke asrama,” bohong Dae Jung. Dae Jung tak ingin menilai orang begitu saja. Karena belum tentu penilaiannya terhadap seseorang meleset. Menghakimi seseornag tanpa mengetahui yang sebenarnya itu tidak baik, jadi Dae Jung tidak ingin melakukannya. “Apa kau baik-baik saja tinggal sekamar dengan Austin?” tanya John penasaran. Selama tidak ada yang mau sekamar dengan Austin. Para murid yang pernah tinggal sekamar dengan Austin pasti berakhir dengan memilih kelua rasrama, bahkan Levin keluar dari asrama gara-gara Austin memukuli dirinya. Asutin itu semena-mena, pemabuk, dingin dan benar-benar buruk di mata para murid. Sekalipun banyak bertingkah namun tak ada yang berani mengusiknya, tentu saja karena kelaurganya berpengaruh di sini. “Kau lihat sendiri kan aku baik-baik saja,” tukas Dae Jung sambil menggigit Bacon di garpunya. Dae Jung tidak ingin ikut campur dalam masalah Austin. Dia ingin hidupnya tenang selama berada di Kanada. Dia tidak ingin membuat orang tuanya khawatir. Dae Jung tahu rasanya melihat mamanya menangis karena dirinya. Kanada seperti tempat hukuman baginya. Dia ingin menjauh karena tidak ingin melihat orang tuanya sedih lagi karena dirinya. “Kau harus berhati-hati Dae Jung. Austin sangat menyeramkan, kau belum tahu saja siapa sebenarnya dia,” tukas Baron. Dae Jung mengangkat bahunya cuek. Dia tidak tahu dan tidak ingin tahu apa tentang Austin. Dae Jung tidak ingin terlibat lebih jauh dengan lelaki itu. “Gawat!” teriak seseorang yang membuat cafeteria langsung heboh, “Austin sedang berantem dengan para preman di depan sekolah,” teriak Mirel yang membuat seisi kantin langsung bubar. Apalagi kalau bukan menuju ke tempat kejadian perkara. Ketika Austin berkelahi dengan seseorang di dekat kampur pasti orang-orang di sini akan langsung ke sana untuk menontonnya. Dae Jung masih tetap di posisinya, anak itu tak bergerak sedikit pun dan memakan makanannya dengan tenang. “Kau mau pasang berapa?” Tanya John dengan pandangan penuh bersemangat. Dae Jung tak tahu apa yang sedang mereka bicarakan. Baron menatap John dengan pandangan penuh semangat juga, “50 dollar,” tukas Baron. “Deal, let’s go.” Dae Jung tidak mengerti apa yang mereka bicarakan. Dia tidak mau terlbat pada kegiatan konyol mereka. Dae Jung sudah bersyukur ketika John dan Baron sudah beranjak dari hadapannya, namun Baron naik lagi dan menyeret Dae Jung dengan paksa, “Kenapa kau masih ada di sini. Ayo pergi. Aku tahu kau pasti akan menyukai ini.” Tukas Baron sambil tersenyum. Dae Jung menggeleng. “Kau pergi saja aku masih mau di sini,” tukas Dae Jung beralasan. Namun kedamaian Dae Jung benar-benar hancur ketika John ikut menarik tangannya ke area pertarungan. Semua orangsudah gila apa ya? Orang bertarung bukannya dipisahin tapi mereka malah menontonnya sambil bersorak.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN