Keluarga Baru di Canada

1033 Kata
Korea Selatan. 2011 Hampir dua tahun menjadi teman satu asrama tak ada yang berubah dari kehidupan Kang Dae Jung dan juga Austin mereka tidak terlalu dekat dan masih asing seperti biasanya. Di tahun ketiga para murid dibebaskan untuk tinggal di luar asrama. Mereka berhak mencari Host Family yang menerima para murid tinggal bersama mereka. Tentu saja para murid harus menggunakan uangnya sendiri untuk mengurus kebutuhan mereka Dae Jung sedang mengemasi barang-barangnya ketika Austin masuk ke dalam kamar. Lelaki itu langsung duduk di kursi dan sibuk dengan hapenya. Selama dua tahun hampir tak ada yang spesial dari pertemanan mereka. Austin setiap malam sibuk dengan pekerjaan yang entah apa itu. Namun meskipun sibuk nilai mata pelajarannya selalu baik dan juga selalu mendapat peringkat. Sebenarnya Dae Jung tidak masalah untuk tinggal di asrama seperti ini. Hanya saja Dae Jung tidak bisa merasakan bagaimana kehidupan lain di Kanada. Jam malam di asrama terbatas. Kecuali untuk Austin, maklum dia adalah puta pemilik sekolah ini jadi dia bisa berbuat semaunya tanpa ada yang menegurnya. Tapi beberapa kali Dae Jung sempat menegur Austin, namun tetap saja dia mengabaikan teguran Dae Jung seperti angin lalu. “Apa kau yakin Host Family-mu benar-benar baik?” Austin menatap Dae Jung dengan wajah datar. Setelah sekian lama terdiam Austin akhirnya membuka pembicaraan, namun sepertinya ini bukan mengawali pembicaraan melainkan mencari perkara dengan Dae Jung. “Kau pikir aku sebodoh itu apa?” jawab Dae Jung sarkastik. Anak itu memasukkan bajunya ke dalam koper dan sibuk meneliti barang yang akan dibawa. Dae Jung sudah membicarakan hal ini kepada orang tuanya dan mereka setuju dengan keputusan Dae Jung. Mencari Host Family tidaklah mudah. Tidak semua Host family akan bersikap baik kepada para murid. “Aku sudah mengeceknya dan mereka baik kok, mereka bahkan tidak menuntut hal aneh-aneh padaku,” Dae Jung tanpa sadar curhat kepada Austin. “Apa kau sedang perhatian padaku?” goda Dae Jung yang baru sadar sikap Austin sedikit aneh. Austin langsung melengos. Tidak ada kata perhatian maupun pertemanan dalam hidup Austin karena tidak ada yang tulus dalam pertemanannya selama ini. Jadi dia tidak ingin terjebak dengan kata teman lagi. “In your mind,” gumam Austin dengan nada tidak enak. Dae Jung tertawa. Rasanya menggoda Austin dan mendapati wajah juteknya adalah salah satu hal yang menyenangkan. “Apa kau akan tinggal di sini? Kau tidak ingin pulang ke rumah orang tuamu begitu?” Mendengar kata orang tua wajah Austin langsung berubah. Sudah sekian lama sejak dia tidak mendengar kata itu, rasanya dia lupa apa arti kata orang tua bagi dirinya. Terlebih setelah pertengkaran terakhir kali dan Austin memutuskan untuk keluar dari rumah. “Bukan urusanmu,” gumam Austin memilih untuk menghindar dari topi pembicaraan ini. Anak itu kembali mengambil jaketnya dan keluar. Dae Jung hanya bisa mengangkat bahu, sekalipun dia berusaha dekat dengan Austin anak itu tidak mau dekat dengannya. Jadi usahanya hanya sia-sia. Ilsung memang berbakat belajar piano. Bahkan Tae Joon mengakui bakat yang Ilsung miliki. Sudah dua tahun Ilsung belajar piano darinya. Awalnya Tae Joon merasa terpaksa mengajari Ilsung karena anak itu terus mendesaknya. Namun pada akhirnya Tae Joon mengajarinya karena menyukainya, lelaki itu bahkan menolak bayaran dari Ilsung. “Audisinya tanggal 16. Kau jangan lupa datang,” Tae Joon menyerahkan brosur pada Ilsung. Ilsung mengambil brosur dari tangannya dan mengamatinya. Ilsung terlihat mengerutkan keningnya. Sebuah brosur audisi piano. “Hyung, aku tidak yakin aku mampu melakukannya,” selain mempunyai sifat tidak bisa mengatakan tidak, salah satu kelemahan Ilsung lainnya adalah pesimis. Anak itu selalu pesimis sebelum mencoba. Tae Joon memukul pundak Ilsung dengan pelan. “Apa gunanya aku mengajarimu jika kau tidak mau berkompetisi.” Gerutu Tae Joon. Ilsung tersenyum seperti bunga matahari. Dia tersenyum tanpa merasa bersalah sedikit pun. “Jika kau tidak datang ke kompetisi ini aku akan berhenti menjadi guru pianomu,” ancam Tae Joon. “Jangan Hyung,” Ilsung menahan lengan Tae Joon padahal lelaki itu tidak berniat untuk ke mana-mana. Tae Joon menghujaninya dengan tatapan penuh tanya. Ilsung terkadang konyol seperti itu. Terkadang dia juga bersikap manis atau yang disebut juga Aegyo dan terus menempel pada Tae Joon. Mungkin karena selama ini Ilsung tidak memiliki kakak laki-laki, padahal dia ingin sekali punya kakak laki-laki. Jadi dia menganggap Tae Joon sebagai kakak laki-lakinya meskipun Tae Joon tidak menganggapnya begitu. “Makanya kau harus datang untuk kompetisi,” ancam Tae Joon. Ilsung tampak menunduk, “Maksa banget,” gumamnya dengan anda selirih mungkin namun sialnya Tae Joon bisa mendengarnya. “Kamu bilang apa, Ilsung?” Tae Joon melontarkan tatapan tajam ke Ilsung, namun Ilsung sudah terbiasa dengan sikap jutek Ilsung. “TIdak, aku tidak bilang apa-apa. Mungkin Hyung salah dengar kali,” kata Ilsung. Ilsung kembali mengamati brosur di tangannya. haruskah dia mencobanya?” “Kau baru pulang?” Hampir saja Ilsung jantungan karena Harin munciul tiba-tiba dari balik pintu. Gadis itu menyilangkan tangannya di depan d**a dan memasang tatapan menyelidik pada Ilsung. “Kau dari mana saja?”tanyanya dengan nada curiga. Harin dan Ilsung beda kampus jadi Harin tidak bisa mengawasi adiknya lagi. Ilsung mengambil jurusan musik sementara Harin mengambil jurusan administrasi. Orang tua Ilsung sebenarnya agak sedikit kaget karena Ilsung tiba-tiba saja memutuskan untuk memilih jurusan musik. Namun mereka tentu saja senang dengan keputusan Ilsung. Sejak dua tahun yang lalu, Ilsung merahasiakan bahwa dia kursus piano dengan Tae Joon. Jika Harin tahu masalah ini pasti Harin akan marah besar. Terlebih dia dan Tae Joon tampak bermusuhan, jadi Harin pasti akan marah besar karena Ilsung berteman dengan Tae Joon. Harin tidak tahu bahwa Tae Joon tidak seburuk dari yang dia kira. Semua gosip tentang Tae Joon itu hanya gosip semata. Selama les piano dengan Tae Joon , Ilsung selalu diperlakukan dengan baik meski dia dingin dan selalu memasang wajah menyebalkan. “Kenapa malah melamun? Kau belum menjawab pertanyaanku, Ilsung.” Lamunan Ilsung buyar, dia sampai lupa belum menjawab pertanyaan sang kakak,” Ah tadi aku membantu temanku untuk acara kampus. Apa kakak menungguku?” Ilsung langsung bergelayut manja di lengan Harin yang membuat gadis itu langsung menepis tangan Ilsung. “Aku tidak sedang menunggumu,” sanggah Harin. Ilsung kembali menggoda Harin dia kembali bergelayut di lengan Harin dengan manja. “Lepaskan Ilsung atau aku akan memukulmu,” ancam Harin yang membuat Ilsung terbahak.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN