Do Yun merasa perutnya sangat penuh. Dia menghabiskan empat potong Pizza. Nam Joon Woo senang Do Yun makan dengan lahap. Mereka masih duduk di tempat yang sama. “Do Yun, apa itu terasa sakit?” mendadak Nam Joon Woo menanyakan sebuah pertanyaan yang tidak Do Yun mengerti. Do Yun yang tengah menatap ke arah tiba-tiba terseret kembali ke alam nyata dia sempat lupa bahwa Nam Joon Woo masih ada di sana.
“Maksud Paman?” Tanya Do Yun dengan wajah polosnya. Sorot mata anak ini begitu teduh dan terluka. Joon woo bisa melihat anak ini mengalami trauma. Masih tergambar jelas diingatan Joon Woo saat Do Yun mengalami serangan panik saat itu. Do Yun hampir tidak bisa bernapas. Beruntung Joon Woo dan Aeyong ada di sana saat itu.
“Aku tahu kau tidak baik-baik saja, mungkin secara fisik kau baik-baik saja, tapi aku bisa melihat kau masih belum bisa melepaskan bayang-bayang kekerasan Il Jung. Apa kau mau datang ke Psikolog bersamaku?’ Tanya Joon woo.
Meski Joon Woo bekerja di restoran dan Baek Jung tidak menggajinya, Joon Woo masih punya penghasilan tambahan dari menjual koran setiap pagi. Lelaki itu menabung sedikit demi sedikit dan merahasiakannya dari Baek Jung. Joon woo menunggu jawaban Do Yun. Namun anak itu menggeleng. Datang ke psikolog mungkin pilihan yang baik namun Do Yun tak punya biaya untuk membayar psikolog.
“Aku yang akan membayar biayanya Do Yun. Aku tahu kau tidak baik-baik saja,” tukas Joon Woo. Do Yun menarik napasnya. Bagi Do Yun dia baik-baik saja meski terkadang bayangan menyakitkan itu memang selalu menghantuinya, namun Do Yun masih bsia bertahan.
“Aku baik-baik saja, Paman,” lagi-lagi Do Yun menyangkal, “aku tidak ingin merepotkan, Paman. Aku sudah cukup bersyukur paman dan bibi mengizinkanku tinggal di sini, jadi aku tidak mau merepotkan Paman lagi,” tambah Do Yun.
Joon Woo tidak bisa berbuat apa-apa. Dia tidak sakit hati Do Yun menolaknya. Tapi rasa khawatir itu masih menyelimutinya. “Apa kau sangat menyukai drum, Do Yun?” Joon Woo mencoba mengalihkan pembicaraan. Meski sudah tinggl bersama dalam waktu yang cukup lama tapi Joon Woo seperti masih belum mengenal Do Yun karena anak ini sangat tertutup. Dia bahkan tidak menceritakan banyak hal pada Aeyong yang seumuran dengannya. Do Yun hanya mengangguk. “Kenapa kau tidak mencoba memainkannya lagi? Jangan pikirkan masa lalu Do Yun. Stik drum tidak akan melukaimu. Drum adalah hal yang kamu suka, maka pikirkan saja bahwa kau menyukai drum dan hanya ingin memainkannya,” Joon Woo memberi saran. Sebagai mantan anggota band, Joon Woo bisa merasakan betapa sulitnya belajar drum, Joon Woo yakin Do Yun adalah seorang drummer yang hebat.
“Mungkin aku masih butuh waktu, Paman,” tukas Do Yun. Joon woo menepuk pundak Do Yun,” Tidak apa-apa, kau masih punya banyak waktu, jangan takut untuk mencoba. Suatu hari nanti paman yakin bahwa kau bisa bermain drum di sebuah panggung besar,” dukung Joon Woo. Dowoon tak mampu menjawab iya atau tidak, karena dia masih harus berjuang untuk sembuh dari trauma panjangnya.
***
“Kau gila atau apa? Kenapa kaumembongkar rahasiamu sendiri di sekolah?” tanya Harin sambil bersedekap. Harin tidak paham cara berpikir Kim Ilsung hari ini. Ilsung mendadak saja mengumumkan bahwa dia dan Harin adalah saudara. Tentu saja Harin kaget dan tak percaya. Jadi begitu sampai rumah Harin langsung menginterogasi sang adik yang tengah menikmati setoples gummy bear di hadapannya.
“Karena aku ingin, hehe,” Jawab Ilsung yang membuat Harin ingin sekali menjitak kepalanya namun gadis itu menahannya.
“Kau ada urusan apa dengan Tae Joon?” Tanya Harin. Biasanya Harin tidak suka ikut campur urusan Ilsung namun tidak kali ini. Harin tahu Tae Joon sangat membencinya. Entah kenapa sejak masuk ke sekolah Tae Joon selalu melontarkan tatapan tidak enak pada Harin.Padahal seingat Harin dirinya tidak pernah berbuat salah atau berurusan dengan Tae Joon.
“Bukan apa-apa Kak. Bagaimana kakak bisa kenal dengan Tae Joon Hyung?”
“Hyung?” Mata harin melebar tanda tak suka. Hyung adalah sebutan untuk laki-laki, semacam mas jika di Indonesia, tapi hanya berlaku bagi mereka yang sudah dekat biasanya.
“Memangnya aku tidak boleh memanggilnya dengan Hyung?” Tanya Ilsung dengan tatapan polos.
“Aku juga baru mengenalnya, tapi dia keren sekali Kak, apa kakak tahu Tae Joon Hyung sangat pandai bermain piano?”
Harin mengerutkan keningnya. Meski satu kelas dengannya Harin tidak dekat dnegan Tae Joon. Tae Joon sangat pendiam dan menarik diri dari pergaulan. Dia lebih banyak tidur di kelas daripada belajar. Terkenal sangat dingin dan tidak punya teman. Dia juga tidak ikut satu ektrakurikuler pun yang ada di sekolah. “Bagaimana kau tahu kalau Tae Joon pandai main piano?” selidik Harin.
Wajah Ilsung terlihat sangat berbinar-binar. Ini pertama kalinya Ilsung mengagumi seseorang. Sejak pulang dari festival sebulan yang lalu penampilan Tae Joon masih tergambar jelas di kepala Ilsung sepertinya Ilsung sudah menjadi penggemar Tae Joon sekarang.
“Kakak ingat kan akupernah datang ke festival bersama Appa. Di saat itulah aku pertama kali melihat Tae Joon Hyung. dia sngat keren berada di atas panggung. Pokoknya keren banget, Kak.” Puji Ilsung. Dia memuji Tae Joon berkali-kali dalam ceritanya selanjutnya hingga membuat perut Harin terasa mual. Dia tidak percaya omongan Ilsung. Mana mungkin siswa yang seperti tidak tertarik untuk hidup itu punya bakat yang luar biasa.
“Lalu kenapa kau mengejarnya hari ini?” Harin mulai tertarik dengan cerita Ilsung.Bukan karena sang adik bercerita dengan nada menggebu-gebu tapi karena Harin ingin tahu sisi lain tentang Tae Joon. Jangan kau pikir Harin menyukai Tae Joon. TIdak akan pernah dalam kamus hidup Harin. Dia hanya ingin mengetahui kemampuan musuhnya tersebut.
“Tentu saja ingin memintanya mengajariku piano,” sahut Ilsung dengan antusias.
“Apa!” Pekik Harin. Harin mungkin tidak masalah jika Ilsung hanya sekadar menggemari Tae Joon tapi dia barusan mengatakan bahwa ingin Tae Joon menjadi guru pianonya. “Tidak! Aku tidak akan membiarkan dia jadi guru pianomu,” larang Harin. Ilsung mengerjapkan matanya polos, “Memangnya kenapa, Kak?” Ilsung mengerjapkan matanya sambil menunggu jawaban Harin.Harin gelagapan, dia tidak punya alasan yang kuat untuk melarang Ilsung.
“Pokoknya aku tidak suka kau berurusan dengan Tae Joon mending kau cari guru les lain saja. Jangan Tae Joon.Yang lain bisa kan?” jawab Harin dengan belepotan.
Mata Ilsung menyipit curiga, “Jangan-jangan kakak melarangku karena kakak—“
Ctak!
Belum sempat Ilsung melanjutkan ucapannya Harin menjitak kepalanya dan membuat Ilsung mengaduh kesakitan, “Aduh, Kak sakit tahu!” Protes Ilsung. “Hentikan omong kosongmu awas saja kalau kau masih berurusan dengan Tae Joon.” Ancam Harin lalu meninggalkan Ilsung.