DOL.09 AKU HANYA MENGGANGUMU
TIFFANY SHERIA
Setiap hari aku pergi ke kampus Tisch School of the Arts yang ada di Broadway menggunakan subway. Hari ini aku berangkat lebih awal dari hari biasanya karena Senior Rei meminta kami para mahasiswa Tisch Dance Tingkat I masuk kelas lebih awal untuk membahas beberapa hal. Aku duduk di kursi penumpang kereta bawah tananh di sepanjang perjalanan menuju Broadway Station sambil memainkan ponselku. Dan pesan dari akun RM pun masuk ke dalam grup chatting Tisch Dance (Tingkat I) saat aku sibuk berbalas pesan dengan temanku di grup lainnya.
TING!
"Aku sudah hampir sampai. Harap semua kalian datang tepat waktu."
-RM-
TING!
"Baik, Senior Rai."
-Audrey-
TING!
"Aku sedang di jalan, Senior."
-Becky-
TING!
"Hampir sampai, Senior. Demi Senior aku rela berlari ke kampus."
-Shella-
Karena semalam Senior Rei sudah mengonfirmasi kontakku, aku pun memberanikan diri untuk membalas pesan darinya di grup chatting.
"Aku sedang di kereta bawah tanah. Sebentar lagi sampai."
-Tiffany Sheria-
Setelah membalas pesan di grup chatting, aku yang sedang duduk santai di kereta menoleh ke kiri dan ke kanan. Aku menoleh ke sekitar melihat para penumpang kereta lainnya sambil menghilangkan rasa jenuhku yang sudah cukup lama duduk di dalam kereta. Namun saat aku menoleh ke arah kiri, aku melihat Senior Rei juga sedang duduk di kursi penumpang yang ada di seberangku sambil memainkan ponselnya, tepatnya di kursi paling ujung di seberang kursi yang aku duduki saat ini. Sebentar, bukankah itu Senior Rei? ucapku membatin.
Setelah aku melihat Senior Rei di kursi paling ujung, aku yang sedang berbalas pesan dengan temanku Brenda yang sudah lebih dulu pergi ke kampus, kembali mengirimkan pesan kepadanya.
"Sister!!!"
"Aku bertemu dengan Senior Rei kita di kereta bawah tanah."
-Tiffany Sheria-
TING!
Breda yang saat ini tidak tahu pasti posisinya di mana pun membalas.
"Lalu?"
-Brenda-
"Aku akan sedikit terlambat. Kamu pahamkan?"
-Tiffany Sheria-
TING!
"Jangan katakan bahwa kamu akan menguntitnya, Tiffany."
-Brenda-
"Heheh..."
-Tiffany Sheria-
DING!
Pintu kereta bawah tanah pun terbuka pertanda bahwa kami sudah sampai Broadway Station. Senior Rei yang tadinya duduk di kursi paling ujung, kini bangkit dari kursi penumpang dan berjalan keluar kereta. Aku sangat penasaran padanya yang sering sendirian dan tidak banyak bicara selain memberi pengarahan sebelum kelas dimulai, berpikir untuk mengikutinya. Aku berjalan keluar dari kereta dengan segera, lalu memberi jarak beberapa meter di belakangnya agar tidak ketahuan olehnya bahwa aku sedang menguntitnya. Meski ia sering membuatku kesal di kelas, aku tetap menyukainya.
Masih ada waktu setengah jam lagi. Sebelum ke kampus, ia pergi kemana? aku bertanya dalam hati saat mengintipnya dari balik dinding koridor stasiun.
Setelah keluar dari kereta dan mengintipnya dari balik dinding koridor stasiun, aku melihat Senior Rei menaiki eskalator menuju lantai atas. Aku yang ingin mengikutinya memberi jarak beberapa meter, lalu menaiki eskalator yang ada disebelahnya. Aku mengikutinya dari belakang dengan sangat hati-hati. Mengintipnya dari balik dinding dan tiang koridor stasiun yang besar untuk memastikan keadaan lalu berjalan di belakangnya dengan mengendap-endap. Aku melakukan hal yang sama beberapa kali. Saat aku merasa situasi aman, aku akan mengikutinya dari belakang kemana pun ia pergi.
Please... jangan sampai ia pergi menemui wanita, aku berucap dalam hati sambil terus mengikutinya.
Senior Rei berjalan sendirian dengan tenang melewati koridor yang ramai oleh orang yang hendak naik atau baru turun subway. Lalu menaiki eskalator lagi, berjalan di tengah pertokoan yang berjajar di sisi kiri dan kanan stasiun, hingga akhirnya keluar dari Broadway Station. Aku terus mengikutinya di belakang tanpa rasa menyerah. Kemudian ia memasuki sebuah pusat perbelanjaan pun tanpa ragu aku mengikutinya. Aku tidak tahu pasti apa alasanku mengikutinya. Namun rasa penasaranku terhadapnya membuatku dengan berani menguntitnya hingga sampai kedalam pusat perbelanjaan. Meski aku sendiri tidak ingin membeli apa pun di pusat perbelanjaan ini.
Setelah berada di dalam pusat perbelanjaan ini, Senior Rei menaiki eskalator menuju lantai dua. Melihatnya pergi ke lantai dua, aku pun ikut pergi ke lantai dua. Dalam hati aku bertanya pada diriku sendiri, Dia mau beli apa di pusat perbelanjaan ini?
Aku mempercepat langakahku mengikutinya saat aku hendak kehilangan jejaknya. Dan setelah aku sampai di lantai dua pusat perbelanjaan, aku malah tidak melihatnya. Dengan nafas terengah-engah, aku melirik ke kiri dan ke kanan seperti seorang yang kehilangan benda berharga. "Dimana dia? Aku kehilangan jejaknya."
Saat aku membalikan tubuh hendak mencarinya di sisi lain pusat perbelanjaan, aku malah menabrak benda keras hingga hidungku terasa sakit. Seketika tubuhku sempoyongan dan sepasang tangan langsung menyentuh kedua lenganku untuk menolongku yang hampir saja terjatuh. Pandanganku tertuju pada benda yang baru saja aku tabrak. Terlihat tubuh tinggi seorang pria berpakaian serba hitam, dengan d**a bidang sedang berdiri di hadapanku. Dengan perlahan aku mengangkat wajahku, ternyata orang yang aku cari telah berdiri di hadapanku. Dan ia pun menyapaku dengan wajah tanpa ekspresi, "Tiffany... Apa kamu mengikutiku?"
OMG! Ini sangat memalukan! aku berbicara dalam hati sambil menatapnya dengan wajah gugup. Saat ini aku sangat ingin pergi dari hadapannya mencari lubang untuk bersembunyi. Dengan tubuh gemetar aku menjawab, "Ti-tidak."
****
REI MAXWELL
Aku yang hendak mengajar di kelas ballet dance, berjalan sendirian di lobby kampus Tisch School of the Arts menuju lift yang ada di sudut lobby. Aku memasuki lift itu dengan perasaan senang karena akan kembali bertemu dengan Tiffany Sheria di ruang studio dance. Dalam waktu bersamaan aku teringat ekspresi wajahnya yang canggung saat tiba-tiba melihatku berdiri di hadapannya. Dan di sepanjang perjalanan menuju studio dance, aku juga teringat kejadian beberapa waktu lalu saat Tiffany Sheria yang diam-diam membuntutiku. Ia terlihat sangat lucu saat membuntutiku, namun aku menyukainya.
Flashback On...
Sepulang dari mengikuti beberapa mata kuliah di NYU Tandon School of Enginering, aku langsung pergi ke NYU Tisch School of the Arts menggunakan subway. Saat berada di subway, tanpa sengaja aku melihat wanita yang aku sukai, Tiffany Sheria tengah duduk di kursi paling sudut yang ada di seberangku. Aku menurunkan topiku dan meliriknya sejenak. Lalu aku kembali fokus pada ponsel yang ada di tanganku berpura-pura tidak melihatnya. Aku senang bisa bertemu dengannya, namun aku tidak ingin memperlihatkannya.
Saat kereta bawah tanah yang kami tumpangi sampai di Broadway Station, aku keluar dari kereta dengan langkah santai. Sebenarnya aku ingin menyapa Tiffany Sheria dan berjalan bersamanya, namun aku malu untuk memulainya. Hingga akhirnya aku pun memilih untuk berjalan sendirian tanpa menunggunya keluar dari kereta atau menoleh ke belakang. Lagi pula nantinya kami akan kembali bertemu di kelas ballet dance. Jadi tidak masalah jika aku berjalan lebih dulu darinya.
Namun saat aku berjalan sendirian, aku merasa ada yang mengikutiku dari belakang. Aku memiringkan kepalaku sedikit ke belakang, terlihat Tiffany Sheria tengah mengendap-endap beberapa meter di belakangku seolah sedang membuntutiku. Melihatnya diam-diam mengikutiku membuatku tersenyum sendiri karena lucu.
Setelah keluar dari Broadway Station, aku sengaja pergi ke pusat perbelanjaan terdekat. Aku pergi ke pusat perbelanjaan tersebut hanya untuk mengetahui, apakah ia membuntutiku atau hanya kebetulan berada di belakangku. Namun ternyata ia malah mengikutiku hingga ke pusat perbelanjaan. Membuatku ingin bersembunyi sejenak dan memastikan bahwa ia benar-benar sedang menguntitku.
Saat aku menghilang dari pandangannya di lantai dua pusat perbelanjaan, ia terlihat kebingungan sambil menoleh ke sekitar mencari keberadaanku. Hingga akhirnya aku muncul di hapannya saat ia hendak pergi. Dengan suasana hati yang begitu senang dan ekspres wajah yang datar aki bertanya, "Tiffany... Apa kamu mengikutiku?"
"Ti-tidak." Ia menjawab dengan wajah gugup.
Kami saling diam beberapa saat dalam suasana canggung. Hingga akhirnya Tiffanya Sheria berbalik bertanya, "Apa Senior ingin membeli sesuatu?"
"Tidak." Aku menjawab dengan singkat dan berlalu pergi dari hadapannya. Baru saja aku membalikan tubuh dan melangkahkan kaki meningalkannya, aku tersenyum pada diriku sendiri dan berbicara dalam hati, Aku pergi berkeliling hanya untuk bertemu cinta.
Flashback Off...
"Oke, semuanya harap tenang. Mari kita mulai kelasnya." Aku berbicara pada semua juniorku yang sedang duduk di lantai sambil berbincang bersama saat aku baru saja memasuki studio dance.
Saat aku telah berdiri di hadapan mereka dan hendak memulai kelas, salah seorang juniorku yang bernama Becky bersuara, "Senior, bukankah tadi di grup kelas Senior ingin membahas sesuatu saat kita telah berada di studio?"
"Terima kasih, Becky. Kamu sudah mengingatkanku." Aku berbicara sambil tersenyum tipis padanya. Namun melihatku yang sangat jarang tersenyum, para juniorku pun berteriak seolah seperti baru saja memenangkan lottre. Dan aku hanya bisa terdiam dengan wajah menunduk karena malu melihat mereka berteriak histeris.
Setelah semua orang yang ada di dalam studio dance tenang, aku pun kembali berkata, "Oke, biar aku persingkat saja hal ini. Semalam Madam Jean memberi tahuku bahwa Joffrey Ballet School yang merupakan sekolah ballet ternama mengadakan Summer Program. Mereka meminta dua orang dari mahasiswa Tisch Dance untuk menjadi mentor bagi murid-murid mereka yang mengikuti kegiatan Jr Intensive beberapa hari selama program berlangsung. Mereka mengadakan Summer Program selama 2 minggu. Tapi kita hanya menjadi mentor murid tersebut hanya untuk 3 hari di 3 hari terakhir program tersebut."
"Sekarang Summer Program mereka telah berjalan dan hanya tinggal 3 hari lagi. Itu berarti besok kita sudah mulai mementori para murid tersebut di sekolah tari mereka. Aku sepenuhnya bertanggung jawab dalam hal ini. Karena mentor yang di butuhkan adalah dua orang, aku membutuhkan satu orang lagi yang akan ikut denganku ke acara Summer Program mereka. Siapa diantara kalian yang ingin ikut serta?"
Semua orang yang ada di dalam studio dance terdiam mendengar penjelasanku. Mereka diam seribu bahasa tanpa memberikan respon apa pun seolah tidak ingin ikut serta dalam Summer Progam ini. Beberapa orang di antara mereka saling memandang satu sama lain seolah sedang berbincang menggunakan isyarat. Dan di saat studio dance yang luas ini hening tanpa ada satu pun suara, tiba-tiba ponselku yang ada di saku celana pun berbunyi memecahkan suasana.
TING!
Aku yang masih berdiri di hadapan mereka, mengambil ponselku hendak mematikan nadanya. Namun saat ponsel sudah ada di tanganku, aku melihat pesan yang dikirimkan oleh Brenda dan Tiffany Sheria di dalam grup chatting kelas Tisch Dance (Tingkat I) yang sedang membicarakanku. Sepertinya saat ini mereka yang duduk di lantai, diam-diam saling membalas pesan namun malah salah grup chatting.
"Tiffany, kenapa kamu menundukan kepala? Sepertinya teman-teman kita yang lain sangat ingin ikut bersama Senior Rei menghadiri Summer Program dari Joffrey Ballet School."
-Brenda-
"Mereka ingin ikut pergi karena tidak tahu bagaimana Senior Rei. Senior Rei adalah orang yang sangat menyebalkan. Entah siapa yang mau pergi dengannya. Hahahaha..."
-Tiffany Sheria-
Sepertinya tidak hanya aku yang membaca pesan tersebut. Karena beberapa orang dari mereka yang duduk di lantai saat ini tiba-tiba batuk secara bersamaan dan saling melirik satu sama lain. Seolah batuk mereka itu adalah kode keras pada Tiffany Sheria yang telah menbicarakanku di grup chatting. Namun aku tidal mempedulikan batuk mereka. Membaca pesan yang dikirimkan oleh Tiffany Sheria di grup chatting kelas itu, malah membuatku menginginkanmya yang ikut bersamaku menjadi mentor di kelas ballet dalam Summer Program.
Aku menyimpan kembali ponselku ke dalam saku celana. Lalu aku mengangkat wajahku menatap Tiffany Sheria yang saat ini terlihat panik bercampur malu menyadari bahwa ia telah salah grup chatting. Dengan wajah acuh tak acuh aku berkata, "Tiffany, menurutku kamu sangat cocok menjadi mentor kedua yang menemaniku."
"Aku? Kenapa harus aku, Senior?" Tiffany Sheria bertanya dengan wajah kaget.
"Tak ada alasan. Mungkin karena...aku adalah orang yang menyebalkan."
Tiffany Sheria tidak mampu lagi berkata apa-apa. Dan teman-temannya yang ada di sekitarnya saling brbisik membicarakannya. Sedangkan aku melangkah ke sudut ruang studio untuk meletakan tasku sambil tersenyum tipis sendiri dan berkata dalam hati, Aku bukan orang yang menyebalkan. Tapi aku hanya mengganggumu.