It's not Bad

1053 Kata
Kini satu sekolah tahu kalau Ilsung adalah adik seorang Kim Harin. Siapa yang tidak kenal Kim Harin di sekolah ini, Harin cukup terkenal di sini, dia merupakan salah satu atlet andalan di sekolah yang juga terkenal dingin dan terkenal tak enggan dengan siapapun. Harin tak bisa menyembunyikan keterkejutannya ketika Ilsung mengakui dirinya sebagai kakak di hadapan semua orang. Cengkeraman Tae Joon di kerah Ilsung langsung mengendur, “Dia tidak bermaksud menyakitiku, Nuna,  kau salah paham,” tegas Ilsung. Harin melotot ke arah Ilsung dan dengan suara rendah dia berbicara pada sang adik, “Apa kau gila?” tukasnya dengan wajah terkejut. Alis Ilsung saling bertaut tanda tak mengerti apa yang Harin ucapkan. Harin mendekati sang adik dan berbisik di telinganya, “Kau bilang kita harus pura-pura tak kenal di sekolah lalu apa yang kau lakukan?” tukas Harin gemas. Ilsung tak menjawab pertanyaan Harin sekarang lelaki itu malah tersenyum sambil menunjukkan giginya ke arah sang kakak. “Jadi dia adikmu?” Kini giliran Tae Joon yang memastikan. Harin seperti terjebak untuk menjawab iya atau tidak, tapi nasi sudah menjadi bubur, maka tidak ada gunanya berbohong di hadapan Tae Joon. Harin merangkul pundak Ilsung dan menjauhkan sang adik dari Tae Joon yang menyebalkan, “Iya dia adikku, kau mau apa? Berani-beraninya kau menyakiti adikku apa kau mau berkelahi denganku, hah?” teriak Harin emosi. Ilsung mendadak malu karena tingkah Harin yang sedikit berlebihan. Dia menyenggol bahu sang kakak dan membuatnya menoleh, “Jangan bikin malu ih Kak, udah ayo kita pergi saja.” Sebagai pecinta kedamaian, Ilsung tentu saja tidak ingin membuat keributan di sekolah. Ilsung berhati lembut dia tidak suka melihat orang ribut atau berkelahi. Berbeda dengan sosok Harin yang agak temperamental, Ilsung seperti matahari pagi yang hangat. “Urus adikmu, jangan ganggu aku. Adikmu memang menyebalkan, sama seperti kakaknya,” ucap Tae Joon yang langsung membuat sakit hati. Harin hampir beranjak dari tempatnya berdiri dan bersiap memberi Tae Joon bogem mentah, namun lengan Harin dicekal oleh Ilsung. “Apaan sih, Ilsung. Lepasin gak,” kata Harin dengan wajah kesal sambil mencoba menyingkirkan tangan Ilsung dari lengannya. Tapi anak itu justru menempel erat pada Harin. “Nuna  jangan bikin masalah ih,” mohon Ilsung dengan  tatapan memelas. Ilsung tidak ingin sang kakak berkelahi dengan Tae Joon. “Lepasin gak, kau tidak lihat bagaimana dia menghinamu, mana mungkin aku bisa terima begitu saja,” tukas Harin sambil terus mencoba menyingkirkan tangan Ilsung dari lengannya. Tae Joon menatap Harin dan sang adik dengan jengah, “Benar-benar menggelikan,” tukas Tae Joon sambil berlalu. “Apa kau bilang!”  Setelah menghina Harin dan Ilsung, Tae Joon pergi dengan wajah tanpa dosa. “Ilsung Lepasin! Biar kukasi pelajaran anak b******k itu. Cepat lepaskan!” Emosi Harin sudah berada di ubun-ubun. Rasanya dia ingin sekali meledak. Namun hingga detik akhir Ilsung memegangi lengannya dengan erat bahkan bergelayut di sana.  *** Do Yun menatap drum di depannya dengan bimbang. Restoran Baek Jung sudah tutup. Seperti biasanya Dowoon membersihkan restoran sambil mendengarkan musik lalu dia akan menghabiskan waktu memandangi drum yang berada di sudut ruangan selama tiga puluh menit. Do Yun rindu memegang stik drum lagi, bermain drum dan merasakan jantungnya berdebar saat duduk di balik drum dan menggumamkan lagu favoritnya. Sudah lebih dari tiga bulan Do Yun memandang drum itu dan mengaguminya. Setiap kali dia ingin melangkah dan duduk di kursi itu. Perasaan takut dan gemetar kembali menghantuinya. Do Yun bahkan tidak punya keberanian untuk menemui Yerin dan ayahnya Yoon Il Jung. Dowoon bisa bernapas sedikit lega karena Il Jung baik-baik saja, dia sempat mendengar obrolan Baek Jung dan Joon Woo beberapa waktu yang lalu. Il Jung masih bisa selamat, entah bagaimana ceritanya lelaki itu tidak menyebut nama Do Yun di pengadilan sehingga Yerin yang mendekam di penjara sampai sekarang. Il Jung adalah sosok ayah yang baik sebelum dia menjadi sosok pecandu alkohol dan judi. Hidup mereka sangat damai saat itu. Do Yun sering menghabiskan momen bersama sang ayah untuk berlatih drum. Namun semua kedamaian itu lenyap ketika band Il Jung gagal dalam kompetisi band, Il Jung menjadi depresi dan lari ke minum-minuman keras. Setiap hari dia mabuk hingga akhirnya lelaki itu sering memukuli Do Yun dengan stik drum. Kini setiap kali memegang stik drum, tangan Do Yun gemetar. Lalu rasa sesak akan menyelimuti dadanya. “Kenapa kau tidak mencoba memainkannya, Do Yun?” Jantung Do Yun hampir copot kita mendengar suara seseorang menegurnya, namun Do yun bisa bernapas lega saat wajah Nam Joon Woo terlihat memasuki restoran. “Paman? Kenapa paman ke sini?” Tanya Do Yun yang sedikit gelagapan. Nam Joon Woo meletakkan sekotak pizza ke hadapan Do Yun lalu lelaki paruh baya itu menyunggingkan senyumnya, “Kau suka pizza kan?’ Tanya Joon Woo. Do Yun mengangguk untuk sejenak dia lupa bahwa pertanyaannya belum dijawab. “Tentu saja, Paman,” jawan Do yun dengan nada malu malu. Joon woo membuka sekotak pizza yang dibawanya. Wangi aroma daging dan juga sosis serta keju mozzarella tercium dan membuat Do Yun langsung tergiur dengan Pizza di dalam kotak. “Makanlah,” tukas Joon Woo. Dowoon tak lantas mengambil Pizza dan melahapnya ada satu tradisi di Korea bahwa biasanya orang tua makan terlebih dahulu baru yang lebih muda makan setelahnya. Joon Woo seperti tersadar bahwa dia yang harus lebih dulu makan, “Ah, harusnya aku yang makan duluan ya,” tukas Joon Woo lalu mengambil sepotong Pizza dan memasukkannya ke dalam mulutnya. “Terima kasih makanannya, Paman,” kini giliran Do Yun yang mengambil sepotong pizza di tangannya. Dalam satu gigitan Pizza Do Yun bisa merasakan roti yang empuk, daging panggang yang lezat dan juga keju mozarela yang lumer di mulut. “Enak ga?” Tanya Nam Joon Woo. Do Yun mengangguk sambil mengunyah pizzanya dengan tenang, “Makan yang banyak, Do Yun,” tukas Joon Woo. Do Yun menyunggingkan senyum polosnya. Joon Woo tidak habis pikir Do Yun adalah sosok anak yang sabar dan telaten di saat anak lain bisa menikmati waktunya untuk belajar atau sekadar main ke warnet bersama teman-temannya, Do Yun berkerja sangat keras di restoran ini. Terkadang Joon Woo merasa sangat bersalah. Terlebih Baek Jung memintanya untuk tidur di restoran. Joon Woo sempat marah pada Baek Jung tapi pada akhirnya dia tidak bisa berbuat apa-apa. Meski jarang mengeluh namun Joon Woo bisa meliha sorot mata yang terluka dari anak ini. Sebuah trauma dan rasa sakit yang dipendamnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN