Hingga Ara turun ke bawah Hajoon masih saja terdiam di depan komputer. Hati kecilnya bergejolak. Keinginan untuk membaca komentar yang ditinggalkan netijen begitu besar namun Hajoon tidak punya keberanian sebanyak itu untuk membacanya.
“Apa aku harus membacanya?” gumam Hajoon dengan perasaan ragu. Sebagian hati kecilnya menjerit dan menjawab iya namun hatinya yang lain merasa takut jika sesuatu yang buruk tertulis di sana.
Sudah tiga puluh menit berlalu Hajoon masih di tempat yang sama. Tangannya sudah berada di atas mouse dan bersiap untuk menggulir halaman twitter di hadapannya, namun keberaniannya benar-benar minim.
Hajoon sudah berusaha untuk mengirim direct message kepada akun yang mengupload video dirinya dan memintanya untuk menghapus video tersebut. Namun rasanya percuma saja karena sudah banyak akun twitter lainnya yang turut mengupload video Hajoon.
“Ah Meolla,´” gumam Hajoon tidak peduli lagi. Pada akhirnya rasa penasarannya yang menang, lelaki itu akhirnya merapatkan jarinya di keyboard dan menggulir halaman twitter di komputernya. Hajoon akhirnya benar-benar membaca komentar tentang dirinya di internet. Lelaki itu tampak serius namun kadang tertawa karena komentar.
Heol dia keren sekali kemana saja dirinya apa dia sembunyi karena kekerenannya takut diketahui dunia.
Benar-benar visualnya sangat tampan, suaranya bagus, mamaku pasti akan senang sekali jika aku punya pacar seperti dirinya.
Sepertinya aku kecanduan. Tapi bukan kecanduan obat terlarang. Lagu ini benar-benar candu. Aku mungkin sudah memutar lagi ini seratus kali hanya untuk hari ini saja.
Hajoon apa kau tidak mau menjadi penyanyi atau idol? Jika kau mau aku akan membeli seluruh albummu.
Jika aku pemilik agensi MX Entertainment aku pasti akan merekrutnya dan membuatnya debut.
Apaan nih lagu kayak gini aja viral.
Teman-teman ayo laporkan komentar di atas. Seenaknya saja dia berkata kasar kepada Hajoonku.
Ada ribuan komentar yang ada di sana dan Hajoon hampir membaca setengahnya. Entah kenapa ada perasaan aneh yang menyusup ke perasaannya. Dia benar-benar senang membaca banyak yang menyukai suaranya. Bahkan ada komentar yang mengatakan bahwa suara Hajoon membantunya dalam belajar dan membuatnya mendapat nilai bagus. Hajoon tidak menyangka bahwa komentar yang ada di internet tidak seburuk yang dia bayangkan. Ara benar bahwa tidak semua orang akan menyukainya tapi di balik itu akan ada orang yang menyukai musik dan dirinya.
“Jadi gimana?”
Ara muncul dari belakang Hajoon dan mengagetkan dirinya yang sedang sibuk membaca komentar. Ara tertawa karena Hajoon hampir saja terjengkang karena ulahnya. Bukannya merasa bersalah perempuan itu malah tertawa tanpa dosa. Dia malah sibuk mengunyah pie yang ada di tangannya.
“Kau ini mengagetkanku saja, Kak,” tukas Hajoon. Tanpa sadarnya tangannya masih berada di depan d**a seperti memegang jantungnya agar tidak loncat dari tempatnya.
“Tidak seburuk itu kan?” Kata Ara. Hajoon hanya bisa mengangkat bahu. “Apa kau tidak ada niatan mengupload videomu yang ada di folder itu. Ara tahu setiap seminggu sekali Hajoon selalu membuat video cover, namun Hajoon tidak mau mengunggahnya. Ara sempat melihat folder Hajoon saat dia ke sini dan tak sengaja masuk ke kamar sang adik.
“Kau mengintip komputerku lagi?” kata Hajoon dengan wajah tak senang. “Bukan salahku, saat itu aku ke sini dan kau sedang tertidur lalu aku melihat folder itu di komputermu,” ujar Ara membela diri.
“Setidaknya jika kau tidak mau menjadi penyanyi jangan sembunyikan musik bagus dari publik. Kau itu berbakat Hajoon, kau pandai bernyanyi. Apa salahnya mengunggah video dan membiarkan orang lain menikmati musikmu? Come On. Jangan bersembunyi dari dunia terus-terusan,” tukas Ara. Hajoon diam namun otaknya terus memikirkan kata-kata Ara.
“Terlalu lama berpikir bisa-bisa kepala kau ubanan,” tukas Ara sambil meninggalkan Hajoon. Haruskah kali ini Hajoon membagikan musiknya ke publik? Mungkin Ara benar selama ini Hajoon hanya takut jika semua orang membencinya padahal kenyataannya tidak semua orang membencinya.
“Do Yun, apa yang kau lakukan, cepat kemari ayo makan,” teriak Aeyong di depan kamarnya. Do Yun masih sibuk dengan latihan drumnya hingga tidak mendengar teriakan Aeyong. Bagaimana bisa mendengarnya jika kuping Do Yun tertutup dengan headset. Ara berdecak kesal lalu masuk ke kamar Do Yun dan berjalan menghampiri Do Yun dengan wajah kesal.
Aeyong menarik salah satu headset Do yun dengan gerakan pelan membuat lelaki itu menoleh ke arah Do Yun. Do yun menghentikan aktivitasnya, “Kau ini kupanggil puluhan kali tapi tidak menyahut,” Aeyong menumpahkan kekesalannya pada Do Yun. Do Yun hanya bisa tersenyum ke arahnya. Meski sudah duduk di bangku kuliah wajah Do Yun masih baby face. Di masih pemalu dan pendiam. Padahal Do Yun memiliki suara yang cukup ngebass namun lelaki itu tetap saja seperti anak –anak.
“Ayo makan, kamu sudah tiga jam latihan drum dan belum makan dari pagi,” gerutu Aeyong. Joon Woo meminta Aeyong untuk memanggil Do yun karena dirinya tak kunjung turun. Aeyong pikir Do Yun tertidur namun begitu dia masuk ke kamar Do Yun lelaki itu malah sibuk bermain drum.
Do Yun meletakkan stik drum ke tempatnya, “Maaf Nuna, aku sedang latihan tadi jadi tidak mendengarmu,” gumam Do Yun. Ara pun akhirnya menarik tangan Do Yun . “Kamu itu jika sibuk latihan lupa makan deh, ayo makan,” ajak Ara.
Do Yun mengangguk. Lelaki itu mengikuti langkah Ara keluar dari kamarnya. Wangi aroma masakan Joon Woo langsung tercium dan membuat Do Yun lapar. Nam Joon Woo benar-benar bercerai dengan Baek Jung. Lelaki itu bahkan tidak mengajukan proses mediasi selama sidangnya. Aeyong memutuskan untuk tinggal dengan Nam Joon Woo. Meskipun awalnya kehidupan mereka terasa tidak mudah namun mereka merasa bahagia tinggal bersama mereka.
Joon Woo sempat hampir putus asa. Susah sekali mencari pekerjaan di usianya, dia hanya mempunyai tabungan beberapa ribu won dan uang itu ia gunakan untuk menyewa gosiwon sempit yang mereka tinggali bertiga.
Di tahun pertama setelah percerain Joon Woo, Baek Jung sempat datang ke tempat tinggal mereka. Baek Jung sama sekali tak berubah tetap saja menyebalkan. Perempuan itu datang dan berniat mengajak Aeyong tinggal dengannya, namun bukannya bicara baik-baik dengan Joon Woo, perempuan itu malah mengejek Joon Woo dan menyebutnya sebagai seorang ayah yang tak kompeten mengurus sang ayah. Dia sempat memaksa Aeyong untuk tinggal dengannya namun perempuan itu kabur dan kembali ke tempat ayahnya. Karena terus diganggu dengan Baek Jung, Joon Woo akhirnya memutus kontak dengan perempuan itu dan memutuskan untuk pindah ke Gwangju. Di sana kehidupan baru Do Yun dan Aeyong yang baru dimulai.