Hyunsu sudah berjanji untuk menghindari Hyunjin maka dia tidak begitu terkejut ketika Hyunjin benar-benar datang ke Seoul untuk menemuinya. “Kita bicara di luar,” tukas Hyunsu mengajaknya untuk bicara di luar. Dia tidak ingin menimbulkan keributan di sini. Hyunjin mengangguk. Dia begitu senang melihat sang adik setelah sekian lama. Dulu Hyunjin dan Hyunsu sangat akrab meski mereka bukan saudara kandung. Hyunjin adalah anak dari pernikahan Park Bora yang sebelumnya.
Ibu kandung Hyunsu meninggal saat melahirkan Hyunsu, meskipun begitu sang ayah membesarkan Hyunsu dengan baik. Hyunsu tidak pernah kekurangan kasih sayang dan dia sangat menyayangi sang ayah. Sampai suatu hari ayahnya pikir bahwa Hyunsu membutuhkan sosok ibu. Di saat usianya sepuluh tahun Ayah Hyunsu menikah dengan Park Bora.
Hyunsu tidak menentang pernikahan tersebut karena Hyunsu pikir ayahnya pasti butuh sosok pendamping dan dia pikir memiliki sosok ibu dalam kehidupannya akan sangat menyenangkan. Namun semua itu salah. Karena sejak hari itu Hyunsu terjebak dalam hari-hari yang selalu dibandingkan dengan seorang Hyunjin.
Mereka berdua duduk di depan minimarket dan saling diam. Terlalu canggung untuk memulai pembicaraan. Padahal sebelum ke sini Hyunjin sangat antusias dan berpikir akan membicarakan banyak hal dengan Hyunsu.
“Ada perlu apa?” Hyunsu bertanya dengan nada dingin. Meski Hyunjin lebih tua satu tahun darinya namun Hyunsu tidak pernah memanggilnya Hyung.
“Eomma merindukanmu,Hyunsu,” ujar Hyunjin asal menjawab karena tidak tahu apa yang harus dia katakan. Hyunsu menatap Hyunjin lekat lalu mengalihkan pandangannya. “Tidak usah bohong padaku, aku tahu eomma tidak pernah memedulikanku,” kata Hyunsu dengan dingin. “Jika dia benar-benar merindukanku bukankah sudah seharusnya dia mencariku sejak lama,” kata Hyunsu sarkastik.
Hyunsu tidak ingin berbicara omong kosong. Dia tahu Hyunjin kemari pasti tanpa sepengetahuan ibunya. Tidak mungkin Park Bora akan mengizinkan Hyunjin untuk menemuinya. Hyunjin menggaruk tengkuknya yang tidak gatal lalu menyunggingkan senyumnya pada sang adik.
“Kamu apa kabar, Hyunsu?”
Hyunjin ingin mengatakan bahwa dia sangat merindukan Hyunsu namun kalimat yang terucap dari bibirnya justru bertanya bagaimana kabar sang adik.
“Kau bisa melihat sendiri aku baik-baik saja kan? Kau sudah melihatku, sekarang kau bisa pergi,” ujar Hyunsu mengusir Hyunjin secara halus. Hyunjin tidak mau beranjak dari kursinya. Dia menempuh berjam-jam perjalanan ke Seoul rasanya tidak ada gunanya jika dia hanya bertemu dengan Hyunsu sebentar saja.
“Jangan bersikap dingin seperti itu, Hyunsu. Aku kesini bukan untuk mengganggumu, aku akan pergi setelah kita selesai berbincang. Apa kau makan dengan baik?”
Hyunjin mencoba menahan dirinya untuk menanyakan seribu pertanyaan yang ada di otaknya. Dia benar-benar khawatir dengan keadaan Hyunsu. Dia ingin segera mencarinya begitu Hyunsu pergi dari rumah namun tidak semudah itu. Hyunjin harus menabung untuk datang ke Seoul karena biaya untuk ke sini tidaklah murah.
“Aku serius soal Eomma meski dia kadang bersikap dingin padamu namun kau tahu kan semua itu karena keadaan dan tidak mudah baginya untuk membesarkan kita berdua sejak ayah meninggal, mungkin memang dia terlihat dingin padamu namun sebenarnya Eomma sangat menyayangimu.”
Beberapa hari setelah Hyunsu pergi dari rumahnya Park Bora terlihat murung. Tak ada omelan Park Bora yang setiap hari ditujukan pada Hyunsu. Harusnya dia merasa senang karena sumber kekesalannya sudah pergi namun entah kenapa dia justru merasa hampa.
“Aku tidak ingin membahas ini, jika kau terus membahas ini sebaiknya kau pergi saja,”ujar Hyunsu jengah dengan pembicaraan ini. Dia masih tidak percaya jika Bora peduli padanya, rasanya terlalu mustahil jika dia merindukannya.
Hyunjin mengeluarkan sesuatu dari kantongnya, sebuah amplop yang berisi uang yang dia kumpulkan, sebagai seorang kakak dia merasa bertanggung jawab akan Hyunsu. Hyunjin merasa bersalah karena Hyunsu keluar rumah karena dirinya.
“Tolong terima ini Hyunsu,” Hyunjin menggeser amplop miliknya ke arah Hyunsu, Anak itu tampak tegang. Dia tahu Hyunsu tidak akan mudah menerima uang pemberian darinya, “Aku mengumpulkan uang ini sendiri jadi kau tidak perlu khawatir. Ini bukan uang dari eomma,” jelas Hyunjin sebelum Hyunsu salah paham.
Seperti dugaan Hyunjin, Hyunsu tidak mungkin akan semudah itu menerima pemberian darinya. Anak itu kembali menggeser amplop pemberian Hyunsu. “Lebih baik kau gunakan untuk yang lain, aku di sini baik-baik saja,” ungkap Hyunsu. Hyunjin menarik napasnya. Dia tidak mau berdebat dengan Hyunsu setidaknya dia sudah menunjukkan niat baiknya pada Hyunsu.
Keduanya saling diam. Hyunsu mengambil ponsel miliknya dan memilih untuk mencari berita di naver. Masih ada waktu lima belas menit sebelum waktu kerja paruh waktunya. Hyunsu memilih untuk berselancar di dunia maya dari pada berbincang dengan Hyunjin.
Deg!
Jantung Hyunsu seakan berhenti ketika membaca salah satu headline di surat kabar online pagi ini. Rasa panik langsung melanda dirinya. Dengan cepat dia memencet nomor Liow di ponselnya.
“Ada apa Hyunsu? Kenapa kau terlihat panik?” Tanya Hyunjin memperhatikan Hyunsu. Hyunsu tidak menjawab. Dia tidak ingin mengatakan apa yang terjadi. Hyunsu menanti Liow mengangkat telepon dengan tegang.
“Aku harus pergi,” gumam Hyunsu berdiri dari tempat duduknya. Hyunjin sebenarnya ingin menahan Hyunsu namun dia merasa tidak berhak melarang dirinya pergi.
“Oh ya, pergilah. Terima kasih sudah berbincang denganku, Hyunsu. Jika terjadi apa-apa jangan sungkan menghubungiku,” tukas Hyunjin. Hyunsu mengangguk dan segera berlari menuju ke halte.
Tempat yang akan dia tuju adalah kantor polisi. Hyunsu masih mencoba menghubungi Liow namun belum diangkat.
“Hyung, kau di mana?”
Setelah tiga kali mencoba menghubungi Liow akhirnya telepon diangkat. Hyunsu lngsung mencecarnya dengan berbagai pertanyaan. Suara di seberang sana tampak tenang dan tak terjadi apa-apa, sementara Hyunsu merasa sangat bersalah pada Liow.
“Aku baik-baik saja Hyunsu, kau tidak perlu khawatir,” ujar Liow menenangkan Hyunsu. Bagaimana Hyunsu bisa tenang jika Liow terlibat masalah karena dirinya? Mereka tidak tahu jika saat menolong Jeyoon seseorang membuntuti Liow.
Layaknya seorang artis besar selalu ada sasaeng dan media yang membuntuti mereka, begitu juga dengan Liow, seseornag memotret Liow tengah membuang n*****a yang sempat Hyunsu pegang. Hal ini yang membuat Liow tertimpa berita buruk dan skandal. Orang-orang menghujatnya di sosial media tanpa tahu apa yang terjadi.
“Kau di mana, Hyung! Cepat kasih tahu aku,” tukas Hyunsu dengan nada memohon. Liow tampak menghela napas di ujung sana. Berapa kali pun Hyunsu bertanya dia tidak akan melibatkan Hyunsu dalam masalah ini.
“Aku bisa mengatasinya. Tolong jaga ayahku, beberapa hari aku akan menghilang namun jika keadaan sudah reda aku akan datang padamu dan menceritakan semuanya, jaga diri baik-baik, Hyunsu,” ujar Liow menutup percakapan meraka. Hyunsu tidak dapat berbuat-apa apa. Anak itu tidak dapat berhenti menyalahkan dirinya.